Bagi Danu Hidup itu bukan apa yang dia inginkan,,namun apa yang dia sukai, yang sebagai pembaca Emha ( Caknun ) sebatas lembaran yang menguatkan keteledoran,,tepat pasa di depan hidungmu kita tak tahu sama sekali.
Suka dan menyayangi bawaan yang tak terter pada lembaran puisi. Dia ada di sanubari, lubuk yang jujur. "Pinkan" bukan semata pilihan, meski menuai protes dari kerabat, teman hingga keluarga. Mereka tidak juga salah, namun mereka keliru sedikit memahami yang mereka hendak paksakan, apa yang ada dalam pikiran,,kehendak san pilihan mereka.
"Kamu itu keturunan dari yang biru dan baik-baik dalam sebuah tatanan rumpun. Apa kata mereka yang menyematkan "Marga" kita Dan? Kata Ayahku dengan penekanan suaranya yang keras. Boleh kau mencintai, tapi bukan dengan perempuan yang gampangan dan Pela***...!...Kau harus di bersihkan dari nama marga dan rumpun kita.Betapa sangat angkuhnya, betapa sangat sombongnya manusia. Hanya karena rasa gengsi dan malu, padahal kita sama di mata Tuhan kita tidak dipandang dari persfektif laki-laki atau perempuan, kaya dan miskin dan tidak juga dari persfektif profesi. Kita dipandang sama dari persfektif kemanusiaan kita. Danu merekatkan malam menyelimuti dirinta dengan sendiri mencari, siapa yang mau membela dan berpihak padanya. Mereka menyalahkanku, semua tidak sejalan dan ikut mencercah dan menertawai pilihan rasa suka kepada seseorang. Detak jarum jam berderik melengking bagai suara hatinya menyatu malam yanh biaaa di temuinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Namamu Pinkan
RomanceGadis yang berjarak dari pohon keluarga menjadikan kediriannya tak bisa lepas dari bayang-bayang pinkan sebagai nama profesi.