Dengan Baju brukat
Pagi buta, dengan Bawaan semalam menemaninya pulang ke rumah. Hidup tak sepagi yang terhirup. Pagi itu Pinkan Pulang dengan suasana yang masih merabanya. Baju brukat kusut pula.
Dia menuju kamarnya, nyenyak si buyung tak hendak dia usik, pelan dengan mata sembap menelusuri keletihannya. Terbawa ingatannya kemudian. " Aku harus berusaha memejamkan mata ini, dan membuang jauh setiap saat membawanya ke sisi ranjang dengan telanjang. Tubuh lunglai rasa penat dan lumatan hidup membuatnya makin merasakan titik tertentu menjalaninya. Mengapa harus pria yang satu itu lagi membawanya terusik dalam kantuk! Ahh...Esok akan terbawa suasana saja. Jika benar apa yang di rasakannya, maka setidaknya ada klik dan sisa cara menyikapinya yang perlu di perankan. Di antara perasaannya yang aneh itu muncul. Dia meraba buah dadanya yang tak terelakkan dari remasan penuh birahi. "Rasa yang aneh itu muncul perlahan dengan seringnya pertemuan dan percakapannya bersama Danu. Lelaki yang selalu menemaninya dan menemuinya tanpa harus menidurinya dan bercinta" dengannya. Haruskah dia hadir dalam kondisi seperti ini?
Warna pagi berubah di Minggu itu. Si Sulung Al, tak berani membangunkannya, walau hendak menikmati liburan bersama seperti biasa, ke tempat bermain di tengah kota yang secada gratis dan bisa membawanya bermain sepuasnya. Pinkan dan baju brukatnya terlilit kehidupan yang dia belum tahu apakah itu takdir dan rekayasa mahluk yang telah dia pilih sebagai cara bertahan untuk hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Namamu Pinkan
RomanceGadis yang berjarak dari pohon keluarga menjadikan kediriannya tak bisa lepas dari bayang-bayang pinkan sebagai nama profesi.