Bagian XVIII

11 0 0
                                    

Kejar setoran

Jatah untuk make up mencapai total tiga jutaan, bayar kontrak rumah, jitaan pula pertahunnya, biaya sekolah juga pada kisaran sama, beli susu si buyung, biaya hidup sisa secukupnya, sebab bisa saja Pinkan menahan liurnya, demi untuk menjaga pada bercukupan. Belum biaya lain-lain yang tak terduga, ketika sakit dan untung ada BPJS,  itupun lama mengurusnya, dan pelayanan ketika menggunakan kartu miskin, akan tertangani apa adanya. Seperti tanpa ada koordinasi atau secara lengkap MOU pada pihak pemberi mandat surat dan kartu, dengan pihak rumah sakit yang seting menjadi persoalan yang juga amat klasik. "Pinkan" Harus memenuhi segalanya, termasuk biaya perawatannya yang hampir setiap saa: berapa banyak gincu, bedak bermerk, pensil alis, parfum mahal, Be-ha yang juga mumpuni harganya, celana dalam tipis bermotif eksotik, gaun pemikat. berapa lagi yang tersisa terselip di belahan buah dadanya? Hanya sepekan bertahan hidup dan membayar langganan ojek,  atau biaya taxinya ke tempat kehidupan yang menjarahnya tanpa sungkan dan ampun.

Siang menyambutnya, merekahkan senyuman palsu keluar dari kamar, dengan  di sertai lelaki tambun yang tadinya telah lama menunggu antrian sesama tamu lain yang bolos dan berbohong pada istri dan di kantnya.

Berlalu dan setor ke mucikari yang berdandan menor menutupi usianya yang betah menunggu lembaran nafsu di gemgamannya. Pinkan kembali ke kamar ganti dan menekuni wajahnya dalam cermin, sambil menghapus bekas ciuman lelaki yang telah bercukur di bibir dan pipinya yang halus. "Maafkan saya Danu" Lirih membawanya tertegun memandangi wajahnya, kau begitu baik untuk kukhianati. Tetapi kau tak perlu tahu pula alasan dan bagaimana gejolak itu berawal, kepergian selama beberapa hari ini, menyelesaikan keterasinganku di mata keluarga. Mereka mencariku hanya untuk merelakan pembagian harra orang tuaku kepada saudara kakak tertuanya. Mereka tak pernah menanyakan nasib dan anak-anakku. Mereka merasa saya bukan dari bagian keluarganya dengan profesiku ini. Mereka seakan menghapusku dari daftar keturunan dari keluarga terdekat. Mereka telah membuangku. "Aku tak mau, kau juga akan membuangku seperti lelaki yang menikahiku dulu. Dan tidak mau lasa pusaran tidak mau, kau dalam masalah sosial yang masyaralat stigmakan kepadamu, karena aku..."Air matanya jatuh berderai, isaknya tertahan,  dalam waktu beberapa menit Pinkan merasakan air matanya, mengalir bagai derai do tengah badai. "Entah sampai kapan, akan terpecahkan pada sebuah teka teki kehidupan ini.

Namamu Pinkan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang