Bagian XXV

8 0 0
                                    

Tidaklah semua orang berpikir terang setiap saat. Ada beberapa sebab! meski kadang terjerambab oleh pikirannya sendiri. Pagi buta itu ada sejumlah harapan mendatangi dan mencari rumus matahari, Aku terbelah menjadi dua.

Bagai bunglon, dalam sekejap aku merasakan hal istimewa  sebagai ilmuan.

Aku mencintainya dengan alasan berbeda, sering aku menyikapinya senada yang di perankan pada adegan Antagonis dan protagonis. Yang nyaris.

Meskipun keluarga menolak sesuatu yang menurut pikirannya masing-masing. Tidak lantas harua prontal membantah, apa yang mereka pikirkan. "Kita ini? kadang salah, kadang merasa benar, dan sesumbar tanpa kadar. Saya bukan juga sok sabar. Tetapi realita yang ada, mencintai apa saja, menyangi dengan cara yang membuat siapa saja merasa nyaman. Apalagi bersama Pinkan. Dia mahluk Tuhan, dia punya pilihan, dia bisa menolakku, dan mengacuhkan perasaanku padanya. Meski dia belum merespon apa-apa. Dan tidak lantas aku harus menyerah dan mengalah. Sebab pertimbangan dan hal-jal lain yang membuatnya serba hati-hati, sebab dia asalah luka yang terpajang di antara jarapan dan mimpinya. Yang justru kuragukan adalah mereka, yang seolah bertauhid, tapi menyukutukan Tuhannya. Seakan setia sama pasangannya, tapi ada ketidakjujuran yang mereka rangkai. Aku tahu, sadar, dan bahkan di atas sewaras berpikirku. "Pinkan"adalah tubuh yang di nikmati setiap lelaki, perempuan cantik yang usianya masih muda, merawat kedua anaknya, membalut lukanya, menyembunyikan air matanya di depan anak-anaknya, meraba Tuhan seadanya. Dan saya yakin, dia lebih mengjngat Tuhannya di atas ranjang dan tindihan lelaki. Di banding denganku yang munafik ini. Danu meratap dan mencatatnya pasa setiap moment bersama Pinkan. Menyertakan sebuah kendali yang tiada bisa di pungkiri, pada suatu hari pada malam itu, Dia bersama Rega, dan kecamuk mengajak Rega bercumbu, tapi kenduri cinta yang dia bawa menyadarkannya kembali, meski Rega mulai merespon dengan buah dadanya tanpa mengapa tersentuh, dan dia seakan membiarkannya.

Seteguk Kopi pagi, seleranya untuk menemui perusahaan ternama di kota makassar di urungkan waktu sehari. Untung saja pihak perusahaan, menyetejui pada alasan yang tanla kebetulan hari ini Boss mereka keluar Negeri. Kopi setengah gelas keburu dingin.

Namamu Pinkan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang