Bagian XIX

8 0 0
                                    

Seminggu bagai musim yang rentan nan panjang, dalam tempat terpencil dari iklim dan suasana yang makin di pinggir peradaban. Sejarah mana tak mencatat lalu tak terburai secara tuntas dan totalitas. Di retas dengan iklim politik dan  suasana yang menit kedepan ada beberapa hal skenario baru.

Buruh pabrik dan pelabuhan, mengantar hidup jauh lebih jelas dan bertapal tak memiliki ruang merasakan sebuah kesenjangan sosial, baju buruhnya masih yang kemarin, di gantung dan di anginkan dekat warna matahari. Mesin cuci tidak ada, sabun colek sasetan di palai beramai-ramai. Kulih Panggul pelabuhan merasakan bau amis dan nyanyian duka kawan-kawan sepekerjanya. Di antara pemangku hanya mengaku telah berusaha meminimalisir angka  kemiskinan, toh masih berjubel manusia  bermukim kumuh di tanah Negeri yang masih hendak di obrak abrik dengan segala kepentingan elit.

Orang-orang borjuis, memarkir kendaraannya dengan pesona kemewahan, sama-sama menjenguk  pinggul "Pinkan" bagai gitar spanyol, canda mereka setiap bersamaan berpapasan, di ujung lorong dan kamar. Seribu sensasi seks dan bau amis sperma mereka, tumpah dan tercecer diantara paha-paha Pinkan lainnya.

Namamu Pinkan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang