5 - Gerry

413 40 0
                                        

Sudah lama Gerry tidak mendengar suara merdu Ava. Tepatnya lebih dari 10 tahun lalu semenjak mereka berpisah. Namun kali ini melodi pianonya begitu menyakitkan, apakah Kanada makin membuatnya kesepian? Seketika ia menyesal tidak berusaha cukup keras untuk mengikutinya ke Kanada dulu.

Sesedih itu ya dia mendengar harus tunangan sama gue? tanya Gerry dalam hati. Bukannya dia merasa senang juga atas keputusan kedua orang tua mereka, tapi jika orang lain yang dijodohkan dengannya, Gerry merasa cewek itu akan merasa senang. Setidaknya selama ini tidak pernah ada cewek yang menolaknya.

Tapi tentu saja Ava berbeda. Ini Lavatera. Cinta pertamanya dulu. Cinta monyet yang selalu ia tertawakan jika mengingatnya tetapi tidak pernah ia lupakan. Tidak pernah.

But she did forget me, pikir Gerry, merasakan kembali kemarahannya. Meski ia memakai make up dan kacamata palsu, tentu Gerry akan selalu mengenalinya. Bahkan pagi tadi Gerry menahan gejolaknya yang ingin memeluk Ava erat because it's been too long since he met her for the last time.

"Ava, we need to talk." Seorang cowok tiba-tiba memegang lengan Ava di ruangan itu. Gerry mengintip dari tempat persembunyiannya. What am I doing now? Menguping percakapan orang? Gerry menggelengkan kepalanya. I can't do this. This is not my problem. Baru saja Gerry ingin meninggalkan mereka, namun cowok itu membujuk Ava lagi. "Ava, don't be like this. I am sorry. You know she can't compare to you. I know you for ages, it's impossible if I have to let you go for her."

Wait a minute. I know this guy, pikir Gerry. Samar-samar dia ingat adiknya, Bani, pernah menunjukkan laman gosip di internet tentang Ava yang dikabarkan dikeluarkan karena foto mesra dengan pacar temannya. Jadi cowok ini??

Jangan percaya, Ava. Pasti lo nggak percaya kan? Namun Gerry melihat tatapan Ava kepada cowok ini. Tatapan kalah. Tatapan ingin percaya dan memaafkan. Sejak kapan ia jadi selemah ini?

Gerry keluar dari tempat persembunyiannya dan menarik tangan Ava. Ia terkejut, tapi tidak menolak tarikan tangan Gerry. Namun cowok itu menolak.

"Who the hell are you?" tanyanya, menatap Gerry nanar. Dari tatapannya, cowok ini terlihat seperti benar-benar peduli terhadap Ava. Menghela nafas, Gerry berkata sesuatu yang langsung disesalinya.

"I'm her fiancee. So don't you dare to touch her anymore."

***

Ava segera melepaskan tangannya ketika mereka berdua berada di halaman belakang. Pondok kayu tempat mereka dulu bermain saat kecil masih berdiri kokoh di sana, namun penuh dengan barang-barang lama.

"Lo nggak perlu juga kali ngomong gitu," ujar Ava.

What? Bukannya dia baru menyelamatkan Ava dari gombalan cowok playboy itu?

"Gue juga nggak mau kali sebenernya. Cuma muka lo tadi kayak bakal kemakan gombalan murahan cowok orang," Gerry tidak dapat menghentikan kata-kata kesalnya.

"No, I'm not!" seru Ava. "Tanpa lo juga gue bisa atasi dia," lanjutnya. Gerry melengos. Yeah, right. "What?" tantang Ava. Gerry hanya menaikkan bahunya tidak peduli. "Ingat, gue nggak akan pernah setuju perjodohan silly ini. Jangan pernah mention atau bahkan menyapa gue di sekolah," lanjut Ava mengingatkan.

"Do I ever?"

Dia pikir dia siapa? Dia pikir setelah lebih dari 10 tahun gue masih suka sama dia? Oke, lo cantik... Oke, cantik banget, suara merdu, tapi kelakuan lo? Nol, Va!

Wajah Gerry mengeras. Harga dirinya selalu terinjak-injak oleh Ava, bahkan setelah 10 tahun lamanya, hal ini tidak pernah berubah. Gerry selalu merasa terintimidasi oleh Ava. Dulu bahkan Gerry rela menjadi kuda-kudaan atau boneka yang bisa didandaninya, meski ia sempat berberat hati saat Ava put on lipstick and blush on di mukanya. Oh semoga ibunya sudah membuang foto laknat itu.

But it will end now. Gerry berjanji pada dirinya bahwa ia tidak akan ped...

"Ava, no!" Ben teriak saat Ava terdiam dalam pondok kecil itu. Gerry mengikuti tatapan ngeri Ben yang berlari menyusul Ava yang sudah setengah jalan memasuki pondok.

Ava terdiam di sana. Lalu ia berjongkok dan memegang kepalanya, terlihat seperti kesakitan.

Gerry segera berlari masuk ke dalam pondok dan membopong Ava keluar dari pondok itu. Seluruh tubuh Ava menggigil. Keringat dingin keluar dari ujung dahinya.

"Ava! Lo nggak apa-apa? Ava!" teriak Gerry, terus berlari hingga ke mobil keluarga Ava.

Mereka bertiga langsung menuju ke Rumah Sakit bersama Pak Dino.

***

"You can't tell this to Ava," ujar Ben pada Gerry setelah ia menjelaskan trauma apa yang dialami oleh Ava saat kecil ketika mereka tinggal dengan Mama kandung Ben.

"Tapi Kak, bukannya dia perlu tahu biar nggak menderita gini?" tanya Gerry.

"Dan harus mengorbankan 10 tahunnya di Kanada? No. Ava sudah lupa, lebih baik seperti itu. Lebih aman untuknya,"

Gerry tidak pernah sadar apapun ketika kecil. Ia kira Ava aneh. Cantik tapi aneh. Kadang dia ceria kadang dia jadi pendiam tanpa sebab. Ia tak pernah membuka mulut dengan bercerita apapun kepada Gerry.

"Keluarga Lavatera Indrowardoyo?" seorang Suster memanggil.

"Bentar ya, tolong lo jagain Ava sebentar bisa, Ger? Papa sama Om Darius sudah on the way ke sini," pinta Ben. Gerry mengangguk dan masuk ke kamar rawat Ava.

Gerry duduk di sebelah tempat tidur Ava, menatapnya tanpa berkata apa-apa.

What should I do with you, Ava? Kenapa lo makin nggak bisa bikin hidup gue tenang?

"Gerry," bisik Papanya yang baru masuk pelan-pelan bersama Harianto, takut membangunkan Ava yang sedang tidur. "Gimana Ava?"

"Ben lagi sama dokternya, Pa. Ava sudah lebih tenang," balas Gerry sambil ikut berbisik.

Gerry melirik wajah Harianto yang sedang menatap anaknya terkulai di rumah sakit. Mukanya yang keras semakin melunak saat melihat Ava. Gerry berani sumpah ia seperti melihat tatapan sayang seorang Ayah kepada putrinya.

"Bodoh," gumam Harianto. "Kenapa aku memanggilnya ke sini?" lanjutnya sambil mengusap wajahnya sendiri. Gerry dapat melihat wajahnya yang pucat, nampak begitu khawatir terhadap Ava.

Kali ini Gerry dapat memetakan karakter keluarga ini. Ternyata Ava dan Papanya sangat mirip. Mereka berdua saling sayang, namun tak bisa mengungkapkannya dengan benar.

Ok. Gue akan bantu lo, Va. Masa muda lo nggak boleh sehitam ini, ujar Gerry dalam hati. Tangannya perlahan memindahkan sehelai rambut Ava yang menutupi matanya.

***

Lavatera [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang