Gerry menangkap lengannya. Ava terkejut mendapati mata Gerry yang tampak... marah? Sedangkan tangan Gerry yang lain membawa payung yang kini melindungi mereka dari rintik hujan yang tersisa sore itu. Mereka berdiri di antara gerbang sekolah dan halte, jalanan sudah tampak sepi dan semakin gelap.
"How can you be so stupid? Lo hampir aja ketahuan sama berandal itu!" Gerry tidak dapat menahan amarahnya.
Stupid? Berandal? Ava tidak dapat memahami amukan Gerry hingga ia menyadari atas kesalahannya tadi saat bersama Bima. Apakah Gerry melihatnya?
"So what? Ini bukan urusan elo! Nggak ada hubungannya kan sama hidup lo?" refleks defend Ava otomatis bekerja saat ia terpojok seperti ini. Mata Gerry tampak sedikit membesar ketika mendengar jawaban Ava. Ia tampak... terluka? Terkejut?
Ava bingung atas sikap Gerry yang terlalu ikut campur dalam hidupnya, ia merasa hidupnya baik-baik saja di dalam bubble ini tanpa ada campur tangan orang lain. Mereka memang dijodohkan oleh orang tua mereka, tapi mereka sama-sama menolaknya kan? Jadi Ava merasa Gerry tidak perlu jadi sok pahlawan dan pura-pura baik terhadapnya ketika tidak ada orang lain di sekitar mereka.
Tidak lama Gerry pun tersenyum sinis.
"Ok, gue nggak akan ngurusin apa yang bukan urusan gue." Gerry memberikan payung itu kepada Ava. "Sopir lo dari tadi nyari, HP lo mati, jadi dia minta tolong gue. Katanya dia bakal balik lagi ke halte bentar lagi. Jangan salah sangka, gue ngelakuin ini bukan karena gue peduli sama hidup lo, tapi gue kasihan sama sopir lo yang nggak bisa pulang gara-gara bosnya sibuk pacaran di sekolah." Kemudian Gerry pun berlari di tengah rintik hujan.
Ava menggenggam erat payung itu di depan dadanya. Stupid heart, stop feeling anything!
***
Di antara persiapan festival sekolah, PR, dan persiapan ujian bulan depan, Ava sama sekali lupa mengenai rencana press conference dengan Cynthia, sampai teman-teman sekolahnya yang mengingatkan.
"Gila sih, emang Cynthia stylish abis. Is that the new Channel bag?" Stella bertanya di belakang bahu Nina yang sedang scroll berita kedatangan Cynthia di ponselnya. Ava yang ada di depan Nina saat mengantri makan siang di kantin mau tidak mau jadi mendengar percakapan mereka.
"Kayaknya sih ya. Tapi semenjak Ava nggak ada mereka jadi jarang kelihatan nggak sih?" Nina menanggapi.
Ava yang merasa sedang dibicarakan jadi langsung mengecek dandanannya di kamera ponselnya, khawatir jika samarannya ketahuan.
"Menurut gue sih mending nggak ada ya. Malu-maluin Indo tahu, nyuri cowok orang, mending dia cabut aja," bisik Stella yang masih bisa didengar oleh Ava.
"Kenapa lo bisik-bisik?" Nina menyuarakan pertanyaan Ava dalam hati.
Iya juga, ngapain dia bisik-bisik? Apa dia tahu kalo Ava itu gue? pikir Ava sambil mengecek kembali dandanannya di ponsel.
"Gue kan nggak boleh nyinyir selama masa kampanye, masa lo lupa sih?" bisik Stella lagi. Ava memutar bola matanya.
Saat giliran Ava mengambil makanan, Stella tiba-tiba berteriak ke arahnya.
"STOP!" teriak Stella. Garpu Ava yang sedang mengambil sosis berhenti di udara. "Anak baru ya? Hai, nama gue Stella. Hmm.. Boleh nggak sosis itu buat gue? Itu tinggal satu-satunya dan sosis itu favorit gue banget... Please please, nanti gue traktir jus mangga, boleh yayaya?" rayu Stella dengan manis.
Merasa muak karena sikap sok manis Stella, Ava menancapkan garpunya ke sosis itu dan langsung menggigitnya saat itu juga, kemudian menaruh sisanya di piring. Stella melotot namun tidak bisa berkata apa-apa karena kampanye "Jadi Orang Baik" itu, karena itu ia menghentakkan kakinya kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lavatera [completed]
Teen FictionKehidupan Lavatera tidak pernah sama dengan remaja lainnya. Meski ia cantik luar biasa, emosi dan karakternya yang kompleks tidak pernah cocok untuk berteman, menjadi pemimpin grup, ataupun menjadi pacar seseorang. Tekadnya untuk hidup sendiri seum...