"Ter, woy, Tera!" seru Ellen membangunkan Tera dari lamunan kosongnya.
"Hah?"
"Nggak denger?" tanya Ellen.
"Hm?" gumam Tera.
Ting tong. Bel apartemen Tera kembali berbunyi.
Empunya masih menatap kosong ke televisi di ruang tamu. Ellen gemas melihat teman sebangkunya yang sedari tadi seperti sedang kehilangan jiwa.
Waktu mereka terlalu sempit untuk dihabiskan dengan melamun, karena festival sekolah mereka itu besok! Belum lagi Senin mereka harus mengumpulkan hasil kerja kelompok ilmiah mereka. Karena itu Ellen memutuskan untuk menginap di apartemen Tera untuk menyelesaikan keduanya sekaligus.
Melihat Tera yang masih di dunia lain dengan pikirannya, Ellen akhirnya berdiri dan membuka pintu apartemen Tera.
Di balik pintu itu berdiri seorang pria paling tampan yang pernah Ellen lihat seumur hidupnya. Pria itu tampak kaget juga dengan adanya Ellen di tempat itu.
"Kamu siapa?" tanyanya. Ellen membeku sejenak sebelum akhirnya hatinya berdebar tidak karuan dan mukanya memanas.
"Oh.. ng.. saya Ellen, teman sebangku Tera. Bapak cari siapa?" jawab Ellen sambil membenarkan rambut keritingnya yang diikat asal-asalan tadi, seolah itu akan membawa perubahan signifikan terhadap penampilannya.
"Oh," gumam cowok itu. "Tera ada?" tanyanya sambil mendekat ke Ellen dan mencari keberadaan Tera di balik punggung Ellen.
Ellen makin membeku dan menghirup dalam-dalam parfum pria itu. Aromanya tercium mahal dan memabukkan, menambah pesona pria itu di mata Ellen.
Melihat tidak ada reaksi dari Ellen, cowok itu melewatinya dan masuk ke dalam ruangan.
"A.. Tera!" Pria itu membangunkan Tera dari lamunannya sambil melirik ke arah Ellen dengan janggal.
"Ben? Ngapain ke sini?" tanya Tera akhirnya, tampak gugup dengan adanya Ellen di dekat mereka.
Oh, namanya Ben.. pikir Ellen. Efek Ben masih membuat Ellen terpaku di tempatnya. Ia seperti baru saja melihat superstar masuk ke dalam apartemen Tera.
"Lo nggak apa-apa?" tanya Ben, tampak khawatir.
Seharusnya lo nanya gue, pikir Ellen, mencoba memulihkan dirinya sendiri dari pesona Ben.
Get a grip, Ellen! Jangan norak lo! Liat cowok ganteng dikit aja deg-degan! serunya pada diri sendiri.
Lagi-lagi Tera melirik Ellen, lalu menarik tangan Ben ke kamarnya. Ellen semakin curiga karena tampak jelas Tera sedang menghadapi masalah namun ia tidak ingin bercerita ke siapa pun kecuali si cowok Ben ini.
Ada hubungan apa ya di antara mereka? tanya Ellen dalam hati, penasaran.
Wajah Ben tampak masih seperti berumur 22 atau 23, namun penampilannya seperti sudah berumur 30-an, dengan kemeja dan jas resmi seperti orang kantoran.
Untuk menghormati privasi Tera dan Ben, Ellen sengaja duduk agak jauh dari kamar Tera. Jarinya memutar-mutar pensil di atas meja, sambil sesekali melirik ke arah kamar.
Mereka ngapain ya? pikir Ellen.
Seperti menjawab pertanyaan Ellen, tak lama Ben keluar dari kamar Tera sambil membuka kancing bawah jasnya dan melonggarkan dasi merahnya. Tera mengikuti di belakangnya sambil menunduk, lebih tepatnya kembali ke dunia lamunannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lavatera [completed]
Teen FictionKehidupan Lavatera tidak pernah sama dengan remaja lainnya. Meski ia cantik luar biasa, emosi dan karakternya yang kompleks tidak pernah cocok untuk berteman, menjadi pemimpin grup, ataupun menjadi pacar seseorang. Tekadnya untuk hidup sendiri seum...