19 - Money and fame

188 19 0
                                    

Orang super kaya memang beda. Pengalaman travelling dengan Singapore Airlines di kelas bisnis semalam tidak akan pernah dilupakan oleh Sinta. Matanya yang sebelumnya berat karena mengantuk jadi tidak berhenti melotot begitu diarahkan pramugari ke barisan depan pesawat. Diam-diam ia merekam semua fasilitas di maskapai mewah itu dari ponselnya dan berpikir akan membuat vlog baru yang pasti akan menambah followernya di Youtube.

Apalagi, saat mereka telah mendarat dan Sinta yang belum berjalan jauh harus kembali ke pesawat karena jaketnya yang tertinggal, ia tidak sengaja mendengar beberapa pramugari membicarakan perjalanan malam itu yang dipesan khusus hanya untuk mereka bertiga. Luarr biasaaa. Dalam hati Sinta berhenti mengalikan berapa kursi yang di pesawat besar itu dengan harga per tiketnya. Otaknya tidak mampu membayangkan banyaknya nol yang ada di belakangnya.

Mahal adalah kata yang tepat untuk mendeskripsikan pengalaman travelling di Singapore. Ini memang bukan pertama kalinya Sinta bersinggah ke Kota Singa ini, biasanya ia dan keluarganya menginap di studio kecil yang disewakan di Airbnb, itu saja ia harus mengeluarkan uang lebih dari satu juta rupiah untuk semalamnya. Namun, kali ini pertama kalinya ia menginap di hotel bintang 5, The Ritz-Carlton, Millenia Singapore yang berada di kawasan hotel mewah Marina Bay. Begitu sampai di kamar luasnya, Sinta langsung mencari harga per kamarnya di Traveloka, dan terkesiap.

Sebelas juta rupiah?!! mata Sinta melebar saat melihat ponselnya.

Akibat foto-foto di kamar dan update di Instastory semalaman, Sinta masih menguap beberapa kali ketika ia dan Ava menyantap sarapan hotel. Meski begitu, Sinta tidak berhenti mengagumi berbagai macam makanan mewah yang disediakan secara buffet di restoran bernama Colony ini. Dekorasi kacanya yang futuristik dan cantik menggoda ingin difoto oleh Sinta, namun ia menahan diri untuk tidak terlihat konyol di sebelah Ava.

Tentu saja Ava menjadi pusat perhatian, namun orang-orang sombong ini seakan menahan diri untuk berfoto ataupun sekedar menyenggol lengan ramping sang bintang. Sinta meringis, pasti beda ceritanya jika mereka sedang sarapan di hotel Jakarta.

Kepala Sinta mencari satu-satunya pria di rombongan mereka semalam. Gerry tidak terlihat di manapun, Sinta juga tidak melihatnya saat mencicipi pasta dan laksa terenak yang pernah ia makan di gua kecil nan eksotis yang juga menjadi bagian dari restoran itu.

"Gerry ke mana?" tanya Sinta sambil meletakkan mangkuk laksa keduanya di meja mereka. Ava yang mengiris satay ayam dengan sikap sempurna hanya mengangkat pundaknya tidak peduli sebagai jawaban.

Little devil mulai berakting. Sinta cukup lelah mengikuti perubahan mood si judes ini. Meski harus diakui beberapa kali ia melihat sisi rapuh seorang superstar seperti Ava.

Semalam saat Ava mulai berteriak di pesawat karena bermimpi buruk, Sinta terkejut dan panik karena saat itu ia sedang membuat vlog diam-diam. Ia kira pesawat sedang dalam keadaan darurat atau Ava melihat meteor yang sedang mengarah ke pesawat mereka. Namun tidak, Sinta ngeri melihat Ava yang menangis dan berteriak bersamaan.

Sebelum pramugari datang, Gerry sudah gerak cepat dengan pindah tempat duduk ke sebelah Ava dan berusaha memeluknya untuk menenangkannya.

It's kind of sweet, actually. Sayangnya dia berondong dan tampaknya sangat memuja si anak nyolot ini, pikir Sinta sambil melirik Ava yang kini datang membawa buah-buahan sambil membaca kertas brief-nya.

"Siap-siap, sebentar lagi kita berangkat," cetus Ava dengan mata yang tidak beranjak dari brief paper-nya.

Kalau ngomong ama orang liat orangnya bisa kali, jadi bisa tau lo ngomong ama orang lain atau ama diri sendiri, omel Sinta dalam hati. Ia menghirup napas dalam-dalam dan mengeluarkannya. Sabar... Sabar... Demi liburan gratis...

"Langsung ke Morning TV?" tanya Sinta setelah berhasil mengontrol emosinya.

"Nope. Ke kantor dulu baru ke sana bareng yang lain,"

"Yang lain itu maksudnya anggota The Females lainnya?" mata Sinta membesar karena bersemangat. Terkadang ia lupa bahwa setiap hari ia bersama Leader dari grup vokal itu.

Ava hanya melirik judes sebagai jawaban.

Sinta mengecek availability space di kamera digitalnya, ia harus berfoto dengan anggota The Females, ini akan meningkatkan popularitasnya di social media secara instan. Namun saat ia melihat album, ia mendapati foto-foto lamanya bersama Leo. Ada fotonya yang sedang bernyanyi, bermain piano, melamun, tertawa, tertidur saat di tempat shooting saat pembuatan video barunya, dan foto mereka berdua, tertawa di backstage setelah konsernya berakhir.

Senyum itu. Lesung pipi itu. Dulu hanya untuknya.

"Can you please hurry? Cepetan dong!" Ava membuyarkan lamunan Sinta, padahal air mata Sinta sudah di pelupuk matanya lagi. Ia mengusap matanya dengan cepat dan segera mengikuti langkah Ava.

Sambil memperhatikan langkah Ava yang cepat dan tegak dari belakang, dalam hati Sinta menebak-nebak apakah tadi Ava hanya ingin membangunkan Sinta dari lamunan bodohnya atau memang dia pure nyolot. Well, bagaimanapun ia menghargai cara Ava memerhatikannya, meski pada akhirnya selalu membuat kesal dirinya.

Sebenernya nih anak mau bantu apa mau bikin kesel sih?

Sesaat ada angin dingin yang tiba-tiba melintas melewati Sinta dan tidak sengaja menyenggol bahunya dengan keras hingga keseimbangannya hilang dan Sinta pun terjatuh ke samping.

Apa-apaan dah?

Cowok tinggi besar itu pun hanya melirik sedetik dan melanjutkan langkahnya untuk menyapa Ava, seakan ia tidak merasa bersalah atas jatuhnya seseorang karena tubuhnya yang terlalu keras.. karena ototnya..

Sinta sepintas salah fokus ke jas Boss biru navy yang membungkus otot cowok itu dengan sempurna.. Dan rahangnya yang kokoh...

Ia menggelengkan kepalanya untuk fokus lagi kepada kemarahannya.

Memangnya punya wajah super ganteng dan badan bagus bisa mendorong orang seenak jidatnya dan tidak perlu merasa harus minta maaf karenanya?

Siapa sih ni orang? Sengak banget!

Dari belakang, lengan Sinta dibantu oleh Gerry yang baru datang dari lift.

"Nggak apa-apa, Kak?" tanya Gerry saat Sinta membersihkan debu yang hampir tidak ada karena ada petugas hotel yang selalu sigap membersihkannya setiap saat. Sinta menggeleng dan tersenyum menjawab pertanyaan Gerry.

Such a gentleman, pikir Sinta tersipu.

"Ava mana?" tanya Gerry langsung.

Sinta menghela napas. What a waste. Sayang banget cowok kayak gini malah tergila-gila sama cewek segila Ava.

"Di depan tuh," tunjuk Sinta menggunakan dagunya ke Ava yang sedang berbincang dengan cowok sialan itu.

"Oh, ada Kak Ben," gumam Gerry sambil melangkah menuju lobby depan hotel.

Ben?

Belum sampai di tujuan mereka, tiba-tiba segerombol remaja cowok berwajah oriental mengerubungi Gerry.

"Are you The Thunder?" tanya salah satu rombongan itu.

"Yeah, I think he is," jawab temannya heboh.

"OMG, you ARE the Thunder. Can I take a picture with you?" pinta anak yang lain.

Sinta mengerutkan keningnya bingung, sementara muka Gerry antara tersenyum, grogi, dan takut karena semua orang melihat ke rombongan yang heboh itu. Sepertinya anak-anak ini datang untuk event komunitas di ballroom hotel, karena rombongan yang mengelilingi dan menarik kemeja Gerry untuk foto semakin bertambah begitu melihat keramaian di tengah lobby. Beberapa security hotel bahkan sampai turun tangan untuk memisahkan Gerry dari para "fansnya".

Apa-apaan nih? Mereka jelas-jelas tidak menghiraukan superstar Ava yang kecantikannya sudah hampir sempurna dan terkenal sedunia, tapi kenapa kesombongan mereka runtuh saat melihat Gerry atau Thunder apa lah itu? Mereka buta ya?

***

Lavatera [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang