Gadis itu meringkuk sendiri di gudang yang gelap total, kedinginan, kehausan, dan kelaparan. Sudah seharian dia terduduk lemas, terlalu lelah untuk bicara, apalagi berteriak. Setelah berteriak dan menangis hampir lima jam, Lavatera kecil menghemat energinya hanya untuk bertahan hidup.
Tubuhnya menggigil melawan angin yang masuk di sela-sela ventilasi gudang semalaman. Secara refleks, ia kemudian mencari kardus atau kain yang bertumpuk di sekitarnya dan mencoba menutup tubuhnya dengan barang-barang yang ada.
Matanya lelah, namun tetap terjaga. Terkadang ia ketiduran karena terlalu lelah menangis ketakutan, kadang pula matanya terbangun di dalam gelap karena suara gema angin.
Dan ketika fajar mulai tiba, ia kembali menangis sambil menggedor-gedor pelan pintu gudang yang masih terkunci.
"Papa... Gerry... Ben... Mama... Tolong..." panggilnya lemah.
Hingga matahari sudah masuk ke sela-sela ventilasi gudang, Lavatera pun kembali terdiam karena masih tidak ada yang menjawab dari luar.
Kepalanya sudah sakit, napasnya pun semakin tipis. Ia mulai berhalusinasi, mengira kereta mainannya adalah waffle kesukaannya, hingga ia sempat menggigitnya dengan keras, menimbulkan nyeri di gigi taring dan gerahamnya.
"Ava!" panggil seseorang.
Sempat terlintas di pikirannya bahwa itu hanya halusinasi, namun apa salahnya untuk menjawabnya?
"To... long..." raung Ava kecil pelan. Dengan tenaga yang masih tersisa, ia pun kembali ke arah pintu.
"Ava! Papa di sini!" Terdengar suara Papanya yang menggedor-gedor pintu gudang mencoba mendobraknya.
Ava mundur perlahan, takut tertiban pintu yang sedang dibuka paksa oleh Papanya.
"Ben, coba kalian cari kunci gudang!" suruh Papanya, terdengar panik.
"Baik, Pa! Sebentar!" Terdengar pula suara derap kaki Ben yang berlari-lari di lorong.
"Ava, tunggu sebentar ya, Papa takut kamu terluka kalau pintunya Papa dobrak. Sebentar ya, Sayang! Yang kuat, Ava! Papa tahu kamu kuat, kamu bisa!" suara Papanya terdengar panik di depan pintu.
Papa...
Lalu tidak lama, derap kaki kembali terdengar dengan suara kunci yang berdencing-dencing.
Klik.
Akhirnya, suara yang ditunggu-tunggu oleh Ava kecil terdengar juga. Seketika udara segar pagi masuk ke dalam gudang, menyapu lembut kulitnya.
Namun tidak lama, semua menjadi gelap.
"Ava!" suara Papanya terdengar.
"Ava!" kini suara perempuan yang memanggilnya. "Ava, bangun!" ulangnya.
Ava membuka matanya yang terasa basah. Keringat dingin turun dari ujung pelipisnya, dadanya sungguh seperti sedang dipompa dengan paksa, dan kepalanya lagi-lagi terasa sakit.
"Ava, lo kenapa?" tanya Sinta sambil menyeka keringat Ava. "Lo ngigau lagi."
Ava mencoba menenangkan detak jantungnya. Saat mendongak, ia melihat seluruh keluarga Sinta sedang berkumpul di kamar itu dengan raut khawatir.
![](https://img.wattpad.com/cover/124119485-288-k632995.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lavatera [completed]
Fiksi RemajaKehidupan Lavatera tidak pernah sama dengan remaja lainnya. Meski ia cantik luar biasa, emosi dan karakternya yang kompleks tidak pernah cocok untuk berteman, menjadi pemimpin grup, ataupun menjadi pacar seseorang. Tekadnya untuk hidup sendiri seum...