Hari sudah semakin larut tetapi dua insan itu belum memiliki niat untuk beranjak pulang. Gifty memeluk tubuhnya sendiri untuk menutupi angin yang menyentuh tubuhnya.
"Sekarang gue ngerti alesan kenapa lo parkir motor lumayan jauh dari tempat main," gumam Gifty sembari menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya.
Vigo mengangguk, menyelipkan kedua tangannya pada saku celana. "Karena kalo semua orang parkir didepan gudang. Pasti bakal bikin curiga dan menyita perhatian."
"Bapak-bapak yang di warung itu?"
"Dia yang bertugas jaga keamanan. Kaya tadi, kalo ada apa-apa langsung bisa ngehubungin dan kita masih punya waktu buat pergi."
"Lo bener," cetus Gifty membuat Vigo menatapnya bingung. "Soal lo nggak bisa memilih antara streetball atau basket."
Gifty sadar, meskipun streetball dapat membahayakan Vigo. Ia melihat kalau Vigo benar-benar menikmatinya. Sama seperti ia menikmati pertandingan basket meskipun sekolahnya kalah. Gifty mulai mengerti, bukan kemenangan yang Vigo cari. Tetapi, sebuah kebebasan. Seperti yang pernah dia bilang.
"Kenapa?"
Gifty mengedikkan kedua bahunya keatas. "Mungkin, alesan yang sama seperti lo rasain. Kenapa?" Gifty balik bertanya.
Gantian Vigo yang mengedikkan bahu.
Tidak ada pembicaraan selama beberapa menit kedepan. Dibiarkan saja kekosongan mengisi mereka berdua. Meski tak ada kata yang keluar. Keduanya taka da yang mempermasalahkan soal itu.
"Lo salah kalo gue baru pertama kali nyebut nama lo," Gifty menoleh. "Waktu tadi gue ngenalin ke Bang Ben, gue juga nyebut nama lo, kan?"
Gifty tertawa sumbang. "Ya, beda cerita itu."
"Seriously, itu bukan yang pertama." Vigo seperti berkata pada dirinya sendiri. Kemudian ia tersenyum singkat dan melepas hoodie yang ia pakai dan diberikannya pada Gifty.
"Thanks," ucap Gifty.
"Kalo kita sampe ketangkep polisi. Gimana?"
Gifty menggelengkan kepalanya, mendesah. "Lumayan buat pengalaman di kantor polisi semalem."
Vigo malah tertawa. "Jadi, lo nggak nyesel kalo ketangkep polisi?"
"Nggak, soalnya, dengan begitu, orang tua gue pasti bakal pulang ke rumah. Jemput gue disana."
"Life can be so hard sometimes, hah?"
"Sesusah itu buat ketemu mereka. Mereka bisa pergi selama satu bulan penuh dan pulang ke rumah Cuma sehari atau bahkan beberapa jam aja," keluh Gifty. "Ngomongin soal polisi. Waktu lo sama Fabian dkk di kantor polisi, orang tua lo dateng jemput, kan?"
Ekspresi Vigo berubah. Tatapan tajam dan dingin yang sudah tidak pernah Gifty lihat akhir-akhir ini kembali. Gifty sadar, sepertinya dia sudah salah bicara.
"Sorry, nggak maksud apa-apa,"
Ekspresinya masih sama tetapi sedikit melembut. "Nggak perlu minta maaf. Nggak ada yang salah disini."
"O-oke,"
"Pulang yuk? Udah malem, nanti lo dicariin." Guraunya.
"Nggak ada yang nyariin gue."
Vigo terkekeh pelan. Melangkah beriringan dengan Gifty sampai ke tempat motornya terparkir. Itu merupakan jalan kaki terpanjang seumur hidupnya karena tidak ada percakapan yang mengisi. Vigo membiarkan pikirannya memenuhi dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRARANCANGAN HATI [Completed]
Teen FictionMencari Gifty itu mudah. Datangi saja ke kelasnya, toilet, perpustakaan, atau belakang sekolah. Atau temui saja di rumahnya. Mudah, kan? Mencari Vigo yang susah. Di sekolah susah. Di rumahnya apalagi. Jadi, kalau mau mencari Vigo, tanya saja pada Gi...