[PH] - 33. Berdamai

4.2K 518 11
                                    


Cerita Sheila mengubah pandangan Gifty tentang Vigo. Amarah yang pernah ada dalam dirinya atas perilaku Vigo yang tidak Gifty mengerti tiba-tiba meluap tak bersisa. Hati nuraninya memaklumi sikap Vigo. Masa lalu Vigo yang di ceritakan oleh Sheila terlampau berat untuk di tanggung oleh anak seusia itu.

Entah apa yang akan terjadi jika hal yang sama terjadi pada dirinya. Alih-alih menghindar. Gifty lebih memilih bersikap seperti kebanyakan anak-anak yang lain. Gifty mulai memberanikan diri untuk pergi ke kantin dan berada di luar kelas. Hal yang sudah seminggu lebih ini tak ia jalani tentu berdampak bagi dirinya.

Seringkali Gifty bertemu dengan Vigo atau tak sengaja berpapasan. Awalnya jantungnya terasa berdebar. Merasakan kembali saat-saat dulu ia merasa terintimidasi hanya dengan tatapan Vigo. Tapi, ia bersyukur. Lebih baik Gifty merasa terintimidasi seperti dulu ketimbang dia berusaha menghindar. Hal yang tak mungkin selamanya dia lakukan.

Beberapa kali pula terlintas di benaknya untuk menemui Vigo. Sekedar menanyakan kabar. Tapi, tubuhnya terlalu kaku untuk melakukan itu dan pikirannya dengan cepat menolak melakukan tindakan itu. Gifty merasa hubungan antara dia dan Vigo kembali seperti dulu. Seperti sebelum mereka berdua mengenal dekat.

Sayangnya, justru itu Gifty merasakan perasaannya jauh lebih baik daripada aksi saling menghindar. Setidaknya Gifty bisa memandang Vigo dari jauh seperti dulu. Menganguminya tanpa perlu mengenalnya lebih dekat. Mungkin, hanya dengan ini perasaan yang pernah tersimpan akan mulai memudar.

***

"Nih, gue bawain batagor." Tanpa memedulikan Vigo yang tengah menghisap dalam-dalam rokoknya, Fandy duduk di sebelah Vigo dan menyerahkan plastik berisi batagor.

Keheningan terjadi diantara mereka berdua. Vigo sama sekali tak berniat menyentuh batagor yang di berikan Vigo.

Fandy menghela napas. "Sampe kapan lo mau begini?" Pertanyaan Fandy hanya mendapat tatapan malas dari Vigo. Ia malah asyik melanjutkan kegiatannya untuk merokok.

Sadar kalau dirinya tengah di abaikan, Fandy tak menyerah. "Lo pengecut, Go."

Di buangnya asap rokok dari mulutnya secara kasar. Tanpa perasaan, puntung rokok itu ia buang ke tanah. Vigo mendengus kesal dan menatap Fandy.

"Maksud lo?"

"Iya. Lo pengecut," Fandy mengabaikan tatapan tajam Vigo. Tatapan Fandy lurus kedepan. "Lo tuh kaya Tora waktu itu tau nggak? Pengecut. Nggak berani ngadepin masalah sendiri. Daripada ngadepin masalah, lo lebih milih menghindar. Ngerusak kehidupan lo sendiri."

Tak sampai sedetik kerah seragam Fandy sudah di cengkram oleh Vigo. "Maksud lo apa? Hah?"

Fandy tersenyum kecut. "Kalo Tora make lo buat ngadepin masalahnya soal Kenta. Lo, make orang-orang di sekitar lo buat ngadepin masalah lo."

"Gue nggak minta orang-orang buat ngadepin masalah gue!"

"Dengan lo bersikap kaya gini. Lo pikir kita semua nggak kepikiran? Sikap lo nggak kaya biasa. Lo uring-uringan. Lo nyepelein semua orang," Vigo terdiam. "Lo juga nyangkit pautin Gifty. Dia nggak tau apa-apa tapi dia kena imbasnya. Lo ngejauh. Bikin dia bingung. Apa bedanya sikap lo ini dengan nyuruh kita bikin kepikiran masalah lo?" Cengkraman Vigo melemah.

"Dunia itu luas. Lo pikir yang punya masalah lo doang? Lo pikir semua orang nggak punya masa lalu? Kenapa sih lo mikir masalah lo lebih berat daripada orang lain? Nggak pernah apa sedikitpun lo bersyukur dengan apa yang lo punya sekarang? Kenapa lo harus fokus sama masa lalu kalo fakta yang ada sekarang masih banyak orang yang peduli sama lo?"

PRARANCANGAN HATI [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang