[PH] - 16. Hitung Mundur

5.8K 683 29
                                    


Tidak tega melihat sahabatnya naik bus atau ojek online, dua hari ini Fandy bersedia mengantar Vigo sampai ke rumah. Tapi, untuk menjemputnya, Fandy masih tega-tega saja. Jangankan untuk menjemput, bangun pagi dan tidak mepet datang ke sekolah sudah patut disyukuri Fandy.

Keduanya masih duduk-duduk di warkop emak langganan mereka untuk nongkrong-nongkrong atau sekedar numpang merokok yang letaknya tak jauh dari sekolah. Sementara Bayu dan Tomy sudah sejak tadi pulang ke rumah masing-masing.

"Mendung, Cu. Balik buru."

Kaki Vigo bergerak untuk menginjak puntung rokoknya yang hampir habis. Kepalanya mengangguk.

"Kata bokap lo, kapan motor lo balik?" Tanya Fandy seraya menyerahkan helm. Vigo hanya mengangkat kedua bahu. "Salamin dah ke bokap lu. Bilang, gara-gara motornya disita, anaknya jadi ngerepotin gue mulu tiap hari."

Vigo tertawa. "Love you, Fan."

"Simpen kalimat hina dan basi lo buat calon istri lo kelak." Tawa Vigo makin nyaring. Fandy sudah memakai helm. Sedangkan Vigo, sebelum mengenakan helmnya, benda itu terlepas dari pegangannya lantaran seseorang memaksa Vigo untuk berbalik dan meninju pipinya pelan.

Tak terima melihat sahabatnya yang diserang oleh orang tak dikenal tiba-tiba, Fandy melepas helmnya dan melakukan serangan balik. Suasana mendung yang mencekam langsung mengisi diantara mereka semua. Pemilik warung yang menyaksikan hanya dapat menonton dari dalam karena tidak berani ikut campur. Beberapa orang yang lewat memilih berjalan cepat dan pura-pura tidak melihat.

Vigo turut melakukan serangan untuk melawan balik pada sekelompok orang dengan helm yang masih terpakai. Jelas helm itu memiliki fungsi yang banyak mengingat Vigo dan Fandy tidak leluasa melawan. Sasaran Vigo berpindah pada perut dan kaki. Berusaha melumpuhkan lawan.

Terlihat Fandy meludah sebelum kembali melakukan perlawanan.

"Pengecut!!!" Geram sekali karena ia jadi tidak bebas melawan. "Buka helm lo semua, bangsat!!!" Membabi buta Fandy melakukan pukulan-pukulan di daerah perut dan kaki sampai dua lawannya jatuh tersungkur.

Sementara Vigo masih sibuk memelintir tangan dua orang yang menjadi lawannya sampai mereka mengaduh kesakitan dan minta dilepaskan. Fandy menoleh kearah Vigo. Seperti mengerti isyarat yang diberikan Vigo lewat anggukan kepala, Fandy bergerak cepat dan melepas helm yang mereka gunakan.

Tatapan mata Fandy menyiratkan keterkejutan. Kemudian tangannya mencengkram kerah seragam yang mereka lapisi jaket kulit.

"Lo anak SMA Perak, kan?! Brengsek! Gue pikir SMA kita udah saling damai." Kalau helmnya tidak dibuka, mungkin mereka berdua tidak akan tahu karena seragam celananya telah mereka ganti dengan jins.

"Lepasin, Fan." Vigo mengelap darah di sudut bibirnya yang terluka. Ia mendekat.

Kasar Fandy melepaskan cengkraman. Dengan seksama Vigo mengamati keempat orang itu. Vigo tak mengenali wajah-wajah mereka.

"Lo anak Perak?" Tanya Vigo tajam.

"Gue tau salah satunya," Fandy yang menjawab. "Dia ini pernah jadi cadangan tim basket di kejuaraan antar sekolah musim kemarin. Nggak lupa gue sama mukanya."

Sejenak Vigo terdiam. Hanya hembusan napas yang terdengar.

"Lo semua disuruh siapa, hah??!!" Fandy berteriak garang.

Taka da satupun yang menjawab. "Lo tuli ya?! Apa mau gue potong sekalian biar lo semua nggak bisa denger!!" Fandy hampir merangsek maju meraih telinga mereka tetapi ditahan oleh Vigo.

PRARANCANGAN HATI [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang