[PH] - 42. Jalan Yang Telah Di Tentukan

4.9K 540 34
                                    

Tempat ini benar-benar indah. Udaranya begitu segar. Sepanjang matanya memandang terhampar begitu banyak pohon-pohon yang tumbuh tinggi membuat suasana menjadi rindang. Bunga-bunga segar juga tumbuh seolah ingin makin mempercantik tempat yang ia datangi saat ini. Rumput yang saat ini ia injak pun terasa lembut sekali. Ia yakin seandainya ia tidak sengaja terpeleset, ia tidak harus menahan ringisan karena rumput ini bagai matras yang siap menjadi alas tubuhnya.

Seekor kupu-kupu mendekat kearahnya, spontan ia mengulurkan tangan. Membuat kupu-kupu itu berpindah tempat dan singgah cukup lama di tangannya. Ia tersenyum dalam diam. Mengamati kupu-kupu itu.

Pandangannya menyapu lagi ke segala penjuru arah. Tempat yang indah. Tapi, dimana ini sebenarnya? Ia tak memiliki bayangan tentang adanya tempat ini di hidupnya. Mengingat kota Jakarta yang sudah sesak dengan rumah-rumah. Mustahil ada tempat seperti ini disana. Sesaat kekagumannya pudar. Kepalanya mulai menoleh ke segala arah. Mencari sesuatu. Mencari adanya seseorang yang lain selain dirinya. Akan tetapi, selama beberapa saat dia tidak menemukannya.

Hanya dirinya seseorang. Seolah tempat ini tercipta khusus untuknya. Tempat yang mengagumkan di tambah kehidupan yang menyenangkan disini. Sungai yang jernih hingga terlihat ikan-ikan yang berenang di dasarnya membuat ia tertarik dan mendekati sungai itu.

Matanya membesar ketika pantulan bayangannya tergambar di sungai itu saking jernihnya air sungai tersebut. Ia berjongkok selama beberapa saat. Merasakan segarnya air sungai di tangannya.

"Kamu suka disini, Sayang?" ia hampir terlonjak mendengar suara itu.

Kepalanya menoleh, mendapati kedua orang tuanya sudah berada di sisi dirinya.

"Kamu senang berada disini, Gifty anakku?" ulangnya lebih spesifik.

Di tanya seperti itu, wajahnya terlihat sumringah. Ia mengangguk dengan cepat.

"Kalo kamu senang, kamu bisa tinggal disini."

Kedua alisnya menyatu. "Mama sama Papa gimana?"

"Mama sama Papa jagain rumah. Nanti kalo Mama sama Papa kangen kamu, kita berdua bakal kesini. Ngunjungin kamu."

Ide yang bagus. Ia memang memiliki pikiran untuk tinggal. Akan tetapi, ada satu pertanyaan yang mengganggunya. Selama beberapa saat tadi, yang ia lihat hanya padang rumput serta pohon-pohon saja. Dimana ia harus tinggal?

"Disana, Sayang. Kamu bisa tinggal disana." Papa menunjuk sebuah rumah diarah barat sungai. Kedua matanya menyipit. Sejak kapan ada rumah disana? Ia rasa, tadi ia melihat.

"Rumah dengan halaman yang luas. Seperti yang kamu inginkan, bukan?"

Ia bangkit berdiri. Menatap rumah kayu di sebelah barat sungai. Rumah dengan halaman yang luas. Ya, benar. Seperti yang ia inginkan sejak dulu. Ia tersenyum lebar. menatap kedua orang tuanya dengan mata berbinar.

"Aku boleh tinggal disana?"

Keduanya serentak mengangguk. "Siapa yang nggak ngebolehin kamu?" Kemudian ia kembali tersenyum. Menatap kembali ke rumah itu.

"Aku boleh liat kesana?" mereka mengangguk kembali. Saat ia hendak melangkahkan kakinya, tersadar kalau orang tuanya tetap diam di tempatnya. Kemudian ia kembali menoleh. "Mama sama Papa nggak ikut?"

"Mama sama Papa harus buru-buru pergi," ada sebersit kekecawaan. "Kamu pasti senang berada disana. Mama sama Papa pokoknya janji akan berkunjung jika nanti waktunya tiba."

Ia tidak sempat menanyakan lebih lanjut karena tiba-tiba kedua orang tuanya menghilang. Awalnya kebingungan tentu melanda. Tetapi, ia ingat ucapan terakhir dari keduanya kalau waktunya tiba, mereka akan berkunjung.

PRARANCANGAN HATI [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang