[PH] - 17. Rencana

5.8K 547 0
                                    



Tak peduli banyak pasang mata yang tertuju kearahnya. Dengan langkah mantap dan pandangan lurus kedepan, ia memasuki SMA Perak. Seragam kemarin masih lengkap dikenakan oleh Vigo. Hanya ia tambahkan jaket jins untuk membalut seragamnya yang menyisakan bercak darah.

Sepanjang yang siswa-siswi SMA Perak ketahui, belum pernah ada siswa ataupun siswi SMA Titanium yang memasuki sekolahnya tanpa ada kepentingan tertentu. Vigo pengecualian hari ini. Jelas kedua telinganya mendengar bisik-bisik sepanjang kaki Vigo melangkah. Mencari kelas Tora berada.

Sengaja, Vigo tak ingin menunggu lebih lama sampai Tora pulang sekolah. Baginya, sudah cukup aksi balas membalas dilakukan. Vigo tak ingin ada lagi keributan dan tak ingin menambah daftar panjang urusan-urusannya di luar sekolah. Vigo muak harus menerima balasan dan melihat orang-orang yang menjadi lawan setiap kali pemain streetball dari SMA Perak atau kerabat dekat dari kawanan Tora kalah dan benar-benar K.O.

Semua itu harus segera di sudahi.

"Mau apa lo kesini?" Vigo melirik tajam pada dua orang yang menghalangi jalannya. Dari wajahnya, Vigo mengenali mereka. Dua orang yang ikut terlibat dalam penculikan Gifty.

"Minggir." Dingin suara Vigo terdengar.

Meruntuhkan keyakinan dua orang didepannya yang semula telah terpupuk tinggi. Sebelum keduanya perlahan mundur. Di belakang mereka, Fabian mendorong pelan bahu dua orang itu agar dapat berhadapan dengan Vigo.

Kedua tangannya terlipat didepan dada. Senyumnya sinis. "Mau apa lo?"

"Mana Tora?"

Fabian melirik pada dua orang di sebelahnya. Tanpa mengucapkan apapun, keduanya sudah menghilang. Tatapan Fabian kembali mengamati rupa Vigo.

"Muka lo kenapa, Go?" Nadanya menyindir.

Kalau Vigo tidak ingat tujuannya kesini dan berada didalam SMA Perak, tinjunya siap menghantam wajah menyebalkan Fabian.

Kepalanya bergerak ke kanan. Telunjuk terangkat keatas dan bergerak-gerak sambil membalikkan tubuhnya. Seperti mengisyaratkan untuk Vigo mengikuti langkahnya. Dalam diam, Vigo mengikuti punggung Fabian yang hanya berjarak dua langkah didepannya.

Fabian tidak membawa Vigo ke ruangan kelas. Melainkan sebuah ruangan kotor yang sepertinya jarang sekali di buka apalagi di gunakan. Sejauh matanya memandang, hanya ada banyak sawang-sawang diatapnya. Udaranya terasa lembab karena ruangan ini benar-benar tertutup. Penyangga jendelanya bahkan rusak.

Tubuh Fabian beberapa detik lalu sudah berbalik. "Bentar lagi Tora dateng."

Vigo tersenyum kecut. Benar-benar seperti pesuruh. Seolah Tora merupakan majikan yang harus di turuti keinginannya. Jika diingat-ingat kembali. Cukup banyak anak SMA Perak yang bergabung dalam streetball. Tak seperti SMA Titanium yang hanya beranggotakan Vigo. Dunia mereka memang terlalu keras seperti sedang bermain streetball. Segala masalah hanya dapat mereka selesaikan dengan tangan, bukan otak.

"So sorry, kantin penuh. Gue terlalu males antri buat beliin lo minum." Vigo tahu kalau itu hanyalah basa-basi sebagai upaya memojokkan.

"Kenapa lo nggak minta bawahan lo?" Tidak tahan untuk Vigo sedikit memojokkan balik.

"Siapa yang lo maksud bawahan?"

"Dua orang tadi. Mereka bawahan lo, 'kan?" Vigo terkekeh, mengejek. "Pastinya mau dong lo suruh?"

"Jaga omongan lo, brengsek." Desisnya.

Sebelum suasana makin memanas. Tora datang bersama tiga orang lainnya.

PRARANCANGAN HATI [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang