[PH] - 32. Masa Lalu

4K 499 10
                                    


Sangat wajar jika Sheila tahu keberadaan Vigo yang berada di rumah sakit. Mata-mata Papanya cepat atau lambat akan tahu dan memberinya kabar tentang kondisi Vigo. Ketegangan berlangsung cukup lama. Vigo tidak dapat mengelak lagi karena Sheila kekeuh tetap berada didalam ruang rawat Vigo.

"Seharusnya lo nggak perlu dateng lagi." Dengus Vigo.

"Lo nggak perlu dateng ke kehidupan gue," lanjutnya dengan suara tajam. "Keluarga gue ancur. Nyokap gue meninggal. Itu salah siapa?"

Vigo tak dapat menyembunyikan amarah sekaligus kekecewaannya. "Lo tau tentang perbuatan bokap gue sama nyokap lo. Tapi, lo nyembunyiin itu dari gue. Lama banget lo dan semua orang bohongin gue. Dan lo, lo satu-satunya orang yang gue percaya dalam kondisi itu. Tiba-tiba pergi. Lo ninggalin gue dan sekarang lo balik lagi?! Buat apa?!"

"A-aku—Vigo, waktu itu kita masih terlalu kecil untuk ngerti. Aku juga—"

Vigo mengibaskan tangannya ke udara. "Nggak usah lo ngasih penjelasan ke gue lagi. Setelah lo pergi. Buat gue semuanya udah jelas."

Sheila tertunduk. Menahan tangisnya. "Maafin aku. Maafin mama," bisiknya. "Mama sakit, Go. Dia mau ketemu kamu. Bertahun-tahun mama menyesali perbuatannya."

"Udah terlambat. Nyokap lo minta maaf, apa bisa balikin keluarga gue secara utuh? Apa bisa maaf nyokap lo ngembaliin nyokap gue?"

Vigo mengusap wajahnya. Pilu ia rasakan. Vigo tertawa getir. "Mama udah percaya banget sama Tante Sasa. Nganggep lo dan Tante Sasa kaya keluarga sendiri. Tapi, ini balesannya."

"Vigo—"

Vigo menatap Sheila dalam, tajam. Seketika membuat Sheila mengkerut di tempatnya.

"Kedatangan lo, bikin kehidupan gue ancur lagi untuk kedua kalinya." Satu-satunya yang terbayang di otak Vigo adalah Gifty.

Ah, Gifty.

Tadi dia menyuruhnya pergi. Jelas sekali wajah kaku tergambar dari wajah polos itu. Kemana Gifty-nya pergi?

***

Jika di hitung dari kepulangan Vigo dari rumah sakit. Artinya, sudah empat hari berlalu tanpa ada komunikasi antara Gifty dan Vigo. Empat hari itu membuat Gifty mulai terbiasa. Dalam hati Gifty terus menganggap kalau kehidupannya kembali lagi seperti semula. Tidak harus merasa kehilangan. Toh, pada kenyataan, inilah hidupnya. Hidup sebenarnya yang harus ia jalani.

Kalau dulu ia bisa menjalani hari-harinya tanpa harus mengenal Vigo. Seharusnya, ia bisa melakukannya sekarang.

"Gif—Gifty!"

Lamunan Gifty buyar. Ia menoleh. Mendapati Nana sudah mencolek-colek bahunya.

"Lo nggak bawa bekel dari rumah. Lo mau ke kantin nggak?" Ternyata bel istirahat sudah berbunyi. Gifty terhenyak sesaat. Bahkan Gifty sama sekali tidak mendengar penjelasan dari guru. Tahu-tahu sudah istirahat saja.

Gifty menggeleng, malas. Kalau ke kantin, artinya ada kemungkinan dia untuk bertemu Vigo.

"Nggak, Na."

"Mau nitip?" Tawar Nana seperti biasa.

"Nggak laper."

Nana menghela napas. "Lo yakin? Dari kemarin-kemarin jawaban lo sama terus."

"Gue emang nggak laper, Na. Lo kalo mau ke kantin nggak apa-apa kok." Nana menilik lebih lama raut wajah Gifty. Kemudian dengan terpaksa mengangguk dan beranjak dari kursinya.

"Kalo mau nitip, chat aja ya?"

Gifty hanya mengangguk sekilas. Sepeninggal Nana, Gifty menaruh kedua tangannya diatas meja dan menjadikan itu sebagai bantalan kepalanya untuk terkulai. Baru beberapa menit posisi itu Gifty ambil. Suara Tomy terdengar di telinganya.

PRARANCANGAN HATI [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang