Tak seperti biasanya, Gifty tidak segera memasukkan barang-barangnya kedalam tas. Padahal bel sudah sejak beberapa menit lalu berbunyi. Pikirannya masih melayang pada ucapan Vigo yang sepertinya serius.
"Besok jam 7 gue jemput," ucap Vigo.
"Tangan lo gimana?"
"Besok juga sembuh,"
"Kalo nggak sembuh?"
"Apa gunanya kita punya Tuhan kalo nggak digunain buat minta sesuatu?" Vigo berujar santai. "Makanya, lo doain gue biar besok luka gue sembuh."
Berbicara dengan Vigo memang terkesan tidak pernah serius dan terkesan hanya berputar-putar tanpa ujung. Tapi, hal itu yang disukai oleh Gifty. Karena pada nyatanya, Vigo tak sedingin yang selalu ia ketahui sejak awal menginjakkan kaki ke SMA Titanium.
Gifty mendesah pelan, Vigo mengajak Gifty menonton dirinya bermain streetball disaat teman-temannya tidak ada yang tau dia sudah menggeluti dunia itu? Yah, meskipun Gifty tidak sengaja waktu pertama kali melihat Vigo bermain.
Digelengkan kepalanya keras-keras. Tidak boleh kegeeran Gifty. Tidak boleh berharap terlalu tinggi. Kalau jatuh sakitnya minta ampun.
"Ngelamun aja! Pulang yuk, bareng!" Suara Nana membuyarkan lamunan Gifty.
"Yuk,"
"Mampir Pizza Hut dulu ya tapi. Laper nih."
"Huu laperan dasar,"
Sudah lama tidak pulang bareng Nana. Gifty melirik kursi Mita dan Rani yang ternyata sudah kosong. Untung dua anak itu sudah pulang. Rasanya sangat tidak enak ketika harus menolak tawaran Nana entah untuk pulang bersama atau pergi ke suatu tempat. Mau bagaimana lagi? Dia tidak terlalu nyaman berada dengan Rani dan Mita.
"Mana sih, Pak Iwan?" Nana celingukan mencari Pak Iwan di parkiran. "Gue telpon deh." Tangannya sudah menggenggam ponsel tapi mobil Nana terlihat baru memasuki parkiran.
"Tuh, Pak Iwan."
"Eh iya," Nana mengurungkan niat menelpon Pak Iwan. "Yuk, Gif."
Sebelum tubuh Gifty benar-benar memasuki mobil Nana. Masih sempat dilihatnya Vigo bersama teman-temannya sedang mengerubung entah membahas apa. Tak disangka pandangan mereka bertemu. Menyadari dirinya sedang tertangkap basah, Gifty buru-buru mengalihkan pandangan dan masuk mobil. Sekilas dari sudut matanya, Gifty melihat raut wajah Vigo yang mengendur. Sudut bibirnya tertarik keatas. Tapi, Gifty tak terlalu memedulikannya lagi karena sibuk menanggapi Nana.
"Gif, kayanya tadi Vigo ngeliatin lo nggak sih?" percakapan mereka tersendat saat pertanyaan itu muncul dari bibir Nana.
Lebih tepatnya Gifty yang tiba-tiba terdiam. Menyadari aksi diam malah akan membuat Nana semakin bertanya-tanya, Gifty menjawab senormal yang ia bisa.
"Ngeliatin lo kali, Na." Jawab Gifty.
"Duh, kalo ngeliatin gue mah pasti gue sadar banget kali. Tadi tuh waktu masih nunggu Pak Iwan. Dia kayanya ngeliatin."
"Nggak mungkin lah," basi banget sih, Gifty. "Lagi ngelamun aja kali. Tapi, tatapannya kearah gue. Jadi, kesannya ngeliatin gue padahal nggak."
"Yaa.. Bisa jadi," Gifty baru akan bernapas lega saat Nana melanjutkan. "Tapi, kalo ngeliatin beneran juga nggak apa-apa sih. Kali aja dia tertarik sama lo, Gif. Ya, nggak?" Gifty benar-benar merasa canggung.
Pembicaraan macam apa sih ini.
"Pernah ngobrol panjang lebar aja nggak. Saling kenal satu sama lain juga nggak. Ya masa tiba-tiba?"
KAMU SEDANG MEMBACA
PRARANCANGAN HATI [Completed]
Teen FictionMencari Gifty itu mudah. Datangi saja ke kelasnya, toilet, perpustakaan, atau belakang sekolah. Atau temui saja di rumahnya. Mudah, kan? Mencari Vigo yang susah. Di sekolah susah. Di rumahnya apalagi. Jadi, kalau mau mencari Vigo, tanya saja pada Gi...