"Jujur, Gif. Lo ada hubungan apa sih sama Vigo?"
Bisik-bisik tentang kedekatan Gifty dan Vigo mulai dibicarakan oleh orang-orang. Mengingat dua hari ini Gifty bersama tiga sahabat Vigo sering menghabiskan waktu bersama. Nana yang merasa tidak tahu apa-apa merasa risih dengan bisik-bisik tersebut.
Sejak pertama Tomy meminta Gifty ikut dengannya. Nana menghabiskan waktunya untuk bertanya. Tetapi, Gifty hanya menjawab singkat. Tak menjelaskan alasan sebenarnya. Semakin penasaran lama-lama mungkin bagi Nana karena dari kemarin sepulang sekolah, Gifty langsung melesat pergi dan hanya berpamitan seadanya, tubuhnya sudah menghilang bak di telan bumi sebelum Nana dapat mencegahnya.
Dari gerak-geriknya sejak 15 menit sebelum bel pulang, Nana sudah menyiapkan dirinya untuk mencegat Gifty barang sesaat.
"Na, nanti aja ceritanya. Sekarang, gue beneran harus pergi."
Nana malah memegang lengan Gifty dan menggelengkan kepalanya. "Lo dari kemarin menghindar terus. Kita udah kenal dari kecil. Selalu duduk sebangku. Masa gossip yang udah kesebar gini gue nggak tau kebenarannya?"
Bibirnya mengerecut. Gifty menghela napas dan tersenyum. Mengerti apa yang sedang dialami oleh perasaan Nana. Di pegangnya tangan Nana yang memegang lengannya.
"Gue janji, malem ini gue bakal cerita semuanya ke lo," janji Gifty. "Tapi, sekarang, gue bener-bener harus pergi."
Nana terdiam. Sibuk menimbang-nimbang. Akhirnya ia mengangguk. Senyum Gifty makin lebar.
"Janji?"
"Iya, Na. Janji."
Nana melepas pegangannya dan membiarkan Gifty pergi dengan segala gossip-gosip yang telah ia timbulkan dua hari terakhir.
***
Ketegangan terjadi diantara mereka berempat. Sudah hampir 40 menit lamanya mereka menunggu. Hari ini merupakan hasil tes urin yang telah dilakukan Vigo dua hari lalu. Kemarin, 10 menit itu tak di buang sia-sia oleh Gifty. Selama 10 menit itu keduanya bercakap-cakap. Menceritakan satu sama lain tentang apa yang mereka lewati.
Perasaan campur aduk di landa keempat insan itu. Mereka memutuskan untuk langsung datang dan mengetahui hasilnya. Pintu utama terbuka, keempatnya saling menoleh dan melihat siapa yang baru saja keluar.
Kedua mata Fandy membesar melihat Papa Vigo keluar. Fandy sontak berdiri dan berjalan mendekati Valen. Meninggalkan ketiga orang yang tengah bersamanya saling tatap.
"Gimana Om hasilnya?" Mendengar Fandy memanggil 'om' pada laki-laki yang baru saja keluar. Ketiganya langsung paham kalau beliau merupakan orang tua Vigo.
"Negatif." Jawabnya singkat.
Membuat ketegangan yang sejak tadi hadir mengendur. Dapat dilihat dari keempat wajah mereka yang melembut. Gifty mendesah tertahan. Tak dapat menyembunyikan perasaan leganya. Vigo memang tidak akan pernah menyentuh benda terlarang itu.
Tapi, kelembutan itu hanya terjadi beberapa saat pada Fandy ketika di belakang Valen, tidak ada Vigo yang mengikuti.
"Kalo gitu, mana Vigo, Om?"
Tak seperti menjawab pertanyaan pertama Fandy. Kali ini cukup lama Valen terdiam. Sibuk dengan pikirannya.
"Gimana, Om?" Fandy mencoba mendesak.
Tatapan Valen tajam mengarah kepadanya. Dingin langsung dirasakan seluruh tubuh Fandy. Tatapan yang sama seperti yang sering Vigo lakukan. Tak diragukan lagi kalau tatapan itu menurun dari ayah kandungnya. Ketegangan mulai terbangun kembali pada diri Fandy.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRARANCANGAN HATI [Completed]
Teen FictionMencari Gifty itu mudah. Datangi saja ke kelasnya, toilet, perpustakaan, atau belakang sekolah. Atau temui saja di rumahnya. Mudah, kan? Mencari Vigo yang susah. Di sekolah susah. Di rumahnya apalagi. Jadi, kalau mau mencari Vigo, tanya saja pada Gi...