[PH] - 10. Lo Yang Menilai

6.5K 731 9
                                    


Derap langkah terdengar dari lorong tempat loker-loker berdiri. Gifty sudah hampir telat dan dia belum mengambil buku paket pelajaran pertama. Secepat kilat Gifty membuka kunci loker dan mengambil buku paket yang diperlukan. Tidak sampai satu menit loker itu sudah terkunci lagi.

Gifty membalikkan tubuhnya saat kepalanya justru membentur tubuh seseorang. Bibirnya mengaduh pelan sambil mengusap kepalanya yang terbentur.

"Kepala lo nggak benjol Cuma gara-gara nabrak gue, kan?" kemucnulan Vigo di loker sekolah sudah terjadi dua kali. Dan dua kali itu pula membuatnya terkejut.

Ah, bukan hanya dua kali. Kemunculan Vigo didekat Gifty yang selalu tiba-tiba memang selalu membuatnya terkejut. Masih membekas dibenaknya kemuculan Vigo di supermarket yang mendadak. Gifty sudah berpikiran negatif, jangan-jangan memang Vigo penguntit jahat yang suka mengikuti orang. Tetapi, mengingat Vigo yang meminjamkan uang padanya di supermarket pikiran tentang penguntit langsung lenyap. Gifty jadi malu sendiri karena sudah menuduh yang tidak-tidak. Pasti Vigo mendatanginya karena mau menagih hutang.

"Bentar ya," Gifty mengambil dompetnya didalam tas. Repot sekali mencari dompet dengan buku paket ditangan.

"Ngapain lo?" tanya Vigo.

"Ngambil dompet," kening Vigo mengerut. "Lo datengin gue mau nagih hutang semalem, kan? Bentar ya. Kenapa sih nagihnya pagi-pagi gini. Udah tau bel masuk hampir bunyi."

"Siapa yang mau nagih hutang sih?"

Eh?

Gifty sontak menghentikan gerakannya. "Terus mau ngapain kalo bukan mau nagih?"

"Ngasih ini," Vigo menyodorkan kertas lusuh pada Gifty. Ragu-ragu Gifty menerima kertas itu.

Baru tiga detik kertas itu berpindah tangan, rona merah di wajahnya kembali datang. "A-apaan sih! Ngapain lo ngasih ini ke gue?" seru Gifty.

"Itu punya lo, kan?"

Ragu Gifty menjawab. "Iya. Tapi, kan, udah gue buang."

"Kenapa di buang? Yang digambar dikertas itu gue, kan?" Vigo tak menyadari rona merah di wajah Gifty. Ia malah semakin mencecar Gifty dengan pertanyaan yang membuat Gifty semakin merona.

"Tega banget lo buang gambar gue," lanjutnya. "Ya emang sih daripada gambar, gantengan aslinya kemana-mana sih. Tapi, kenapa dibuang?"

"G-ge er banget. Emang digambar ini lo?"

"Ya, emang gue, kan? Kalo bukan gue. Lo nggak akan malu waktu gue ngerebut ini dari Fandy. Lo juga nggak akan ngebuang karena udah terlanjur ketauan." Gifty tidak menjawab. Napasnya tak terkontrol. Kepalang basah, Gifty ketahuan. Malu sekali rasanya.

"Ngomong-ngomong, kapan lo gambar ini? Berapa lama?" Vigo mengusap dagunya pelan, pura-pura berpikir. "Kenapa harus gue yang lo gambar? Jangan-jangan..."

Vigo mendekatkan wajahnya pada Gifty. Seperti déjà vu, Gifty mengesampingkan tubuhnya, menghindari Vigo.

"Gue emang suka gambar wajah orang. Oke, digambar itu emang lo. T-tapi, bukan Cuma lo aja yang gue gambar."

"Masa sih? Kalo gitu, gue mau liat hasil gambar-gambar lo dong yang lain."

"Nggak boleh. Privasi."

Vigo menyeringai kecil. "Privasi? Apa aja yang belom gue tau dari privasi lo?" Vigo menekankan pada kata 'privasi' dalam kalimatnya. Entah kenapa mendengar Vigo menyebutnya. Benak Vigo memutar kembali waktu dengan lancing Vigo menciumnya. Astaga, sepertinya didekat Vigo bukan hanya rasa malu dan deg-degan yang dirasakan. Tetapi, otaknya ikutan korslet.

PRARANCANGAN HATI [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang