[PH] - 2. Saksi Mata

9K 851 0
                                    

Semalaman Gifty tidak bisa tidur. Dia terlalu khawatir menghadapi esok hari di sekolah. Kejadian pulang sekolah kemarin saja sudah membuatnya malu ditambah dia harus melihat dengan mata kepalanya sendiri saat Vigo membuat lawannya pada permainan basket yang aneh menurut Gifty terjatuh hingga tidak sadarkan diri. Bagaimana kalau Vigo mendatanginya? Melabraknya dan mengancam agar tidak memberitahu pada siapapun. Bagaimana kalau ternyata itu merupakan sebuah rahasia Vigo dari semua orang kalau dia ikut permainan basket aneh seperti tadi malam?

Segala pikiran buruk berkecamuk dalam pikiran Gifty. Ia bahkan rela jalan memutar melewati tangga kedua yang jaraknya untuk sampai ke kelas lebih jauh agar tidak melewati kelas Vigo. Tetapi, namanya pikiran buruk. Itu terjadi karena kita terus memikirkannya saja. Kenyataannya, tidak ada yang terjadi pada Gifty. Vigo tidak menghampirinya apalagi mengancamnya seperti bayangannya semalaman. Saat di kantin tadi Vigo bahkan tidak sedikitpun melirik kearah Gifty.

Melihat itu, Gifty dapat bernapas lega. Tingkah Vigo seolah peristiwa semalam tidak ada dalam hidupnya. Dia sibuk bercakap dengan circlenya. Menatap datar tetapi menusuk pada tiap orang yang kedapatan memandanginya. Mengabaikan keberadaan orang-orang di sekitarnya. Mengabaikan Gifty. Tindakan yang sama seperti Vigo sebelum-sebelumnya. Yang orang-orang telah pahami, termasuk Gifty. Dan itu kabar bagus untuk Gifty, setidaknya untuk kali ini.

"Mau pesen minum lagi nggak, Gif?" tawar Nana yang sudah berdiri hendak memesan siomay keduanya.

Gifty menggeleng pelan dan memfokuskan pandangannya pada semangkuk bakso yang masih banyak.

"Na, kenapa jarang dateng lo sekarang?" Nana merespon dengan cepat saat tubuhnya sukses melewati meja tempat Fandy dkk menikmati makan siangnya di kantin.

"Ya, abis, lo juga jarang sih, Fan. Kan, nggak ada lo nggak asik." Nana asal menjawab.

"Asikk.. dah.."

"Ciee... Fandy!"

"Ntar malem dong ikut." Fandy hanya nyengir lebar mendapati komentar teman-temannya.

"Dimana?"

"Rumah Franda, gebetannya Bayu. Inget, kan, lo?"

"Emang gue di undang nih?"

"Free, babe."

"Ya.. Liat nanti deh."

Bayu menyikut pelan lengan Fandy. "Jangan di php in terus, Na, si Fandy. Kasian dia. Dateng ya nanti malem. Franda pasti seneng deh ketemu sama lo lagi."

"Oke, oke. Liat nanti malem ya."

Sepeninggal Nana yang tengah memesan siomay. Fandy meneruskan percakapannya dengan teman-temannya. Ketika tawa telah menyelimuti mereka dan melihat sedari tadi Vigo hanya terdiam membuat suasana sedikit berganti. Ketiga pasang mata menatap Vigo secara bersamaan.

"Kenapa, Go? Nggak dapet jatah dari Sheila?" Tomy nyelutuk dan sejurus kemudian mendapatkan tatapan tajam dari Vigo. Serentak kedua tangannya terangkat keatas, tanda menyerah. Tidak ingin melanjutkan percakapan kalau sudah seperti itu.

"Diem aja lo daritadi. Sakit gigi?" Fandy yang pada dasarnya sudah tahu luar dalam Vigo, tidak terbebani dengan tatapannya. Ia malah semakin asyik melanjuti celetukannya. "Kata nenek gue, kalo sakit gigi di obatinnya yang ampuh pake air dari cangkang bekicot."

"Sakit gigi apa sakit gusi? Kayanya orang sering salah kaprah deh. Padahal yang sakit gusinya. Tapi, bilangnya sakit gigi." Bayu ikut nyeletuk, nimbrung dengan kalimat asal Fandy.

PRARANCANGAN HATI [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang