19

1.3K 64 0
                                    

Dya menghempaskan punggungnya ke kursi lalu dia terkekeh melihat Alva yang melakukan hal yang sama juga dengannya.

Tadi ia benar benar kerja rodi

Sekarang sudah waktunya bel pulang sekolah namun Alva bilang dia akan mentraktir Dya sebagai tanda terima kasih.

"Dya maaf ya gara gara gue pasti lo bakal berantem sama Renzya"ucap Alva

Dya terkekeh

"Semakin banyak berantem semakin rumit ya, lagian gue ama dia emang lagi gak akur juga si"ucap Dya lalu memakan ice cream di mejanya

Mereka berdua mengobrol tentang sekolah, OSIS, dan lain lain.

***

Dya tersenyum melihat hasil kerjaannya dengan Alva kemarin yang sekarang sudah di pajang di sekolahnya. Misalnya papan gantung dengan kata kata mutiara disana. Bisa dipastikan ketos itu sedang sibuk sekarang. Ketos memang selalu sibuk.

Kemarin dia tidak masuk kelas dengan keterangan membantu ketos

Tak sengaja matanya menatap pacarnya yang juga sedang menatapnya, mereka terdiam saling menatap hingga Dya yang pertama kali tersadar dan memutuskan pandangannya.

"Dya, kemaren gimana?"tanya Sasha

Dya mengernyit "gimana apanya?"

"Ya itu pacar lo sama Alva berantem, gila kali ya pintu OSIS dibuka, udah deh jadi tontonan rakyat"ucap Sasha

Dya mengedikkan bahunya acuh

Padahal pikirannya melayang entah kemana, apa kemarin dia tidak keterlaluan?sepertinya tidak.

Malahan sebenarnya dia malu banget sama Alva, gara gara pacarnya si ketos jadi babak belur begitu. Salah paham lagi. Untung Alva sudah berteman baik dengannya.

Dan untung saja tidak ada yang melaporkan kejadian itu BK, kalau ada pasti jabatan Alva sebagai ketua OSIS akan dipertanyakan.

"Guru pada rapat"ucap Cinta yang tiba tiba datang bersama Tia

Dya menghela nafas, kalau begini bisa bisa dia malah ngegalau. Dia bangkit dari mejanya lalu melenggang pergi, mungkin di perpustakaan bisa membuatnya nyaman tanpa harus bertemu dengan pacarnya.

Baru menginjakkan kaki di perpustakaan, dia langsung disambut dengannya dinginnya pendingin ruangan, bau bau khas buku, dan ruangan yang sunyi.

Sudah pasti jarang siswa yang datang ke perpustakaan

Dya berjalan ke lebih dalam ke perpustakaan-

Bruk

"Eh maaf"ucap Dya saat tak sengaja menabrak meja yang diatasnya ada seorang siswa sedang menengkelupkan wajah di lipatan tangannya

Sepertinya siswa itu sedang tertidur jadi Dya kembali melanjutkan langkahnya-

"Dya"

Langkahnya terhenti lalu dengan cepat dia menggeleng

"Dya"

Akhirnya dia membalikkan badannya dan langsung menatap wajah pacarnya yang sudah babak belur dengan tampilan yang acak acakkan.

"Maafin aku"ucap Renzya

Renzya mendekat "aku tau aku salah, dari mulai aku yang ingkar janji, aku yang gak ngabarin kamu dan buat kamu khawatir, sampai nonjok Alva"

Dya terdiam

Namun setelah itu Renzya langsung membawa tubuh Dya ke pelukannya dan mengusap rambutnya, dan dia yang meletakkan kepala di bahu pacarnya.

"Kamu belum kenal aku, terbukti dari kamu tidak tahu bagaimana cara aku menyampaikan sebuah rasa"bisik Dya yang sudah mulai menangis tanpa suara

"Maka buat aku lebih mengenalmu, dan beri tahu aku bagaimana cara kamu menyampaikan sebuah rasa"bisik Renzya

Mereka duduk disalah satu meja, memutuskan untuk berada di perpustakaan lebih lama yang mungkin lebih nyaman untuk dibuat ngobrol berdua.

"Maaf ya tadi aku ngebentak kamu, terus kemaren ngelempar kamu pake bola"ucap Dya

Renzya tersenyum dan mengacak rambut gadis di depannya

"Mukanya udh diobatin belum?"tanya Dya

Renzya mengangguk "udah tadi sama Zahram, Kareef, Verrel, berasa homo gue"

Dya tertawa

Benar kata orang, sebuah pertengkaran hanyalah sebagai hiasan sebuah hubungan agar lebih dekat. Kalau saja kejadian ini tidak ada, pasti Renzya masih dengan pikirannya bawah Dya adalah gadis yang penuh gengsi untuk mengungkapkan sebuah rasa.

Kita itu dibuat dari aku dan kamu yang bersatu, yang berarti tidak bisa hanya mengikuti satu ego saja. Kita itu adalah dua orang yang bisa berjalan bersama walau mempunyai ego yang berbeda.

Kita itu bukan yang satu berjalan di belakang, sedangkan yang satu berjalan di depan. Atau juga yang satu berlari, yang satu berjalan pelan. Namun kita itu, yang satu siap menangkap dan yang satu siap mengulurkan tangan. Jika jatuh selalu ada yang siap menangkap, dan jika sedang terpuruk ataupun kesusahan ada yang siap mengulurkan tangan untuk membantu.

Ego bukan alasan untuk menjadi kerusakan sebuah hubungan, namun ego adalah sebuah alasan hubungan menjadi lebih erat.

No to ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang