36

1.2K 69 0
                                    

Angin malam yang menusuk sampai tulang, tidak ia hiraukan. Dinginnya belum sedingin hatinya, duduk di kursi yang berada di balkon dan menatap kosong langit yang tak berbintang.

Matanya memerah, hidungnya sedikit berwarna merah karena kelamaan menangis, sedangkan di pipinya ada aliran cairan bening. Tidak deras, hanya tetes tetesan, namun lebih terlihat menyedihkan.

Di genggamannya banyak foto foto dirinya dengan seseorang yang sudah di cetak.

Dia tidak mengerti lagi, apa yang besok akan terjadi pada dirinya. Ekpresi apa yang kira kira tercipta di wajahnya lalu telinganya harus siap mendengar kabar selesai hubungannya.

Dya telah menerima dua resiko dari jatuh cinta. Melepaskan dan di lepaskan. Merelakan seseorang di hati yang sedang mencari kebahagiaannya.

Kenapa hubungannya yang berawal manis jadi berakhir menyakitkan?

Kenapa semua kalimat lembut orang itu katakan tetap terdengar menyakitkan di telinganya?

Kenapa hanya dengan dua kata itu, sebuah hubungan bisa berakhir?

Kenapa hanya dengan alasan sederhana, sebuah hubungan bisa berakhir?

Kenapa pelukan yang biasanya hangat menjadi dingin?

Kenapa harus orang yang mengaku akan menjadi sumber kebahagiaan namun malah menjadi sumber dari luka?

Kenapa harus ada kalimat kalimat manis yang membuatnya susah lupa?

Kenapa senyuman bisa dengan cepat terganti?

Apa mungkin karna dia terlalu banyak berharap?

Seperti kata sahabatnya, berharap adalah sumber rasa sakit.

***

Dya melangkahkan kakinya pelan di trotoar sambil mengusap tangannya, hari ini hari Minggu dan kedua orang tua besarta adiknya sedang olahraga pagi entah dimana.

Dan dia bisa keluar dengan bebas

Tidak, dia bukan ingin berolahraga namun dia ingin duduk di taman menenangkan hatinya yang akhir akhir ini sedang kacau.

Dia duduk di bangku dekat lapangan untuk bermain basket, kepalanya menunduk seraya mendengarkan lagu melalui earphone yang telah tersumpal di telinganya.

Buk

Sebuah bola basket menggelinding ke kakinya, Dya mengambil bola dan kepalanya mendongak-

"Hai"

Dya melepas earphone di telinganya dan memberikan bola basket ke orang yang punya

"Yaela judes amat, senyum napa. Kan gue udah bilang jangan mau digantungin dengan kata break"

"Var"tegur Evan

Varo mendengus "lagian keras sih kalau dibilangin"

Dya bangkit dari duduknya, padahal dia ingin menyari ketenangan tapi yang dia dapat malah sebaliknya.

"Gini aja deh, lo mending main basket bareng kita"ucap Evan

Dya mengernyit lalu menggeleng "gak bisa"

"Coba aja dulu"

Dya tertawa saat dirinya mencoba dribble bola basket namun bolanya malah menggelinding ke arah yang lain, atau saat sedang melakukan passing bolanya malah mengenai orang lain membuat dia dan Varo berlindung di balik tubuh Evan.

Bahkan tak jarang dia terjatuh karena di body dengan Varo atau juga Evan

Dya tertawa saat melihat sepatu Varo disangkutkan ke ring basket oleh kakanya sendiri

"Gitu lo bang"gerutu Varo seraya meloncat mengambil sepatunya

Evan tertawa

"Eh ada es krim, beli yuk!"ajak Varo

Mereka langsung menghampiri tukang es krim keliling, mengambil es krim dengan rasa yang berbeda beda.

Dya Vanilla, Evan cokelat, dan Varo strawberry.

Dya menjilat es krim di tangannya "siapa yang bayar?"

Tanpa dosa dua orang itu melirik sau orang yang sedang memakan es krim cokelatnya.

Evan mendengus, selalu saja begitu. Bisa bisa dia bangkrut deh.

Dya tersenyum samar, padahal dia memikirkan kalau dia dan orang itu akan memakan es krim bersama seperti ini setelah hubungannya membaik. Tapi ternyata kenyataannya bukan begitu.

Kenyataan malah berbeda dengan pikirannya

"Kaka cantik ngapain ngejilatin cone doang?"

Dya tersentak dan baru menyadari.kalau sedari tadi dia malah menjilat cone, bukan es krimnya

"Masalah aja sama lo"ucap Dya

"Masalah tuh sama gue, kalian makan es krim tapi yang bayar gue"ucap Evan kesal

Varo tertawa "lo juga makan bang"

Evan memeperkan es krimnya ke wajah Varo lalu tertawa dan berlari pergi "makan noh!"

Dya ikut berlari, takut dia malah jadi sasarannya

"Evan!"pekik Dya saat wajahnya dipeperkan es krim juga

Evan tertawa "lo juga sama saja!"

Dya mendelik kesal, kini mereka bertiga menjadi pemandangan lucu bagi orang orang yang sedang berolahraga disana

"Ah gue ngambek"ucap Varo lalu duduk di rerumputan

"Yaudah pulang aja yuk Dya!"ajak Evan

Evan dan Dya langsung melenggang pergi berdua

"WOI MASA GUE DITINGGAL?!"


















No to ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang