Kelas 12, walapun baru masuk namun sudah banyak siswa yang disibukkan dengan les. Atau juga sudah disibukkkan dengan pergantian jabatan, dari mulai OSIS sampai eskul.
Kalau eskul dance sendiri sudah pergantian jabatan beberapa hari yang lalu dan setelah itu kelas 12 sudah tidak eskul lagi karena sibuk.
Kini Dya sedang berada di depan tempat lesnya menunggu jemputan-
"Kaka cantik!"
Dya mendengus lalu langsung masuk ke dalam mobil berisikan adik kaka yang sama sama jail
Ya, Evan dan Varo bermetamofosis menjadi tukang antar jemput
"Mobil siapa ni?"tanya Dya saat menyadari ini bukanlah mobil bermodel lama
Varo yang duduk di belakang memajukan badannya "gue la"
"Masih punya papah"sela Evan cepat
Varo memberengut kesal
Dya langsung turun saat sudah sampai di depan rumahnya tanpa mengucapkan satu kata-pun, saat di garasi langkahnya berhenti.
Dia melihat adiknya sedang meringis di kursi-
"Ka, tolongin gue"ucap Bian
"Tadi gue ditendang pake kursi sama papah gara gara ngilangin berkas berkasnya. Gue takut"ucap Bian
Dya tertawa, seperti tawa meremehkan lalu melangkahkan kakinya seraya berbicara "gue udah sering ngerasain itu"
"Ka!"
Dya tidak peduli dan tidak akan peduli
***
Dya memainkan ponselnya di atas kasur, gara gara kesibukannya dia jadi jarang memainkan ponsel.
Apalagi di lesnya sedang TO bersamaan dengan sekolahnya yang hampir seluruh pelajaran ulangan harian.
Kepalanya ingin meledak
Kalau saja dia tidak ingat dengan bagaimana nasib masa depannya, dia sudah tidak akan mau sekolah.
"Ka, ada bang Evan sama Varo"
Dya mendengus, dia langsung bangkit dari kasurnya
"Kenapa?"tanya Dya jutek
Varo terkekeh "jangan judes gitu"
"Temenin gue beli bakso dulu di depan"ucap Evan
Dengan malas Dya mengikuti langkah Evan, sedangkan Varo mengobrol dengan Bian
Gadis itu baru sadar, semenjak kelas 12 dia jarang berpergian kecuali saat sedang les. Sekarang jadwalnya hanya sekolah lalu les lalu pulang.
Kata orang saat menjelang UN malah harus santai aja, sayangnya Dya bukan orang yang gak belajar tapi tetep bisa dapat nilai bagus.
"Dy, apa lu gak bisa ngerubah sedikit aja sifat lu ke Bian lebih baik?anggap dia Dy"tanya Evan
Dya yang sedang melamun langsung tersentak dan langsung merasakan amarah yang sudah meledak ledak di dalam hatinya.
Dia sangat tidak suka dengan topik ini
"Gue kasian sama dia, lo juga jaga jarak sama mamah papah lu, kan?Dy, luluh dikit"ucap Evan lagi
Dya menggeram dan berhenti melangkah begitu juga dengan Evan "mendingan lo pergi!"
"Gue gak bisa temenan sama orang yang ngatur ngatur gue, dan ikut campur hidup gue!"ucap Dya dengan suara meninggi
Enak saja, dia sudah mati matian untuk hidup seperti pada umumnya lalu tiba tiba ada orang yang menyuruhnya berubah. Tidak akan.
Lagipula disini dia yang terluka, kenapa dia juga yang harus berubah.
"Bukan gitu maksud gue"ucap Evan
"Gini ya, asal lo tau. Ada luka yang tak bisa disembuhkan, ada kecewa yang tak bisa hilang dengan kata maaf. Sama juga kaya gue, lukanya terlalu dalam, kecewanya juga terlalu dalam sampai kata maaf malah jadi sesuatu yang basi buat gue"ucap Dya coba untuk lebih tenang
Dya menghela nafas "mungkin gue bukan kaya orang lain yang punya hati tulus, bisa maafin orang walaupun dia kecewa. Jadi kalau lo mau itu terjadi sama gue, mending lo pergi"
Dya membalikkan badan dan langsung berjalan kembali ke rumahnya dengan langkah cepat.
Iya, hatinya mungkin tidak sebaik itu atau juga setulus itu. Dia bukan orang yang bisa dengan gampang memaafkan sesuatu yang menurutnya sudah terlalu dalam.
Dia lebih suka hidupnya yang sekarang. Tidak menghiraukan adiknya, dan sedikit memberikan jarak pada keluarganya.
Bukannya dia mau durhakan, namun dia juga tidak mau terus terusan terluka. Sesuatu pasti ada batasannya.
"Loh, udah beli bakso?mana baksonya?abang gue mana?"tanya Varo
Dya menarik tubuh Varo hingga bangkit dari duduknya "pergi lo sama abang lo itu, gak usah temenan dan sok baik kalau kalian cuman mau ikut campur ke hidup gue"
Dya langsung membawa Varo keluar dan mengunci pagarnya, dia tau ini tak sopan tapi biarkanlah. Dia tidak peduli-
"Ka lo apa apaansih?!gak sopan tau gak?!"bentak Bian
Dya mendorong tubuh adiknya "lo yang apa apaan?!ngapain lo ngadu sama mereka?!gak cukup perlindungan dari mamah papah lo?!"
"Udah ya Bian, hidup lo jangan caper. Jadi cowo tuh jangan leyeh!dikit dikit ngadu, muak tau gak?!"
Bian menendang pot plastik di dekatnya
Dia mengacak rambut frustasi "terus harus gimana lagi biar lo berubah kak?!"
"Lo boleh marahin gue kaya dulu, lo boleh bentak bentak gue kaya dulu. Terserah lo, yang penting lo masih anggap gue"lirih Bian
"GUE GAK BAKAL BERUBAH!"teriak Dya
"Mati matian gue hidup diantara luka dan kecewa dan sekarang lo minta gue berubah?!gak bakal!"
"SADAR SAMA DIRI LO, APA YANG UDAH LO PERBUAT SAMA GUE!"
Dya menabrak tubuh adiknya, lalu langsung masuk ke dalam rumahnya. Dia harus menenangkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
No to Chance
Teen FictionRenandya Afahranda Dirga, cewe tergalak yang pernah ada Renzya Thomas Willyam, cowo paling susah diatur Mereka sepasang kekasih. Anak anak lain menyebut mereka pasangan dengan sembilan nyawa- Kenapa begitu? Penasaran dengan cerita mereka? Yuk dibaca...