24

1.1K 63 0
                                    

Pagi pagi Dya sudah berada di sekolahnya, daripada dia bertengkar dengan Rena nantinya lebih baik dia pergi ke sekolah pagi buta seperti ini.

Matanya menyapu ke lapangan, di telinganya tersumpal sebuah earphone. Dia memilih duduk di pinggir lapangan, matanya memejam menikmati semilir angin yang masih menyejukkan menerpa wajahnya.

Dya adalah saksi dimana saat kedua orang tuanya harus jatuh bangun dengan kerasnya dunia. Dari mulai saat konveksi dan percetakkan papahnya yang jaya, mamahnya yang masih kerka di bank, lalu usaha papahnya yang memburuk malah menimbulkan kerugian, mamahnya yang berhenti bekerja, lalu papah dan mamahnya yang harus berhutang kesana kesini, atau juga menagih utang orang yang selalu membuat alasan, sampai akhirnya sekarang usaha papahnya sudah membaik malah bisa di bilang sukses.

Setiap Dya menginginkan sesuatu pasti dia di suruh untuk berjuang dulu, bahkan kebanyakan barang barang yang ia punya adalah hasil berjuangnya dulu.

Berbeda sekali dengan Bian yang selalu mendapatkan sesuatu tanpa harus berjuang. Bian adalah cucu laki laki satu satunya dari keluarga papahnya, wajar dia paling di sayang.

Tapi menurut Dya itu berlebihan

Dya membuka matanya lalu menghela nafas berat, sebuah colekan di bahunya membuat dia menoleh.

Dya melepas earphonenya "gue lagi gak mau debat"

Evan terkekeh "geer sekali anda"

Dya hanya diam menatap lurus

Evan ikut duduk di sebelah gadis itu "galau mulu sih lo"

Dya memincingkan mata "sok tahu banget sih lo!"

Evan memandang langit "makanya gausah cinta cintaan kalau gamau galau"

Setelah mengatakan itu dia langsung berlari pergi sebelum terkena amukan

***

Dya berjalan berisihan dengan Renzya, dan jangan lupakan tangan yang terpaut seolah mereka ingin menyebrang.

"Yang, nanti aku mau sparing. Mau nonton gak?"tanya Renzya

Dya menggeleng "banyak tugas, maaf ya. Tapi kamu harus tetep semangat!"

Dya menyipitkan matanya saat tak sengaja menatap dua siswa yang tak asing di matanyaa sedang berbicara, namun yang satu terlihat menahan emosi, sedangkan yang satu malah terlampau santai.

Ada apa ya sampai emosi begitu?

"Evan, Varo?"

Namun setelah itu dia sudah ditarik untuk masuk ke dalam kantin. Renzya membeli makanan sedangkan Dya hanya duduk di mejanya.

"Dya kapan putus sama Renzya?"

Celetukan itu membuat Dya tertawa seraya menggelengkan kepalanya pelan, sedangkan rombongan yang menyeletuk dan menyeletuk tadi juga tertawa. Itu hanya sebuah candaan, jadi ya tidak masalah. Apalagi dulu pas Dya jaga koridor, banyak banget yang iseng seperti itu.

Namun suara tawa itu berhenti saat Renzya datang dengan dua porsi nasi remes dan es teh manis di tangannya.

"Yang, kamu potong rambut gih udah panjang"ucap Dya seraya merapikan rambut pacarnya

Renzya menggeleng lalu tersenyum lebar "enggak, kaya gini udah keren"

Dya mendegus "gausah sok jambul deh"

Setelah itu dia menjambak rambut pacarnya lalu dia kembali memakan makanannya, Renzya meringis

"Pacar jahat"sungut Renzya

Dya memeletkan lidahnya "biarin"

"Dya, pacar lu dapet nilai ulangan tiga!"

Renzya tersedak makanannya sedangkan Dya sudah menatap tajam pacarnya-

"Aduh aduh sakit!"rengis Renzya saat mendapatkan pukulan bertubi tubi di behunya

Pemandangan itu luput dari perhatian beberapa siswa disana yang sudah terbahak, apalagi siswa yang membocorkan bahwa Renzya mendapatkan nilai tiga

"Ampun ampun!"teriak Renzya

Dya berhenti memukul "bisa bisanya sih!"

"Ya bisala"jawab Renzya

"E-eh iya ampun"ucap Renzya saat melihat tangan Dya yang sudah siap untuk memukul dirinya

"Si Renzya takut Dya......si Renzya takut pacar...."

Nyanyian tersebut membuat Renzya menggeram, siswa siswa yang berada di dekat mejanya menyanyikan lagunya

"Diem gak?!"bentak Dya

Seketika menjadi hening, dan Renzya langsung memasang wajah tengil meledek

"Lo juga mukanya!"sentak Dya

Dya menarik pacarnya keluar dari kantin lalu pergi ke perpustkaan.

Dya mengambil beberapa buku lalu menaruh diatas meja yang sedang di duduki oleh pacarnya "belajar!"

Renzya melotot "tidakkkk"

Dya berkacak pinggang "entar gede lo tuh bakal jadi kepala keluarga, masa nilainya gini amat!"

Renzya tersenyum menggoda "tenang, gue akan jadi kepala keluarga yang baik buat keluarga kecil kita nanti"

Dya mengernyit

"Jangan mikir kejauhan!"

"Loh?emang kamu enggak mau nikah sama aku?"tanya Renzya

Dya menghela nafas "jangan ngendahuluin rencana Allah deh, kita kan enggak tau hubungan ini nantinya bakal gimana"

"Tapi gue yakin kita bakal sampe nikah"ucap Renzya

"Terserah lo!"cibir Dya

"Lagian gue juga gak mau nikah sama cowo yang gapeduli sama nilainya"ucap Dya

Renzya langsung menegakkan punggungnya "oke gue bekajar!"

Dya tersenyum lebar











No to ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang