30

1.1K 57 1
                                    

Semenjak hari itu, Dya sering keluar bersama sahabat sahabatnya. Anggap saja pembayaran atas waktunya dulu. Namun tak bisa dipungkiri dia masih sering menangis memikirkan seseorang.

"Kak, dipanggil papah"

Dya membuka pintu dan langsung menuju ruang keluarga dimana papahnya berada. Ngomong ngomong, papahnya baru pulang setelah dua minggu di luar kota.

"Apa pah?"tanya Dya

Aldi melempar raport ke atas meja "kamu jangan main mulu!liat nilai kamu!"

Dya menghela nafas berat "iya pah"

"Main hape mulu sih begini kan jadinya"ucap Aldi

Dya hanya diam, setelah Aldi pergi barulah dia juga pergi.

Nilai dia rata rata 8 kenapa dibilang main terus sih-

"Ih"gumam Dya kesal

Brak

Dya berdecak pelan "cupu"

"Maksud lo apa?!"tanya Bian dengan menaikkan beberapa oktaf suaranya

"Maksud gue apa?!ya lo cupu!"jawab Dya

Moodnya tambah buruk sekarang

"Gue gak ngerti ya sama lo, entar bilang gue pengecut, entar bilang gue cupu, entar lo bilang benci gue. Gak jelas hidup lo!"ucap Bian yang sudah mulai emosi

Dya menatap tajam adiknya "terus kenapa?!urus aja hidup lo!"

"Orang manja, cupu, dan pengecut kaya lo biasanya masih suka susah buat urus hidupnya sendiri"ucap Dya tertawa hambar

"Gue-"

Ucapan Bian langsung terpotong

"Lo cupu!dari dulu lo gak pernah berani lawan orang yang nindas lo, kan?"tanya Dya

Bian terdiam, ucapan kakanya memang benar walau menyakitkan. Tapi tidak seharusnya kakanya seperti ini.

"Terus kenapa?"tanya Bian

"GUE BENCI SAMA LO!"teriak Dya lalu melanjutkan langkahnya

Karna masih penasaran, Bian menarik tangan kakanya dan membalikkan tubuh gadis itu.

"Lo gak punya alasan yang jelas"ucap Bian

Dya menghela nafas "lo udah ambil semua dari gue, lo yang buat gue hidup tanpa ada kebebasan, lo yang buat gue merasa bisa hidup sendiri, itu semua gara gara lo"

Bian mengerutkan dahi "gue gak ngerti!"

"Hidup lo selalu enak, minta apa apa langsung di kasih, ngebuat salah dikit cuman di tegur. Jelas beda sama gue, kalau mamah sama papah cuman mau punya anak laki laki, kenapa mereka gak buang gue aja dari awal?"ucap Dya sendu

Dya langsung masuk dan mengunci kamarnya

Ajaran keras dari papahnya dulu kini melekat pada diri Dya. Dya yang kadang bisa kasar, keras, dan galak.

***

Hari ini, Dya sudah harus masuk sekolah dan dia berharap hubungannya dengan Renzya akan membaik.

Dya melangkahkan kakinya santai di koridor, terlihat wajah wajah wajah asing yang sepertinya mereka anak kelas 10. Dya sudah kelas 12, berarti dia bebas kemana saja tanpa ada introgasi dari siapapun.

Namun langkahnya terhenti saat melihat pemandangan yang berjarak beberapa meter di depannya-

Renzya yang sedang menggoda siswi siswi yang lewat, ada beberapa siwi yang takut akan Dya nanti tiba tiba datang ke kelasnya, ada yang tersipu malu, atau ada juga yang sinis.

"Intropeksi diri?"gumam Dya

Dia langsung berlari ke kamar mandi dan membasuh wajahnya, memghilangkan jejak jejak air mata.

Dya menatap pantulan dirinya di cermin "gue harus kuat"

Setelah itu dia ke kelasnya, mengobrol bersama ketiga sahabatnya. Dia tidak mau sibuk dengan dunianya sendiri lagi sekarang.

Ya, kelas 12 di sekolahnya tidak diacak lagi. Jadi ya siswa siswanya sama dengan kelas 11nya dulu.

"Cie kelas 12!"

"Haha, ujian bentar lagi!"

"Siap siap bakal putus dengan alasan mau fokus UN dulu!"

"Makan dah tuh praktek!"

Celetukan celetukan itu membuat Dya tertawa

"Dya ke jalan yuk, lagi ada diskon!"pekik Sasha yang disambut antusias oleh Tia dan Cinta

Dya menaruh tasnya lalu duduk "apaan yang diskon?"

"Kutek kutek lucu gitu, ah pokonya kita harus kesana"ucap Sasha

"Kalau gak diskon mahal soalnya"ucap Sasha lagi

"Yaudah ayo"ucap Dya

Namanya juga cewek, pasti suka sama segala sesuatu yang diskonan, apalagi kalau diskon besar besaran.

"Ini nih calon calon istri yang bakal bikin suaminya bangkrut"

Celetukan itu membuat Dya, Sasha, Tia, dan Cinta langsung menatap tajam Evan.

"Gue cinta damai bro"ucap Evan lalu berlari pergi sebelum dia terkena amukan

No to ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang