31

1.1K 64 0
                                    

Dya memasukkan mobilnya lalu berjalan masuk ke dalam rumah membawa sebuah paperbag berisikan satu botol kecil kutek, tadi dia tergoda dengan diskonan itu.

Sebelum dia masuk ke dalam rumah, ada sebuah motor yang masuk. Adiknya.

"Darimana ka?"

Dya hanya mengedikkan bahu acuh, malas menjawab

"Kalau ditanya dijawab!"bentak Rena

Dya memutar badannya dan menatap kedua orang tuanya yang sudah menatapnya tajam "ke mall"

"Assalammualaikum!"

"Darimana Bi?"tanya Rena

Bian cengengesan "abis kerkom mah"

Dya memutar bola malas, alasan klasik. Kalau kerkom dan sampai malam begini, sudah pasti ada campuran yang lainnya.

Dulu dia sudah pernah merasakan, jadi sudah terlalu hapal dengan alasan ini-

"Kamu kenapa pulang malam?kebiasaan suka lupa waktu"tanya Aldi ke anak sulungnya

"Aku tadi pulang sekolah udah sore"jawab Dya malas

"Kalau udah pulang sore ngapain malah keluar?!sudah banyak uang kamu ke mall sampai malam?!"bentak Aldi

Dya menunduk, ada rasa takut yang menjalar ke hatinya, dan diam diam bayangan dia dan Aldi di masa lalunya menyelusup ke otaknya.

Dya takut

"Loh, tadi aku perasaan liat kaka sama cowo deh"ucap Bian berniat hanya untuk sekedar meledek

Dya mengerutkan dahinya, tadi dia pergi dengan ketiga sahabatnya dan tidak ada satupun cowo.

"Mamah udah bilang, kamu gak boleh keluar malam sama cowo!"bentak Rena

Bian ingin berbicara namun Aldi sudah menyela duluan-

"Belum aja kamu dipukul lagi kan?dialusin kok malah diminta dikasarin, gak malu kamu harus dipukul?!"ucap Aldi dengan suara yang memenuhi rumah

Dya tambah dibuat takut, matanya langsung berkaca kaca namun dia sekuat tenaga menahan agar tidak nangis disini. Dia tidak boleh terlihat cengeng disini, di depan Rena, Aldi, dan Bian.

"Uang jajan mamah potong"putus Rena

"Dan kamu gausah keluar keluar dulu kecuali sekolah sama les"tambah Aldi

Kalau dulu Dya akan berjalan pergi dengan dumelan dan hentakkan kaki, berbeda dengan sekarang. Dya langsung pergi ke kamarnya tanpa mengucap satu patah kata pun.

"Ka, maaf"

"Tadi niatnya gue cuman mau ngeledek, gue gatau kalau bakal jadi seserius ini"

Dya memejamkan matanya membuat cairan bening langsung menetes begitu saja ke pipinya-

"Lo emang alasan terkuat kenapa gue selalu kena amarah papah"ucap Dya pelan berusaha untuk menutupi suara paraunya

"Dari dulu lo emang suka jail sama gue dan selalu gue juga yang bakal kena imbasnya"

"Ka-"

Dya membalikkan badan "puas lo?!"

"Puas liat gue diomelin?!puas gue digituin?!suka, kan lo?!dari kecil lo emang selalu suka gue diomelin sama mamah papah"ucap Dya

Dya menarik nafas "lo itu udah dapetin segalanya tapi kenapa seolah lo masih ingin terus bikin gue tersiksa sih?"

Bian menggeleng, ada rasa bersalah yang besar di hatinya apalagi melihat kakanya menangis begini "lo salah ka, malah kadang gue iri sama lo. Lo selalu bisa ngapa ngapain sendiri"

"Itu menurut lo, tapi gue kaya gitu bukan sepenuhnya karna gue mandiri tapi karna mamah sama papah yang terlalu fokus sama lo, mungkin di mata lo gue keren tapi di mata mamah sama papah, semua tante, dan mbah ataupun oma, gue bukan apa apa"ucap Dya terisak

Runtuh sudah pertahanannya

"Gue cape Bi, hidup gue gak pernah dihargai, gue selalu di remehin. Dan sekarang gue malah merasa hidup gue gak berarti bagi mereka, apapun yang gue lakuin, gue tetap bukan apa apa"ucap Dya dengan nada yang melemah

Dya memejamkan mata, sesak di dada karna menangis membuat nafasnya tersengal sengal dan bahunya yang bergetar naik turun. Masih ingat betul, kalau dulu dia akan begini jika papahnya sudah kasar atau main tangan.

Dya membuka matanya "jadi bisa gak lo urus hidup lo sendiri aja?hargai sedikit usaha gue buat tetap hidup di keluarga yang gak pernah nganggep gue sebagai orang yang mempunyai kelebihan"

Dya membalikkan badannya berniat untuk melangkahkan kakinya, namun dia berbicara dengan suara pelan "hidup gue gak semenarik itu sampe buat lo pengen masuk ke dalamnya"

Brak

Dya langsung loncat ke kasur dan menatap langit langit kamarnya dengan pikiran yang kemana mana. Kebiasaannya dari dulu, kalau menangis pasti menatap langit langit atau suatu objek lalu dia akan melamun.

Dulu Dya pikir dia hanya iri dengan adiknya, namun salah. Lama kelamaan rasa iri itu berubah menjadi amarah yang terpedam terlalu dalam hingga kadang ia susah untuk memyampaikan rasa marahnya, kadang dia suka merasa benci, kadang dia suka merasa dendam.

Memang jika dipikir dia berlebihan tapi sikap keluarganya juga lah yang ikut andil dalam perasaan yang tak seharusnya ada terhadap seorang kaka ke adik.









No to ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang