23

1.1K 65 1
                                    

Dya menatap benda di depannya dengan sebuah kilatan marah yang terlihat jelas di matanya.

Namun perhatiannya teralihkan suara perdebatan, dia melangkahkan kakinya keatas dan diujung tangga ada adiknya yang sedang duduk melamun.

"Ka, mamah sama papah masih berantem?"

Dya tetap mekangkah namun langkahnya berehenti saat mendengar suara kaki beradu dengan lantai di bekakangnya-

"Ka, kamu uang jajan banyak banget!jangan bikin uang papah habis, kamu itu juga kalau dibilangin lampu dimatiin ya dimatiin, kalau air dimatiin ya matiin!kaya bisa bayar aja!"

Lihat, siapa yang menjadi pelampiasan amarah orang tuanya

Dya hanya diam, membuat amarah Aldi makin meledak dan mencengkram lengan anak perempuannya-

"Denger, gak?!"

Sejujurnya masih ada rasa takut yang menyelimuti hati Dya saat menatap mata marah papahnya, bayang bayang masa lalu langsung membuat pikiran pikiran negatif terngiang di kepalanya.

"Denger"cicit Dya

Aldi langsung pergi

Dya berjalan lalu menoleh ke belakang dimana adiknya yang sedang menatapnya juga, dia terkekeh pelan membuat siapapun akan bingung dibuatnya.

Dia langsung melangkah masuk ke dalam kamar dengan pintu yang dibanting

"Kenapa gue doang yang disalahin?!"gumam Dya yang sudah mondar mandir

"Kenapa keluarga ini gak bener bener ancur aja?!kenapa lo harus lahir?!"gumamnya lagi

Dia mengambil gunting lalu menusuk nusuknya ke sebuah sterofoam yang berada di meja belajarnya. Makin lama tusukan gunting itu makin cepat dan makin kuat, sampai akhirnya Dya melempar gunting itu asal dan berjalan mondar mandir lagi.

Tanganya gatal ingin melakukan sesuatu tapi tidak mungkin, dia butuh pelampiasan namun bukan dengan benda namun dengan orang.

Dia duduk di pinggir kasur, dan menyenderkan kepalanya ke senderan kasur, tangannya mencengkram kuat seprai kasurnya, matanya terpejam menahan sebuah rasa yang sudah membucah di hatinya saat ini. Lalu matanya terbuka dan dia menghela nafas.

Terukir sebuah senyuman miring lalu dia langsung tertidur

***

Dya terbangun saat mendengar suara mesin mobil, dia melihat dari jendela bahwa Rena, Aldi, dan Bian sedang memasuki mobil. Setelah itu mobilnya langsung melaju.

Dia masih terdiam menatap keluar jendela sampai tak menyadari cairan bening mengalir begitu saja di matanya.

Dya mengusap wajahnya kasar "ngapain gue nangis?!"

Dia bangkit dan langsung keluar kamar, dia masuk ke kamar sebelahnya yang tak lain adalah kamar adiknya.

Bisa dibilang kamar Bian termasuk rapi untuk kalangan anak laki laki, paling hanya kasurnya yang berantakan karena selimut yang sudah acak acakkan, dan bantal yang juga berada dimana mana.

Bisa dilihat banyak mainan Bian sewaktu dulu di kamarnya, misalnya mobil remote, tembak tembakkan, miniature mobil, dan masih banyak lagi. Dan kini ditambah sebuah mainan baru yaitu PS 4 yang sempat Dya lihat tadi di lantai bawah.

Dya memegang PS 4 tersebut "nyalain lampu gak boleh tapi beli ginian boleh?lucu sekali"

Lalu tangannya beralih memegang sebuah figura foto diatas meja yang diisi dengan sebuah laptop dan miniature mobil. Itu fotonya dengan Bian yang diambil saat adiknya masih kelas 2 SD sepertinya.

Sudah lama sekali

Prank!

Seketika kaca figura itu langsung pecah saat Dya melemparnya ke lantai dengan keras.

"Gue nyesel pernah coba buat nerima lo dulu!"teriak Dya

Dia langsung keluar dari kamar Bian saat mendengar suara mesin mobil dari luar, dia langsung pergi ke lantai bawah dan menonton tv.

"Mamah bawa makanan?"tanya Dya ke Rena yang baru saja masuk ke dam rumah

"Enggaklah"jawab Rena

"Terus aku makan apa?mamah kan gak masak"tanya Dya yang mulai kesal

"Kamu masaklah kalau enggak beli diluar, jangan males"jawab Rena seraya merapihkan belanja bulanannya di dapur

Dya melangkah mendekat ke dapur "aku aja baru bangun tidur, mamah inget gak sih kalau mamah masih punya anak satu lagi?"

Rena menghentikan gerakannya dan menatap anak pertamanya marah "siapa yang ngajarin kamu ngomong begitu?!"

"Aku cuman nanya mamah inget gak kalau masih punya anak satu lagi?kenapa disini cuman Bian yang dianggap?!"tanya Dya

"Dari dulu kamu selalu iri sama adik kamu makanya kamu berpikiran seperti itu"ucap Rena

Dya memejamkan matanya, ingin berteriak rasanya. Tak tahukah mamahnya bahwa ia selalu merasa terasingi di keluarga ini. Tak tahukah mamahnya bahwa dia selalu merasa dibedakan di keluarga ini.

"Aku bukan iri, tapi emang kenyataannya Bian selalu di prioritaskan!semua orang selalu lebih sayang sama dia, dari mbah!papah!sampe mamah!"ucap Dya

"Kamu itu iri!"sentak Rena

"Kalau misalkan aku iri itu juga wajar, karna Bian selalu ngedapetin apapun yang dia mau tanpa berjuang!"ucap Dya yang sudah manaikkan beberapa oktaf suaranya lalu langsung pergi ke kamarnya

Dya menutup pintu lalu langsung meloncat ke kasur


No to ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang