33

1.2K 65 0
                                    

Dya menenggalamkan kepala di lipatan tangannya, ada lampu belajar menyorot ujung kepalanya. Suara isakan dan lagu yang terputar dari ponsel memecahkan keheningan di kamarnya.

Pikirannya langsung melayang pada sebuah memori yang masih teringat jelas di kepalanya-

Dya mengambil dua baju dengan model dan warna yang berbeda, dia melihat ke cermin dan mencoba menyari mana baju yang paling bagus.

"Sayang, bagusan mana?"tanya Dya ke pacarnya yang sedang duduk di sebuah sofa kecil

Renzya tersenyum "pake yang mana aja bagus kok"

"Lagi gak butuh gombal!"desis Dya

"Yaudah yang ini aja"tunjuk Renzya ke sebuah baju di tangan kanan Dya

Dya memerhatikan baju yang ditunjuk pacarnya, lalu dia memerhatikan baju di tangan kirinya.

"Tapi gak diskon ih"ucap Dya

"Yaudah beli aja diskon"ucap Dya

"Tapi aku suka baju yang kamu pilih"ucap Dya sebal

Renzya mengacak rambutnya frustasi, apa mau pacarnya ini?dipilihin salah, gak dipilihin salah.

"Terus gimana?"tanya Renzya

Dya mendengus "ah kamu mah malesin!"

Dya mengambil baju yang berada dekat dengannya "ini bagus ya"

Renzya langsung bangkit dan mengambil baju yang baru saja pacarnya ambil "tunggu sini, biar aku yang bayar. Udah pokonya ini paling bagus"

Malas sekali dia kalau nanti akan berdebat lagi dengan pacarnya

Dya tersenyum senang menerima kantung dengan logo brand toko tersebut "makasih"

Renzya bergumam "ngapain nanya nanya kalau pilihnya yang lain, dasar cewe labil"

"Gue denger!"sentak Dya

Dya tertawa kecil mengingatnya, terlalu banyak memori tentang dirinya dan Renzya yang tersimpan.

***

Hari hari berlalu namun hubungannya masih menggantung, gadis itu sekarang terbiasa menatap seseorang dari kejauhan. Kadang ada kaka beradik yang menemaninya.

Seperti saat ini Dya menatap seorang siswa di lapangan dari atas, sorot matanya tak pernah lepas mengikuti setiap gerik orang yang ditatap.

"Susah ya kalau udah dibabuin sama cinta"

Dya terdiam

"Lo udah kelas dua belas gak bisa kaya gini. Minta kejelasan, biasanya orang yang dikenang lebih cepat melupakan sedangkan yang mengenang paling susah melupakan"

"Gue gak putus!"ucap Dya dengan suara yang meninggi

"Tapi dia anggapnya apa?!"

"Lo kenapa sih Var?!"bentak Dya

"Gu-"

Ucapan Varo terpotong

"Lo pergi ke kelas sana"suruh Evan

Mau tak mau Varo langsung pergi menyisakkan Dya yang sudah mulai berkaca kaca matanya dan Evan yang ikut memandang ke bawah.

Evan menghela nafas "Varo gak maksud begitu"

Dya menggeleng "dia benar"

Lama kelamaan Dya menjadi ragu sendiri dengan hubungannya, setiap perkataan sahabat sahabatnya dan Varo selalu terngiang. Mungkin menurutnya ini hanya sedang berhenti sejenak, tapi apakah Renzya merasakan yang sama?dia harap begitu.

Dan apa benar kalau Renzya hanya sedang mencari kebahagiaannya sendiri?

Dya bersyukur disaat saat seperti ini dia masih mempunyai sandaran. Ketiga sahabatnya yang selalu memberikan dukungan walau kadang memberikan kalimat yang membuat dirinya meragu, dan juga Evan Varo yang selalu menemaninya setiap saat.

Bahkan Dya, Evan, dan Varo jadi sering keluar bersama walau hanya sekedar untuk cari tempat yang enak terus minta di traktir Evan.

"Kalau udah jatuh cinta berarti harus udah bisa nerima resikonya. Melepaskan atau di lepaskan, udah suami istri pun sama, mereka harus siap saat ajalnya tiba dan mengambil salah satu dari mereka"ucap Evan

"Kita cuman berhenti"ucap lirih Dya

"Orang yang berhenti lari pun sama, jika memang dia tidak kuat pasti dia akan memilih untuk pergi tak melanjutkan larinya"ucap Evan lalu berlalu pergi

Dya menutup wajahnya saat merasakan sebuah cairan mengalir di pipinya. Dia merasa jadi anak yang cengeng sekarang.

Sedikit sedikit menangis, mendengar kata yang cocok untuk dirinya menangis.

Sedangkan di bawah sana Renzya telah selesai bermain bola lalu dia berjalan-

Bruk

"Lo bisa gak ngasih kepastian?"

Renzya mengerutkan dahinya tak mengerti "maksud lo?"

"Kasih kepastian ke cewe lo, dia udah kelas dua belas kasian jadi gak fokus"

Renzya tertawa "lo siapa?!anak kelas sebelas aja belagu!"

Kini Varo ikut tertawa "gue salah satu dari sekian banyaknya cowo yang berada di deket cewe lo"




No to ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang