38 :: [Alex dan Pesan]

8.4K 577 67
                                    

Ardi adalah salah satu anak seorang pengusaha tambang yang sukses dan Mama-nya seorang designer terkenal sampai ke Eropa. Kedua terlalu sibuk dengan urusan masing-masing menurut Ardi itu tidak masalah, karena Ardi masih bisa melihat mereka berdua di rumah.

Sampai akhirnya Ardi memasuki tahun pertama dia sekolah menengah pertama. Hubungan kedua orang tuanya makin renggang, sering berantam bahkan hari itu Ardi pulang dan melihat Mama-nya membawa koper besar.

"Ma, Mama mau kemana?"

Mama Ardi tersenyum dan mengusap kepala anaknya. "Kamu bisa janji sama Mama, Ar?"

Ardi mengecup punggung tangan Mama. "Apapun itu Ma."

"Sehat-sehat yah, Nak. Maaf akhir-akhir ini Mama dan Papa sering berantem di depan kamu. Maaf Mama belum menjadi Mama yang terbaik buat kamu, Nak. Maa-"

Ardi menyela ucapan Mama. "Mama itu yang terbaik buat Ardi."

"Maaf Mama dan Papa sudah tidak bisa mempertahankan lagi rumah tangga Mama. Tapi Mama harap suatu hari nanti kamu harus mencintai seseorang setulus hati dan jaga dia, Nak. Mama harus pergi." Mama Ardi mengecup puncak kepala Ardi.

Ardi menggelengkan kepala. "Ma, Mama gak boleh pergi."

Mama Ardi berjalan cepat kearah mobilnya dan tidak menoleh kearah Ardi. "MAMA JANGAN PERGI!"

"Pak, jalan sekarang." Perintah Mama Ardi kepada supirnya.

"Tapi Bu, Den Ardi gi-"

"Saya bilang jalan Pak!" Mau tidak mau Sang Supir hanya bisa mengikuti kata majikannya.

Ardi mengetuk-ngetuk kaca mobil Mama-nya dan berteriak. "MA BUKA MAMA!"

Mobil itu berjalan meninggalkan rumah itu. Ardi terus mengejar mobil itu sambil berteriak. "MAMA!"

Mama Ardi sedari tadi sudah menangis. "Pak lebih cepat."

Mobil itu makin cepat. Nafas Ardi makin tersenggal-senggal. Mobil itu sudah keluar dari kompleks perumahan mereka dan Ardi jatuh terduduk.

"MA KEMBALI!" Ardi terjatuh ke aspal dan menangisi kepergian Mama-nya. Hari itu hari terkelam dalam kehidupannya. Hari itu Ardi bingung serumit apa hubungan orang dewasa.

Semenjak hari itu hubungan Ardi dan Papa-nya juga ikut merenggang. "Ar, dengerin Papa dulu."

"Apa yang harus Ardi denger?" Tanya Ardi dingin.

Papa melembutkan tatapannya dan membujuk anaknya untuk duduk di sofa.

Hening.

Hampir lima belas menit.

"Kalo gak ada yang mau di bicariin Ardi pergi." Ardi baru saja ingin bangkit Papa-nya mencekal tangan anaknya. Ardi kembali duduk.

"Terkadang mempertahankan pernikahan itu harus ada kemauan dari kedua belah pihak. Papa ini sudah cukup sibuk Ar mengurus perusahaan." Papa Ardi menarik nafas. Ardi diam mendengarkan seluruh ucapan Papa-nya.

"Papa ingin sekali setelah lelah pulang ke rumah melihat istri dan anak Papa sedang menunggu kepulangan Papa." Papa Ardi tersenyum getir.

Ardi menatap Papa dengan nelangsa.

"Kamu pernah gak ngerasa rumah ini makin lama makin sepi layaknya tidak ada kehidupan. Papa ingin pulang Mama menyambut Papa. Papa ingin pulang tiba-tiba kamu berlari senang dengan kepulangan Papa."

Sedikit demi sedikit Ardi mulai tahu kemana arah obrolan Papa-nya. Ardi juga merasakan rumah ini terlalu sepi. Mama-nya sibuk ralat terlalu sibuk. Harus ke luar kota bahkan negeri berminggu-minggu.

CloudyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang