Hari itu pulang sekolah, Jisoo dan Jimin kembali tertahan di sekolah, menyelesaikan tugas kemarin. Hanya saja kali ini benar-benar di temani Taehyung-ssaem yang sedang memeriksan berkasnya.
"Sepertinya, kalian akan segera menyelesaikannya dengan cepat." ujar Taehyung-ssaem.
Jisoo dan Jimin kompak tak menyahut. "Dan ssaem minta tolong agar kalian selalu mengawasi piket kelas."
"Oh ya, ssaem. Kami sedikit memberi peraturan untuk pelanggar." kata Jisoo teringat.
Jimin menyikutnya, membuat Jisoo jadi ingin jahil. "Sebenarnya Jimin yang membuatnya, katanya, akan di denda 10 won dan menulis surat pengakuan salah sebanyak 20 lembar portofolio." lanjut Jisoo.
Taehyung-ssaem tertawa mendengarnya, membuat Jimin hanya menyengir. "Baguslah, jadi akan berjalan dengan baik." komentarnya.
"Ohya, dalam waktu dekat sekolah mau mengadakan festival hari ulang tahun Seonwol." kata Taehyung-ssaem memberitahu. "Jadi, ssaem harap kalian sudah punya ide saat itu."
"Kita harus bikin konsep ya?" gumam Jimin sendiri.
"Yapp! Soal itu hentikan dulu. Sekarang selesaikan dulu yang itu biar kalian bisa pulang cepat." kata Taehyung-ssaem.
Jimin memberengut tapi ia mematuhinya. "Ssaem, aku penasaran sesuatu. Kelas setiap tahun diacak, sistem acaknya seperti apa sih?" tanya Jisoo.
"Hmm..." Taehyung-ssaem berfikir. "Tapi jangan ada yang menyebarkan ya?" kata Taehyung-ssaem. Jisoo dan Jimin mengangguk kompak.
.
.
.
.
Saat di jalan pulang, Jimin masih saja tertawa karena cerita Taehyung-ssaem. "Ku rasa yang ssaem bilang tadi hanya bualannya saja." Komentnya tentang metode acak tadi.
"Tapi bisa saja seperti itu. Guru juga kan butuh hiburan." Dukung Jisoo, ia rasa metode itu cukup unik dan lucu.
Bagaimana tidak? Taehyung-ssaem bilang, teori mengacak kelas tuh seperti ini : Guru yang akan menjadi wali kelas akan mengambil satu kertas yang bertuliskan nama murid dari sebuah kotak berlabel kelas tahun yang lalu.
Di Seonwol, setiap angkatan memiliki 7 kelas dengan 30 murid perkelasnya. Jadi sekali maju calon wali kelas itu sudah memegang nama 7 murid di tangannya dan bergantian dengan guru yang juga akan menjadi wali kelas. Rasanya lucu, seperti guru-guru sedang mengambil undian saja.
"Sepertinya kau dekat dengan Taehyung-ssaem ya?" ujar Jimin tiba-tiba.
"Ya, memang." Jawab Jisoo.
Mereka kembali saling terdiam. Mungkin Jimin lelah untuk terus mencoba memulai pembicaraan. "Apa adikmu memarahimu kalau pulang telat seperti ini?"
"Dulu dia sering marah kalau aku hanya diam terus di rumah membaca buku. Aneh sekali, Sohyun selalu menyuruhku untuk mencari pacar." Cerita Jimin.
"Nama adikmu bagus." Gumam Jisoo. "Lalu kenapa kau tak mengikuti keinginan adikmu saja?" Meski Jisoo bicara seperti itu, ia jelas merasa sedikit terbebani dengan ucapannya sendiri.
Jimin menghela nafas. "Pertanyaa, apa memiliki pacar memang penting?"
Jisoo terdiam. Ia ikut memikirkan jawaban dari pertanyaan Jimin. Memang ia sudah lama menyukai Jimin diam-diam, tapi Jisoo tak pernah membayangkan dirinya berpacaran dengan Jimin.
"Kau sendiri kenapa tidak pacaran?" Tanya Jimin.
"Hmm...entahlah. Sepertinya aku tidak memiliki keinginan untuk hal itu." Jawab Jisoo asal.
Jimin tertawa mendengar jawaban Jisoo. "Mungkin karena kita sepemikiran, makanya tanpa sadar kita jadi perwakilan kelas bersama. Bukan begitu?" simpulnya.
Jisoo tertawa. Ia merasa lucu saja kalau hal ini memang sudah di takdirkan untuknya.
"Aneh. Setiap kali melihat Jisoo tertawa atau tersenyum, aku jadi ingin ikut tersenyum. Apa kau punya suatu virus?" Jimin melirik ke arah Jisoo.
Jisoo mengulum senyum. "Heol! Rose juga pernah bilang seperti itu. Apa aku terinfeksi virus?"
"Haha...simpan saja virusnya." Jimin menengadah ke langit. "Rose itu sepertinya teman dekatmu ya? Eoh, dia anggota klub cheers kan?"
Jisoo menoleh pada Jimin yang masih menengadah. Serius? Jimin tidak mengenal Rose? "Ya..kami teman sejak SMP."
"Kalau begitu, hebat juga kalian bisa bersama-sama masuk Seonwol dan masih berteman."
JIsoo tersenyum. Ia senang kalau ada yang menganggap seperti itu. "Rose pernah bilang, kalau dia tidak akan meninggalkanku." Ada jeda. "Aku sendiri terkejut saat mendengarnya. Tapi ku rasa jika sampai mati aku hanya berteman dengan Rose seorang. Aku tidak keberatan."
Jisoo menoleh pada Jimin, ia sedang menatap Jisoo rupanya. Mereka bertatapan seperti frosting tiba-tiba.
"Aku tidak tau, partnerku ini bisa bicara panjang lebar." Katanya.
Tatapan Jimin yang intens membuat Jisoo menunduk. "Tapi kau punya kebiasaan jelek. Selalu menunduk dan bicara maaf." Ujar Jimin. "Apa itu hobimu?"
Jisoo merapatkan bibirnya. Ia bingung harus menjawab apa. Tapi sepertinya benar adanya itu kebiasaan buruknya.
"Well, tapi aku tidak pernah melihatmu begitu jika sedang bersama Rose." Jimin kembali melihat ke langit. "itu artinya aku harus dekat denganmu ya, agar tidak terus seperti ini.?"
Langsung Jisoo menoleh cepat dan mendapati Jimin tersenyum padanya. Ia kembali menunduk. "Memang kenapa kau harus dekat denganku? Kalau karena kita perwakilan kelas..."
"Aku kan sudah bilang sejak awal, kau itu orang yang mengasyikan." Potong Jimin.
Begitu mereka menaiki bus, Jimin duduk di kursi lebih dahulu. Jisoo tak ada keberanian yang cukup untuk duduk di kursi kosong sebelah Jimin. Tapi saat ia berjalan melewati Jimin, tangannya ditahan.
"Mau kemana? Di sebelahku masih kosong."
Kemarin memang Jimin sendiri yang duduk di sebelahnya, tapi hari ini Jisoo duduk atas undangan Jimin. Jangan salahkan ya kalau aku semakin suka pada Jimin.
***
Heyyopp! Semangat diriku ngetiknya^^
Pusing aih di depan laptop/hp siang begini... ditambah lagi puasa jadi gak bisa minum, aah~ jadi ingin :'v
Sudahlah ya, daripada makin kegoda buat melakukan hal itu author selesaiin previewnya sampai sini aja
Jangan lupa ngevote ya
Mata ashita!
Cr. Ash

KAMU SEDANG MEMBACA
For Along Time [JimSoo]
Fanfiction'Kurasa memang lebih baik dulu saat aku hanya melihatmu dari jauh...' Jisoo yang merahasiakan identitas keluarganya dan harus melihat orang-orang yang disayanginya kembali terlibat masalah bersamanya... Apa yang harus ia lakukan? Disaat ia berfikir...