bonus pt. 4

1K 139 11
                                    

Mian...baru sempet publish lgi ini tuh biasalah abis pulkam hehe
Disana ngurus bayi dan bocah gengs saia lelah, wkwk
.
.
.
.
.
Hari itu Jisoo pulang larut, karena perasaannya hari itu benar-benar terombang ambing setelah bertemu dengan Jimin. Ia mengerjakan nyaris semua pekerjaannya tanpa tersisa. Hanya pekerjaan dan tugas kampus saja yang bisa memfokuskan fikirannya.

Jisoo meregangkan tubuhnya, ia meraih ponselnya, menghubungi pusat taksi untuk memesan taksi karena tak mungkin ia pulang dengan kendaraan umum lain yang pasti sudah tak ada.

Jisoo berdiri dari duduknya, ia menguap lebar sampai matanya tertutup yang segera ia tutup. Duduk berjam-jam memang bukan gayanya dalam bekerja, bahkan kantukpun sampai datang seperti ini.

Sebelum keluar dari ruangannya Jisoo kembali berganti baju dengan baju yang sebelumnya ia pakai ke kampus. Ini terasa lebih nyaman baginya. Jisoo keluar selain dengan ransel yang tersembunyi dibalik punggungnya ia juga membawa tas jinjingannya kembali.

Keluar dari lift, lobby besar itu terlihat kosong melompong padahal biasanya Jisoo akan pulang dalam keadaan lobby itu di lalu lalangi oleh banyak karyawannya. Tapi sekarang hanya ketukan sepatu pentopel Jisoo jasa yang menggema. Ia keluar dari gedung, taksi yang ia pesan belum datang juga.

Tiba-tiba dari arah jalan masuk mobil cahaya menyilaukan mata Jisoo, ia membuang wajahnya. Mobil hitam, bukan mobil taksi tentu saja. Mungkin salah seorang karyawannya ada yang ketinggalan barang, karena itu Jisoo tidak terllau tertarik untuk melihat.

Terdengar suara pintu mobil tertutup, artinya si pengemudi

"Jam pulangmu lebih larut dari siapapun disini ya?" tanya sebuah suara dengan bahasa tak asing di telinganya.

Jisoo langsung menoleh. Jimin. Jisoo menegang di tempat. Ia takut sekaligus rindu. Ia ingin lari menjauh sekaligus ingin memeluknya erat. Ia ingin berteriak tapi juga ingin menangis. Namja satu ini berhasil membuatnya merasakan berbagai hal perasaan.

Jisoo diam tak bergeming seakan ia tak mengerti bahasa ibunya itu dan seakan ia tak pernah bertemu.

"Kim Jisoo." Jimin memanggilnya. Dengan suara yang sama, intonasi yang sama. Jimin terus berjalan mendekat hingga hanya ada satu meter diantara mereka.

Jisoo menatap tepat di mata Jimin. Debaran jantungnya semakin keras menghantam dadanya yang rupanya sudah berlangsung sejak ia melihatnya. Fikiran Jisoo yang sudah lelah kembali merasa tak fokus.

"Annyeong." sapanya normal.

"A-an-annyeong." jawab Jisoo gugup.

Ada jeda keheningan. Mungkin banyak kata yang ingin dikatakan tapi setelah bertemu keduanya justru tak bisa mengungkapkannya. Entah karena kata-kata itu tersendat atau memang tak perlu dikatakan.

"Ingin ku antar pulang?" tawar Jimin langsung tanpa berbasa-basi lagi.

Tapi ada sinar terang menerangi sesaat. Sebuah taksi terparkir, taksi yang sebelumnya sudah Jisoo pesan. Jisoo melirik ke arah taksi itu, supirnya pasti sudah berusaha payah malam seperti ini datang ke sini.

"Taksi ku sudah datang." ujar Jisoo lebih tepatnya seperti memberitahu Jimin bahwa ia sudah memesan taksi.

Jisoo segera melangkah pergi karena sepertinya perkataannya sudah cukup dan Jimin pun tak terlihat akan membalasnya. Tapi tepat baru dua langkah tangannya ditahan.

"Jebal?" Jisoo terhenyak. Benarkah ini? Baru saja Jisoo mendengar Jimin memohon? Padanya? Dia yang dulu seorang pangeran sekolah?

Jisoo melepaskan tangan Jimin, ia berjalan ke arah taksi tersebut. Jisoo mengetuk kaca supir taksinya.

For Along Time [JimSoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang