Rasa kantuk semakin menyerang Jisoo. Tepat sebelum Jisoo benar-benar akan terlelap di kursi dimana ia duduk. Terdengar suara pintu terbuka, membuatnya kembali terjaga.
"Oh, kau masih betah disini rupanya?" tanya orang yang masuk ke dalam ruangan itu, bersamaan dengan suara sepatunya mengetuk lantai.
Jisoo menajamkan pendengarannya. Seorang namja. Dua orang. Dan ia kenal siapa pemilik suara itu.
"Aku kecewa, kau tampak tak penasaran siapa yang membawamu kesini." kata orang itu lagi.
Jisoo mendengus kasar. "Aku tak perlu repot-repot melihatmu kan..." Seorang namja berpakaian rapih dan formal seperti appanya jika bekerja sudah berdiri di depannya dengan senyum lebar yang sudah sejak dulu tak Jisoo sukai, "...paman?"
Namja di depannya itu kemudian tertawa besar, khas sekali. "Wah, ternyata benar kau tak bisa diremehkan ponakan!" seru paman Hajoon kagum bahkan ia mengacungkan ibu jarinya.
Sudah seperti dugaannya, paman Hajoon lah dalangnya.
Jisoo menggulirkan matanya malas. Tapi ia kembali menatap lurus ke arah paman Hajoon yang duduk dengan santai di depannya.
"Ah ya, apa kau lapar? Kita bisa berunding setelah kita makan. Mianhae karena paman membawamu saat kau belanja." kata paman Hajoon sama sekali tak terdengar jahat, tapi Jisoo sudah kepalang muak.
"Yah, aku sudah kenyang melihat siapa pelaku kali ini." tolak Jisoo, ia bersandar ke kursinya dan menumpakkan kakinya sebelah.
"Heol. Padahal tak baik menolak makan loh, Jisoo-ya."
Rasanya muak sekali mendengar namanya disebut. "Ha! Katakanlah hal itu pada dirimu sendiri, ahjushi."
Lagi paman Hajoon memperlihatkan ekspresi terkejut yang dibuat-buat. "Heol...Jisoo. Bahkan sekarang kau memanggilku 'ahjushi'?" ungkapnya.
Jisoo tersenyum miring. "Karena pada kenyataannya kau memang bukan pamanku, ahjushi." jawab Jisoo, kata-katanya itu cukup membuat paman Hajoon membeku mungkin tersinggung, tak masalah bagi Jisoo. "Jadi wajar saja, kau membawaku dengan cara tak sopan kemari."
Jisoo menyisir rambutnya dari depan ke belakang. Ia berhasil setidaknya membuat pamannya itu diam sesaat. Ia lalu menoleh ke arah jendela, lurus keluar.
"Yah, tapi ku akui, anda sangat pintar memilih tempat untuk mengagumi sesuatu yang tak mungkin untuk anda miliki, ahjushi." ujar Jisoo lagi.
Tau? Diluar jendela kaca itu ada sebuah gedung tinggi yang tampak mewah, dan itu adalah kantor pusat perusahaan orangtua Jisoo. Karena itulah Jisoo bisa memperkirakan pelakunya. Ia sama sekali tak tau siapa pemilik gedung ini yang jelas ia tau siapa penyewa ruangan ini karena di sudut ruangan ada tongkat golf kesayangan paman Hajoon.
Paman Hajoon kemudian tertawa lebih keras dari yang sebelumnya, tapi jelas ada rasa muak di wajahnya. "Wah, aku bahkan tak bisa berkata apa-apa."
Paman Hajoon menghela nafas, ia menghentakkan kakinya sebelum ia berdiri. "Baiklah. Ahjushi disini gak akan berbasa-basi sok baik lagi padamu, mantan-keponakan. Aku tak akan peduli lagi kau lapar, atau apapun itu. Kita mulai perundingannya."
Paman Hajoon melangkah perlahan-lahan sambil menatap keluar jendela dan sesekali menatap Jisoo dengan senyum meremehkan.
"Appamu, dia orang yang sangat baik. Berulang kali paman meminta bantuan ia memberikannya, mungkin karena paman adalah adik eomma mu, sekalipun tiri..."
"Tapi, usaha paman selalu tak bisa lebih sukses dari appamu. Dan paman kira tak masalah sepertinya untuk meminta setengah saham perusahaan appamu. Kau tau jawabannya apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
For Along Time [JimSoo]
Fanfiction'Kurasa memang lebih baik dulu saat aku hanya melihatmu dari jauh...' Jisoo yang merahasiakan identitas keluarganya dan harus melihat orang-orang yang disayanginya kembali terlibat masalah bersamanya... Apa yang harus ia lakukan? Disaat ia berfikir...