bonus pt. 3

1K 153 6
                                    

Jimin memandangi dirinya di cermin. Ia memakai baju yang dipilihkan oleh Jisoo. Ia memakainya tapi tidak terbilang rapih karena ia melipat lengannya hingga ke siku dan kancing kerah kemeja ia buka. Jimin mengulum senyum, ini pas seperti style yang ia suka.

Jimin membuka pintu kamar pas tapi nyatanya ia tak menemukan yeoja yang seharusnya ada disana. Kemana Jisoo?

Mata Jimin menelusuri sejauh mata memandang seluruh store itu. Diantara barisan rak-rak ia bisa melihat wajah yang ia kenali tampak fokus memilih baju. Jisoo-ya, wajah cantikmu saat fokus seperti itu tidak hilang rupanya... Batin Jimin.

Tanpa disadari Jimin berjalan dengan sendirinya, mendekati tempat Jisoo berada. Matanya mengamati dengan baik.

Dadanya sejak tadi sudah ingin meledak rasanya saat melihat ekspresi terkejut Jisoo ketika melihat kedatangannya hingga sekarang. Yeoja pertama yang berhasil membuatnya penasaran. Yeoja pertama yang berhasil merubah fikirannya. Yeoja pertama yang selalu menghadiri fikirannya bahkan tanpa direncana.

Sudah sejak pertama Jimin ingin sekali meneriakkan nama yeoja itu untuk memberitahu seberapa rindunya ia.

Berapa tahun lamanya Jimin menahan perasaannya ini. Terhitung sejak hari itu dan hari pertama masuk sekolah hingga hari ini, mungkin sudah 8 tahun lamanya. Hebatnya perasaan itu tidak menghilang justru bertambah. Ia benar-benar merindukan Jisoo.

Jimin berdiri di ujung rak, sepertinya Jisoo tidak menyadari kedatangannya karena kini yeoja itu tengah berjalan menujunya dan....BRUUKK Jisoo menabrak dada bidang Jimin tepat di hidung.

Mata mereka bertemu. "Gwanechanayeo?" tanya Jimin spontan.

"Ah, jeoseonghamnida. Sepertinya aku kurang fokus." balas Jisoo.

Ini yang sejak tadi membuat Jimin jengah. Jisoo terus menerus bersikap seperti mereka tak pernah kenal. Bahkan Jimin yakin ia juga melihat ada rasa takut di mata Jisoo setiap kali mereka bertatapan.

.

.

.

.

.

Jisoo buru-buru mengalihkan wajahnya. Ia tak sanggup melihat pemandangan indah seperti ini. Bohong...Jimin terlihat keren banget saat ini! Ayolah ia bukan remaja tanggung lagi sekarang!

"A-aku, mencari outfit lain. Ku fikir outfit pertama mu lebih cocok untuk kau pakai saat makan siang tapi sepertinya untuk sepatu lebih baik kau ganti dengan ini." jelas Jisoo.

Jisoo memimpin langkah menuju sofa panjang terdekat. Ia menyimpan kotak sepatu di lantai dan membiarkan Jimin duduk di sofa. Jisoo membukakan kotak sepatunya.

"Cobalah. Bilang jika ukurannya terlalu kecil atau terlalu besar."

Jimin mengikuti saja perintah Jisoo itu. Ia memakainya dan terlihat ada seulas senyum di sana, Jisoo puas sekali melihatnya.

"Pas dan nyaman. Geomaweo."

"A-ah, dan ini agar bajumu terlihat lebih nyambung." Jisoo menyerahkan sabuk pinggang hitam pada Jimin yang langsung diterima.

"Oke. Aku percaya tanpa mencobanya dulu. Aku menyukai seleramu."

Wajah Jisoo terasa memanas. Ayolah, yang Jimin katakan adalah selera bukan diriku!

"Lalu ada outfit lain yang kau bilang tadi, bukan?" tanya Jimin.

"Ah, majja. Tunggu sebentar, tuan." Jisoo pergi ke rak yang tadi sudaa ia tandai. Kedatangan Jimin benar-benar membuatnya tiba-tiba berbicara Korea lagi, padahal itu sudah begitu lama.

Jisoo membawakan sebuah celana jogger hitam full, hoodie hitam yang ada tulisan di tengahnya dan topi baseball hitam dengan aksen keren.

Jimin membentangkannya, mulai dari jogger hingga ke topi. Melihat ekspresi jelas saja Jisoo menebak Jimin puas dengan pilihannya.

"Outfit yang ini anda pakai saat anda bermain billiard dan untuk sepatunya anda bisa memakai sepatu sport yang ini." Yang Jisoo maksud adalah sepatu yang pertama Jisoo sarankan.

"Baiklah. Aku ambil semuanya." kata Jimin sambil berdiri. "Terimakasih, kau sangat membantuku hari ini."

"Terimakasih juga karena selama ini tuan sudah percaya pada perusahaan kami." kata Jisoo.

Jisoo lalu berjalan mendahului Jimin untuk pergi keluar dari store itu. Tapi kemudian Jimin berjalan mendahuluinya, ia berbisik, membisikkan kata-kata yang harus Jisoo cerna dengan cepat.

"Ah, tuan Park, anda terlihat lebih fresh." puji sekretaris.

"Ya, mungkin karena selera Direktur Kim bagus dalam memilih outfit." balas Jimin, take and give.

Ada jeda antara keduanya sambil berjalan menuju keluar gedung dimana mobil milik Jimin dan orang-orangnya sudah menunggu.

"Kalau begitu saya pergi sekarang. Terimakasih atas kerjanya hari ini." pamit Jimin, ia membungkuk lalu memutar badannya dan berjalan menjauh.

"Kalian bisa kembali bekerja." seru sekretarisnya pada karyawan lain. Mereka bubar dalam seketika.

Jisoo pergi dari sana lebih cepat dari sekretarisnya, membuat sekretarisnya harus mempercepat langkah.

"Direktur, apa anda sakit?" tanyanya. Jisoo menggeleng. "Tapi hari ini anda terlihat tidak bersemangat?"

"Tidak, sekretaris. Aku baik-baik saja, kau kembali lah, aku akan mengerjakan beberapa dokumen." ujar Jisoo.

Sekretarisnya berhenti berjalan sementara Jisoo terus melenggang hingga masuk ke dalam lift dan meninggalkan seulas senyum saat pintu lift tertutup pada sekretarisnya.

Baru saat pintu lift tertutuplah, Jisoo menghela nafasnya, lega tapi tidak lega. Haruskah kami bertemu kembali? Tanya hati kecilnya.

Matanya sudah memanas, mudah saja untuk membuat air matanya keluar dan membasahi pipinya. Tapi Jisoo masih mengingat dimana ia berada. Kedatangan Jimin hari ini benar-benar mengejutkannya.

Sampai di ruangannya, Jisoo segera duduk di kursinya dan terdiam di sana. Melihat Jimin, otomatis membuat kenangan lama terbuka. Ia teringat Rose, Taehyung-ssaem, Sohyun bahkan Seulgi. Apa kabar mereka saat ini?

Benar. Sejak di bandara hari itu, bertubi-tubi Rose menelpon dan mengiriminya pesan, tapi Jisoo hanya bisa memandanginya saja. Begitupun Taehyung-ssaem yang nayris nekat menyusul hanya saja berhasil di cegah oleh tuan Kim. Terakhir Sohyun, ia bahkan memberi pesan suara sambil menangis.

Hanya Jimin saja yang tak membalas pesannya. Ia bahkan tak berusaha menghubunginya. Benar-benar cinta yang bertepuk sebelah tangan.

"Eomma, appa, bogoshipeoyeo." gumam Jisoo kecil yang ia tak sadari.

Percaya tidak percaya, Jisoo memang tidak pernah kembali ke Korea sejak hari itu. Ia tak pernah bertemu orangtuanya kembali. Meski kadang orangtuanya masih sering menelpon tapi ternyata rasa rindu tetap saja ada.

Selama ini Jisoo memang selalu menahan segala perasaan yang memungkinkan membuatnya kembali ke Korea. Tapi sama sekali tak menahan rasa takut itu.

For Along Time [JimSoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang