Malam ini semua anggota keluarga sedang berkumpul di ruang tengah. Sekedar untuk mengobrol sambil menonton acara komedi yang menjadi favorit keluarga ini. Shania duduk disebelah Veranda sambil menyenderkan kepalanya di bahu Veranda. Dan Viny duduk di tengah-tengah Mama dan Papanya. Viny memeluk Melody dari samping. Sesekali mereka tertawa melihat adegan lucu para komedian dilayar TV.
"Ve, gimana kuliah kamu?"tanya Farish.
"Lancar kok Pa, tadi hari terakhir UTS."jelas Veranda.
"Kalau Shania dan Viny gimana?"kini giliran Farish bertanya pada kedua adik Veranda. Pasalnya mereka satu sekolah. Viny kelas XI dan Shania kelas XII.
"Baik-baik aja kok Pa, kayak biasanya."jawab Shania.
"Iya Pa, aman dan lancar kok."sambung Viny.
"Emangnya lalu lintas aman lancar."Melody ikut menanggapi sambil tersenyum. Viny hanya memamerkan senyum khasnya. Veranda dan Papa ikut tersenyum. Shania hanya mendengus melihat pemandangan seperti itu. Sungguh ia tak menyukainya."Tadi pulang dianter siapa Dek?"tanya Veranda karna tadi tak sengaja ia melihat Viny turun dari motor bersama seorang laki-laki. "Pacar ya?"lanjut Veranda.
Shania menoleh kearah Viny."Apa sih Kak pacar-pacar, mana punya."tentu saja Viny mengelak karna memang benar dia gak punya pacar.
"Kamu lupa Kak, Adik kamu ini kan jones."goda sang Mama disambut tawa oleh Veranda dan Papa. Viny hanya memanyunkan bibirnya."Tadi itu Kakak senior Viny di sekolah Ma, karna gak ada taksi lewat akhirnya dia nawarin buat bareng. Kebetulan rumahnya searah."terang Viny.
"Loh kenapa gak bareng Kak Shania Dek?"tanya Veranda."Shan, harusnya kamu tungguin Adik kamu, kan sama-sama pulang sore."kata Papa.
"Biasa juga dia pulang sendiri kan. Lagian males kalo harus bareng dia, rusuh."ketus Shania.
"Tenang aja kali Shan, gue juga gak akan minta buat bareng loe kok."balas Viny.
"Oh ya bagus."Viny sudah terbiasa dengan sikap sang Kakak, dia pun juga tidak pernah memanggil Shania dengan embel-embel 'Kak'. Mungkin karna umur mereka yang terpaut dekat membuatnya berani melawan sang Kakak jika ia tak merasa berbuat salah. Namun tetap saja, Viny ingin sekali bisa dekat dengan Shania seperti ia dekat dengan Kak Ve.
"Udah-udah mending sekarang kalian bertiga masuk kamar, besok masih sekolah kan, jangan lupa belajar. Shania, inget kamu udah kelas XII jangan banyakin maen HP."lerai sang Papa.
Mereka bertiga langsung bergegas menuju kamar masing-masing, sementara Melody dan Farish masih betah duduk berdua di ruang tengah. Ini bukan kali pertama mereka mendengar Shania dan Viny bertengkar.
"Shania belum berubah ya Mel."
Melody hanya menghembuskan nafas kasar.
"Aku kasian sama Viny Rish, mungkin dia terlihat biasa aja dengan sikap Shania. Tapi aku tau Viny juga ingin dekat lagi dengan Shania."ucap Melody.Farish mendekap Melody dari samping, Melody menyandarkan kepalanya di bahu Farish. Mereka sama-sama memikirkan kedua anaknya, Viny yang terlihat merindukan sosok Shania, dan Shania yang selalu menatap kebencian pada Viny.
Sebenarnya dulu Shania tidak seperti itu, dia juga menyayangi Viny. Namun, entah mulai sejak kapan Shania tidak menyukai Viny. Dia beranggapan bahwa semua kasih sayang Kakak dan kedua orang tuanya direbut oleh Viny. Mereka yang lebih menomorsatukan Viny, daripada dirinya. Sampai kebencian itu semakin besar sampai sekarang.
~
Di taman komplek terlihat anak kecil sedang menangis dengan dikelilingi anak-anak lain sambil menyorakinya.
"Huh dasar cengeng."
"Sana pulang sana, gak usah main disini."
"Viny cengeng, Viny cengeng."
Begitulah sorakan-sorakan anak-anak yang mengelilingi Viny.Seorang gadis kecil berlari kearah kerumuan anak-anak itu.
"Heh kalian, jangan berani ganggu adik aku ya, atau aku bakal bilang sama pak satpam yang nunggu pos itu."tunjuk gadis kecil itu ke arah satpam yang berjaga di pos dekat taman. Ia menatap tajam anak-anak yang sudah mengganggu adiknya.
Sontak anak-anak itupun langsung bubar.

KAMU SEDANG MEMBACA
KARNA KITA SAUDARA
FanfictionTentang lika-liku kehidupan sebuah keluarga. Tentang berartinya keberadaan seseorang. Dan tentang sakitnya arti kehilangan., . . . . .