Shania berdiri dengan dibantu salah satu perawat. Hari ini ia mulai menjalani terapi untuk memulihkan otot-otot persendiannya. Dokter Sinka menyuruh Shania menggerakkan kakinya. Dengan sekuat tenaga Shania mencoba menggerakannya. Shania merasa kakinya sangat sulit ia gerakkan, seperti mati rasa. Hanya pergerakan sedikit dari kaki Shania.
"Susah Dok."keluh Shania. Terlihat peluh menetes di pelipisnya.
"Pelan-pelan saja."ucap Dokter Sinka.
Viny meringis melihat ekspresi kakaknya yang berusaha untuk bisa berjalan. Ia kasihan melihat perjuangan sang kakak. Melody juga ikut menemani Shania menjalani terapi.
Dokter Sinka menyuruh perawat untuk mendudukan Shania di kursi roda. Dokter mengoleskan cairan kental di kaki sampai lutut Shania sambil sedikit memijitnya.
"Sakit?"tanya Dokter.
"Sedikit."jawab Shania.
Dokter Sinka menyudahi kegiatannya memijit kaki Shania.
"Cukup untuk hari ini ya. Besok kita lanjutkan lagi.""Dok, saya beneran masih bisa jalan kan?"tanya Shania.
Dokter menatap Shania sambil tersenyum.
"Ini masih hari pertama kamu menjalani terapi. Asal kamu rutin terapinya kamu pasti bisa berjalan normal kembali. Kamu sabar ya."ucap Dokter Sinka.
"Oh iya Bu, nanti tolong oleskan ini di kaki Shania ya tiap habis mandi."ucap Dokter Sinka pada Melody sambil memberikan botol berisi cairan yang tadi di oleskan di kaki Shania. Melody mengangguk sambil menerima botol itu.
"Dok, kapan Shania akan terapi lagi?"tanya Melody.
"Dua hari lagi Bu. Tapi jangan lupa sering-sering di gerakkan kakinya. Walaupun hanya sedikit gerakan, supaya ototnya tidak terlalu kaku."jelas Dokter. Melody mengangguk paham.
Untuk sesaat Dokter Sinka menatap seorang gadis yang duduk di atas bangsal Shania. Gadis yang tak lain adalah Viny.
Sinka terkejut saat pertama kali ia tau bahwa anak kandung suaminya adalah Viny. Salah satu pasien yang ia tangani selama ini. Tatapannya menjadi sendu mengingat apa yang tengah terjadi pada Viny.
Viny yang hidup dan bertahan dengan kelainan di jantungnya."Dok?"
Perawat menyadarkan Sinka dari lamunannya.
"Pasien Dokter yang lain sudah menunggu."ucap perawat pada Dokter Sinka.
Dokter Sinka mangangguk."Baik kalo begitu saya permisi dulu. Kalo ada apa-apa bisa langsung panggil saya."pamit Dokter Sinka.
Sebelum Sinka keluar ruangan, ia berjalan mendekat ke arah Shania yang kini sudah kembali ke bangsalnya di bantu perawat dan Melody.
"Jangan nyerah ya. Kamu pasti bisa berjalan lagi."ucap Dokter Sinka.
Shania tersenyum mendengar nada penyemangat dari sang Dokter."Makasih Dokter."ucap Shania.
"Saya permisi."
"Terima kasih banyak Dokter."ucap Melody. Sinka tersenyum membalas ucapan Melody.
"Kakak? Sakit ya."tanya Viny.
"Lumayan."
"Duh aku ngilu sendiri pas tadi kakak berdiri."ucap Viny.
Shania hanya tersenyum menanggapi celotehan adiknya. Dalam hati Shania merasa adiknya yang sekarang begitu cerewet. Padahal sebelum dia koma, adiknya terlihat kalem-kalem saja.
~
Sinka duduk di ruangannya sambil menatap lurus ke depan. Ingatannya memutar kejadian saat Frieska mengatakan bahwa Viny adalah anaknya dengan Yoga.
'Kenapa semua begitu kebetulan, selama ini dia berada tak jauh dariku.'ucap Sinka dalam hati.

KAMU SEDANG MEMBACA
KARNA KITA SAUDARA
Fiksi PenggemarTentang lika-liku kehidupan sebuah keluarga. Tentang berartinya keberadaan seseorang. Dan tentang sakitnya arti kehilangan., . . . . .