Farish duduk ditepi tempat tidur. Ia memandang wajah pucat Melody yang sedang tertidur. Sesekali ia mengganti kain kompresan yang menempel di kening Melody dengan air kompresan yang baru. Farish menatap sendu wanita yang susah hampir 20 tahun mendampinginya. Akhir-akhir ini kondisi kesehatan Melody menurun. Farish sudah membujuknya untuk ke rumah sakit, namun Melody selalu menolak.
Pintu kamar terbuka, terlihat Shania perlahan masuk. Ia menarik kursi lalu duduk di samping tempat tidur Melody.
"Mama gimana Pa?"tanya Shania pada Farish."Masih panas tinggi."ucap Farish sambil menatap Melody.
"Apa gak sebaiknya ke rumah sakit aja Pa?"
"Mama gak mau Shan."ucap Farish.
Shania menatap wajah pucat Mamanya. Tangannya ia tempelkan di pipi Mamanya. 'Panas.'itu yang Shania rasakan.
Terlihat pergerakan kecil dari Melody. Perlahan Melody membuka mata.
"Shania."ucap Melody dengan suara seraknya. Shania tersenyum ke arah Melody."Ma., badan Mama panas, Mama sakit. Kita ke rumah sakit ya."bujuk Shania.
Melody menggeleng pelan.
"Mama gapapa. Mama gak mau ke rumah sakit."ucap Melody lirih.Shania menghela nafas panjang.
"Ma., nurut donk sama Shania. Kita ke rumah sakit ya."bujuk Shania lagi. Ia khawatir dengan keadaan Melody. Dan lagi-lagi Melody menggeleng."Kamu gak usah khawatir. Mama baik-baik aja."Melody menatap Shania. Ia tau anaknya itu mengkhawatirkan dirinya.
"Kamu istirahat gih. Besok masih sekolah kan."ucap Melody.
Shania hanya mengangguk menanggapi ucapan Melody. Lalu detik berikutnya Shania memeluk tubuh Melody yang masih berbaring. Melody mengusap lembut punggung Shania.
"Mama jangan sakit. Shania gak mau liat Mama sakit."gumam Shania masih memeluk Melody. Melody hanya menganggukkan kepala di balik pelukan Shania.
Shania melepas pelukannya lalu berjalan keluar kamar Melody.Sampai di depan pintu kamarnya, pandangan Shania menatap ke arah pintu kamar yang sudah lama di tinggal penghuninya. Shania berjalan ke arah pintu itu lalu membukanya perlahan. Ia masuk ke dalam sambil mengitarkan pandangannya ke sekeliling kamar. Tidak ada yang berubah sejak terakhir di tinggal penghuninya. Di dinding ada sedikit gravity bertuliskan 'QUEEN VINY'. Ia tersenyum memandangnya. Beberapa bingkai foto yang masih tersimpan di meja Viny. Ia melihat satu-persatu foto tersebut. Ada satu foto yang menarik perhatiannya. Foto ia dan Viny saat duduk di bangku sekolah dasar. Tapi bagian tengah foto terlihat ada bekas sobekan.
Shania ingat, dulu Viny meminta Papa untuk mencetak salah satu foto di ponsel Papa. Saat itu Viny kecil bilang ia ingin fotonya dan Shania ada di kamarnya. Karna hanya foto Shania yang belum ada di kamarnya. Saat foto itu sudah dicetak, Viny berlari menemui Shania dan menunjukkan hasil cetakan fotonya. Shania yang pada saat itu sangat membenci Viny, langsung meraih foto itu dan merobeknya menjadi dua bagian. Shania melempar foto itu ke lantai dan meninggalkan Viny yang masih diam sambil menatap foto yang sudah terbagi menjadi dua. Viny berjongkok mengambil foto itu. Terlihat bulir bening mengalir dari kedua matanya. Ia terisak kecil memandang fotonya yang rusak.Viny menghapus kasar air matanya. Ia berdiri lalu berjalan menuju kamarnya. Viny mengambil sesuatu dari laci nakas. Foto yang tadi sudah sobek ia satukan kembali dengan lem. Hasilnya tidak sebagus tadi, tapi Viny sudah terlihat senang melihat fotonya dengan sang Kakak menyatu kembali.
Shania tersenyum kecut mengingat itu semua. Masih banyak lagi hal-hal menyebalkan yang pernah dia lakukan pada Viny dulu. Shania kembali menatap foto-foto itu. Ada fotonya bersama Veranda dan Viny saat mereka menghabiskan malam minggu mereka di salah satu mall di Jakarta. Itu pertama kalinya mereka berfoto setelah ia dan Viny berdamai.
Shania meraih foto itu kemudian mendekapnya. "Kakak kangen kamu Dek."ucap Shania lirih dan terdengar memilukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KARNA KITA SAUDARA
Fiksi PenggemarTentang lika-liku kehidupan sebuah keluarga. Tentang berartinya keberadaan seseorang. Dan tentang sakitnya arti kehilangan., . . . . .