Larut dalam kesedihan bukan pilihan terbaik. Menyadari bahwa setiap makhluk akan kembali kepada-Nya. Bukan salah siapapun, melainkan inilah takdir yang sudah digariskan. Sekedar mengikhlaskan kepergian seseorang, butuh waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Seseorang yang dirasa pergi begitu cepat, kebersamaan yang terjalin begitu singkat.
Ratu Vienny Pradipta
Nama yang tertulis pada sebuah batu nisan.
Seseorang berdiri menatap batu nisan tersebut. Entah sudah berapa lama ia berada disana. Kakinya terlihat enggan meninggalkan tempat itu.Shania Junia Pradipta. Gadis yang saat ini berdiri disebelah batu nisan Viny. Dia begitu sering mengunjungi makam Viny, sekedar melepas kerinduan pada adik yang sudah lebih dulu di panggil sang Pencipta. 2 tahun setelah kepergian Viny, kehidupan Shania mulai lebih baik. Meskipun ia harus melewati hari tanpa kehadiran seseorang yang begitu berharga dalam hidupnya. Masih teringat jelas kejadian 2 tahun yang lalu, saat ia tau bahwa adiknya sudah tiada. Sebuah pukulan keras untuk dirinya, bahkan ia tidak ada di saat-saat terakhir sang adik.
Shania tersenyum menatap nisan Viny. Jika dulu ia selalu menangis saat datang ke makam Viny, namun tidak untuk sekarang. Ia sudah berjanji tidak akan membuat adiknya disana sedih. Ia juga berjanji pada adiknya bahwa ia akan terus menjalani hidup dan membuat kedua orangtua serta kakaknya bangga. Shania mengusap lembut batu nisan Viny, ia memejamkan matanya sejenak berdoa untuk sang adik.
.....
"Udah?" tanya seorang laki-laki yang sedari tadi menunggu Shania.
Shania mengangguk menjawab pertanyaan laki-laki tersebut.
"Yuk.." ucap laki-laki itu sambil memakaikan helm dikepala Shania. Tak lama mereka pun pergi meninggalkan area pemakaman tersebut.
"Ru, aku ada kelas jam 10 nanti. Bisa anter aku ke kampus?" Shania berbicara dengan sedikit mengeraskan suara, karna saat ini mereka sedang mengendarai sepeda motor. Laki-laki yang tak lain adalah Biru, teman sekolah sekaligus teman satu kampus Shania. Entah sudah sejak kapan mereka berteman hingga dekat seperti saat ini.
"Tentu, ojek online mu ini siap mengantar penumpangnya kemanapun." ucap Biru di sertai senyuman lebarnya, yang sudah pasti Shania tidak dapat melihatnya.
Shania terkekeh mendengar ucapan Biru. Pasalnya laki-laki itu sering sekali membuatnya tertawa dengan tingkah konyolnya. Kepergian Viny sempat membuat Biru merasa kehilangan, bagaimanapun ia sempat menaruh hati pada gadis yang dulu sering membuatnya kesal. Shania bersyukur memiliki teman dekat seperti Biru. Saat ia kehilangan Viny, dan saat ia harus berpisah dengan Agam, Biru lah yang sering menghampirinya, sekedar untuk menghibur dan memberinya semangat dalam menjalani hidup. Agam pergi karna ia harus melanjutkan pendidikannya di luar negeri, mau tidak mau ia harus berpisah dengan Shania. Baik Agam maupun Shania, mereka masih menjalin komunikasi dengan baik. Meskipun hati mereka tak lagi sama. Bisa di bilang mereka lebih terlihat seperti kakak-adik.
.....
Seorang gadis berjalan dengan membawa kantong plastik ditangannya. Ia terlihat terburu-buru karna beberapa menit lalu sang mama menelponnya. Ia membuka pintu rumah dan langsung bergegas ke arah dapur.
"Maaf Ma, tadi Ve harus antri dulu di kasir." ucap gadis itu saat sudah berada di dekat Meody. Terlihat sang Ibu sibuk menyiapkan bahan-bahan masakan.
"Iya sayang. Tolong bantu Mama ya." ucap Melody.
Veranda mengangguk.
Hari ini mereka berencana memberi kejutan untuk Shania. Pasalnya gadis itu hari ini ulang tahun. Kebetulan saat ini Shania sedang tidak dirumah."Tante Frieska udah di kabari?" tanya Veranda di sela ia memotong sayuran.
"Sudah, mereka sekeluarga akan datang." jawab Melody.

KAMU SEDANG MEMBACA
KARNA KITA SAUDARA
FanfictionTentang lika-liku kehidupan sebuah keluarga. Tentang berartinya keberadaan seseorang. Dan tentang sakitnya arti kehilangan., . . . . .