Sebuah mobil berhenti tepat di halaman rumah keluarga Pradipta. Perlahan Viny keluar dari mobil. Kaca pintu kemudi terbuka menampilkan seorang pria dengan kacamata yang bertenger di hidungnya.
"Viny." panggil pria yang tak lain adalah Yoga.
"Kamu langsung istirahat ya." ucap Yoga pada Viny.
Viny menggangguk."Hati-hati di jalan, Ayah." ucap Viny.
Yoga tersenyum. Beberapa kali ia mendengar Viny memanggilnya dengan sebutan Ayah. Tentu itu hal yang begitu ia harapkan sejak lama.Mobil Yoga perlahan meninggalkan halaman rumah Viny. Viny masih menatap kepergian Yoga, ia merasa lega setelah berdamai dengan sang Ayah. Meski sebelumnya ia begitu membenci masa lalu Ayahnya, akan tetapi bagaimana pun ia tetap merindukan sosoknya. Viny sadar setiap orang pernah melakukan kesalahan. Sekalipun kesalahan itu sulit untuk di maafkan, namun setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua.
Viny berbalik badan, perlahan ia memasuki rumahnya. Tujuannya untuk mengunjungi sang Kakak ia batalkan. Viny teringat saat tadi ia mendengar pembicaraan Mama dan juga Kakaknya mengenai donor mata untuk kakak pertamanya.
Huft
Helaan nafas keluar dari mulut Viny. Bagaimana ia mendapatkan donor mata untuk sang Kakak.......
Viny duduk di bangku kantin sekolah. Ia tidak sendiri, melainkan bersama Lidya. Viny hanya diam dengan pikiran entah kemana, tangannya sedari tadi sibuk mengaduk minuman dengan sedotan. Sesekali ia meminum minumannya itu.
Huft
Entah berapa kali Lidya mendengar helaan nafas dari mulut Viny.
"Vin."
"Hmm." dehem Viny menjawab panggilan Lidya.
"Kasian tau makanannya di anggurin, emang loe gak laper?" ucap Lidya.
Viny menoleh sekilas ke arah Lidya, lalu beralih menatap makanan di hadapannya.
"Buat loe aja." ucap Viny seraya mendorong piring berisi makanan ke hadapan Lidya. Tentu Lidya bersemangat, kapan lagi ia mendapat makanan gratis. Jika biasanya ia harus berebut makanan dengan Viny, tapi sekarang Viny dengan suka rela memberikan untuknya.
"Loe kenapa sih Vin, kepikiran sesuatu?" tanya Lidya di tengah ia makan.
Viny masih diam, ia belum menjawab pertanyaan sahabatnya itu.
"Lid, nyari donor mata dimana ya?"
Uhukk
Ucapan Viny sontak membuat Lidya tersedak.
Viny yang melihat itupun langsung menyodorkan minumannya untuk Lidya."Ya Allah perih banget tenggorokan gue."
"Makannya pelan-pelan bencong." ucap Viny.
"Heh, loe tu yang bikin gue keselek. Loe nanya apa tadi, donor mata? Buat apaan?" tanya Lidya.
"Kak Ve." ucap Viny lirih.
"Mata Kak Ve bermasalah. Dan sekarang dia buta." lanjut Viny. Ia menundukkan kepalanya.
Lidya kaget mendengar ucapan Viny. Sebelumnya Viny sudah memberitahu Lidya tentang Veranda yang kecelakaan. Namun ia belum tahu jika kecelakaan itu membuat Kakak dari sahabatnya mengalami kebutaan.
"Dokter bilang Kak Ve harus dapet donor mata. Aku gak tau harus cari dimana." punggung Viny terlihat bergetar. Lidya yang melihat itu langsung menggeser duduknya mendekati Viny. Ia merangkul tubuh Viny, mencoba menenangkan sahabatnya.
"Aku gak mau Kak Ve nanggung semua sendiri. Aku gak bisa liat dia kesulitan nantinya." ucap Viny sambil menangis.
Lidya paham dengan apa yang sedang di hadapi oleh Viny. Ia turut sedih mendengar kabar tentang Veranda. Sudah pasti itu pukulan yang berat untuk keluarga Viny.
KAMU SEDANG MEMBACA
KARNA KITA SAUDARA
Fiksi PenggemarTentang lika-liku kehidupan sebuah keluarga. Tentang berartinya keberadaan seseorang. Dan tentang sakitnya arti kehilangan., . . . . .