Cukup lama Viny dan Shania dalam posisi berpelukan. Viny membiarkan sang Kakak menumpahkan semua kesedihannya, air mata Viny juga ikut mengalir melihat kerapuhan sang Kakak. Viny sadar apa yang di alami Shania cukup berat. Ia pun tidak bisa melakukan apa-apa. Yang bisa ia lakukan hanya berusaha menguatkan sang Kakak, meyakinkan sang Kakak bahwa masih ada ia yang akan selalu menemaninya.
Shania duduk di atas tempat tidur dengan bersandar di kepala ranjang. Ia terlihat fokus dengan novel di tangannya. Terlintas kejadian saat tadi ia di sekolah. Saat ia dengan tegas mengakhiri hubungannya dengan Agam. Shania terdiam, seperti merasa sesak jika mengingat kejadian itu. Kembali ia fokus pada novelnya, namun lagi-lagi ingatan pahit kejadian itu memenuhi pikirannya. Shania menutup novelnya, ia menatap gelang berbandul matahari yang melingkar di tangan kirinya. Ia ingat siapa pemberi gelang itu.
"Kok tumben sih kamu ajak aku kesini." tanya Shania setelah turun dari motor Agam.
"Kenapa? Kamu gak suka? " tanya balik Agam.
Shania menggelengkan kepalanya.
"Bukan gitu, tumbenan aja. Tapi udah lama juga sih aku gak liat pasar malam." ucap Shania sambil menatap pemandangan di hadapannya. Saat ini keduanya sedang berada di lokasi pasar malam."Makanya aku ajak kamu kesini. Gapapa kan?"
"Gapapa bangett. Yuk kesana." ucap Shania bersemangat sambil menarik tangan Agam.
Agam dan Shania terlihat menikmati kebersamaan mereka. Mencoba semua permainan di pasar malam. Meskipun wahana di pasar malam tidak secanggih seperti yang pernah mereka naiki, namun hal itu tidak menjadi masalah untuk mereka berdua. Mereka jadi teringat masa kecil mereka yang sering datang ke pasar malam bersama keluarganya.
Agam berjalan sambil menggandeng tangan Shania. Ia mengajak Shania duduk di salah satu bangku. Shania duduk sambil memakan arum manis yang tadi ia beli. Agam menatap Shania dari samping, ia tersenyum melihat Shania menikmati arum manis layaknya anak kecil. Shania seperti tidak pernah memakan makanan itu.
"Kamu kaya gak pernah makan aja sih." ucap Agam.
"Aku emang udah lama tau gak makan ini. Kalo ketahuan mama bisa di omelin. Ehh kamu jangan sampe bilang mama ya. Awas aja kalo ember, aku pecat jadi mantu mama." ucap Shania.
Agam hanya meringis mendengar ancaman Shania.
"Shan, tunggu bentar ya. Aku kesana dulu."
Shania hanya mengangguk.Agam berjalan ke arah stand aksesoris. Ia melihat beberapa kalung dan gelang yang terpajang.
"Mbak, ini berapa ya?""Murah mas, 45.000."
"Saya ambil ini deh mbak." ucap Agam.
Setelah selesai, Agam kembali menghampiri Shania.
"Dari mana sih? Lama banget." ucap Shania kesal karna menunggu Agam.
"Cieee Caniya nya akyuu nungguin ya." goda Agam.
"Alay." kesal Shania.
Agam meraih tangan Shania. Namun dengan cepat Shania menarik tangannya.
"Mau ngapain? ""Pinjem tangannya bentar."
"Enggak."
"Bentaran doang."
"Ish mau ngapain sih, malu banyak yang liat." ucap Shania. Namun ia membiarkan Agam meraih tangannya.
Tanpa berkata apapun Agam memakaikan gelang di pergelangan tangan Shania.
Shania terdiam menatap Agam yang masih memasangkan gelang di tangan kirinya. Gelang berbandul matahari.

KAMU SEDANG MEMBACA
KARNA KITA SAUDARA
FanficTentang lika-liku kehidupan sebuah keluarga. Tentang berartinya keberadaan seseorang. Dan tentang sakitnya arti kehilangan., . . . . .