40. Kunjungan

16K 2.8K 236
                                    

Chapter 40

"Kunjungan"

Seberapa keras mencoba tak peduli, kamu tak akan bisa.

Perpisahan memang menanamkan luka.

Tapi ingat, bukan dirimu saja yang menderita.

Dia juga.

Dia juga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_____

Gue udah bilang kan? Hujan itu bikin sakit. Semenjak insiden kemarin gue langsung terkapar di tempat tidur esok paginya. Suhu badan gue naik, kepala gue pusing dan flu. Tadi pagi gue berniat segera mandi dan siap-siapa berangkat ke sekolah. Tapi tubuh gue terlalu lemas, dan ketika gue memtuskan untuk berdiri, sekeliling gue rasanya seperti berputar.

Pagi ini Samuel mengetuk pintu, namun gue sama sekali tak kuasa untuk berjalan ke depan membuka pintu. Ketukan dan bel itu berhenti beberapa saat, sepertinya Samuel meminta kunci cadangan rumah gue pada Ibunya. Dan benar saja, beberapa menit kemudian ia membuka pintu kamar gue.

Samuel menghela nafas ketika melihat gue masih terbaring di tempat tidur dengan lemas. Begitu juga dengan Bibi yang suka membantu di rumah, ia sempatkhawatir ketika pintu gue masih terkunci ketika datang kemari. Dengan bantuan Bibi, Samuel mengompres dahi gue menggunakan air dingin.


"Sam"

"Apaan?"


Dia menoleh pada Bibi di sampingnya. "Bi, nanti bikinin Sena bubur, sama di kasih obat ya, oh iya nanti kompresnya sesekali di ganti" Ucapnya. Gue tersenyum tipis, bersyukur memilki sahabat seperti Samuel di hidup gue.

"Sam" Panggil gue lagi. "Apaan?" Ucapnya. "Lo jangan cari masalah ya? Jangan bikin ribut di sekolah" Gue mengingatkan. Dia tidak mengatakan apa-apa hanya pamit kepada Bibi dan berjalan keluar untuk sekolah.

Gue nggak mau Samuel berantem. Gue juga nggak mau Akai tau soal masalah ini. Sepupu gue itu rajanya pertubiran, kalau dia berantem sama Daniel yang biang ribut juga, mereka bisa bonyok, gue juga yang repot kalau tiba-tiba orang tua Akai dipanggil.

Gue menoleh ke arah nakas, dimana ponsel gue berbunyi sedari tadi. Gue menghela nafas, mencoba menggerakkan tubuh untuk menjangkaunya dengan susah payah.

Dan, gue langsung dibuat menyesal ketika menatap nama Daniel di layar. Gue berdecak, menaruhnya kembali ke tempat semula setelah memutuskan untuk silent mode. Samuel melarang gue untuk menerima panggilan dari Daniel untuk sekarang ini.

Katanya. "Nanti aja, kalau lo udah baikan hatinya"

Gue menutup mata mencoba tidur, menghilang bayang bayang kejadian suram kemarin. Namun nihil, semua itu berakhir dengan gue yang menangis dalam diam di tempat tidur.

Jagoan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang