42. Blokir Perasaannya

17.4K 2.7K 340
                                    




Chapter 42

"Blokir Perasaannya"


"Blokir Perasaannya"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

• Happy Reading •

______

Gue memiringkan kepala menatap Daniel di depan sana. "Tiga menit" Ucap gue dengan tegas. Cowok itu terdiam, bahunya melorot turun dengan helaan nafas yang keluar dari mulutnya.

"Tiga menit atau enggak sama sekali" Gue mengulangi. Daniel menunduk, melangkah mundur dan menatap gue lurus. Cowok itu tersenyum lemah, sambil membuang nafasnya perlahan sedangkan gue sibuk mengetuk-ngetuk lantai dengan sandal rumah dengan mata yang tak lepas dari stopwatch.

"Gue sayang sama lo, sama sekali nggak terlintas buat bikin lo sakit hati tentang yang kemarin"

Gue menaikkan sebelah alis, entah kenapa gue pengen ketawa. Lucu aja gitu, dia bilang sama sekali nggak terlintas buat bikin gue sakit hati. Lantas, perempuan mana yang nggak sakit hatinya kalau melihat laki lakinya meluk orang lain. Ralat mantan.

"Gue juga nggak tau sama sekali soal Adara yang selama ini nemuin lo, gue taunya dia baru balik dari Inggris udah itu aja"

Gue berdecak pelan, menggoyang-goyangkan ponsel miliknya yang sudah menunjukkan angka 30 detik. Yang artinya sisa waktu Daniel hanya 2,5 menit. "Pelukan kemarin bukan apa-apa" Ujarnya lagi.

Bukan apa-apa. Tapi bagi gue itu sesuatu.

"Mungkin nggak berarti bagi lo, tapi berarti bagi gue. Seberapa pentingnya alasan lo lebih milih nyamperin Adara. Lo sama sekali nggak pantes pergi ninggalin gue di bioskop sendirian tanpa sepatah katapun dari mulut lo!" Nada gue meninggi, beneran nggak bisa menahan lagi untuk nggak menjawab.

"Lo laki-laki kan? Lo punya mulut buat bilang ke gue. Lo bisa balik cuman buat ngasih tau ke gue. Pertanyaannya, Lo menghargai gue sebagai pacar lo atau tidak?" Tambah gue lagi.

Ucapan gue sontak membuat Daniel membisu. See? Dari reaksinya gue tau dia sama sekali nggak kepikiran hal itu. Gue berdecak lagi menggoyang-goyangkan ponsel di depan wajahnya. "Waktu lo setengah menit"

Gue memandangi Daniel yang menunduk, ia menghela nafasnya kasar lantas kembali menenggak menatap gue. "Gue sama Adara memang pernah pacaran, dia perempuan pertama di hidup gue yang hadir setelah Mamah. Dia selalu ada, sebagai teman, sebagai guru, sebagai orang yang gue sayang. Dia memang segalanya"

Untuk apa dia ngomong gitu? Menyakiti gue lebih dalam lagi?

Rasa sesak di dada kembali menjalar di tubuh gue. Menahan agar tidak bergetar, gue memutuskan untuk mengigit bibir gue pelan dengan tangan kiri yang mengepal kuat. Mata ini terasa panas, namun gue sekuat tenaga menahan agar air mata ini tidak jatuh setetes pun. Gue nggak mau menjadi lemah lagi, nggak mau menangis lagi di hadapannya.

Jagoan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang