Terungkap

17 3 0
                                    

Hari ini kedua orangtua Rena pulang. Sebelumnya bi Asih memberikan kabar pada Rena tentang kepulangan mereka. Rena kesal, mengapa mereka harus memberitahu bi Asih sedangkan pada dirinya tidak? Sering kali terpikir dalam benaknya, apakah mereka menyayangi dirinya atau tidak?

Dengan langkah kaki berat, Rena menuju ruang tamu untuk bertemu dengan papa dan mamanya. Rena memang berencana akan bercerita kepada mereka tentang hubungan dia dan Dave selama ini. Semalaman penuh pikirannya berkutat akan becerita atau tidak? Dan dia sudah memutuskan akan bercerita. Semoga saja mereka mau mendengar ceritanya, itulah yang dia harapkan sekarang.

Papanya Sean dan Emilia sedang duduk di ruang tamu. Sean sedang membaca koran, sedangkan Emilia masih sibuk mengurusi pekerjaannya. Emilia memang selalu seperti itu. Rena sudah menjadi terbiasa dengan kelakukannya.

"Pa Rena mau bicara." ucap Rena duduk disamping Sean, Sean menoleh "Bicara apa? Gak biasanya kamu mau bicara sama papa kalau bukan sesuatu yang penting." jawab Sean lalu menutup koran yang ia baca.

Sean memang pengertian pada Rena. Dia selalu menjadi pendengar yang baik jika Rena ingin bercerita. Sesibuk apapun dirinya, dia akan selalu meluangkan waktunya untuk Rena. Berbeda dengan Emilia yang selalu sibuk dengan urusannya. Rena lebih senang jika harus bercerita dengan papanya dibanding mamanya.

Rena menghela nafas sebelum bicara "Pa. Aku mau jujur sama papa. Papa tau kan dulu aku pacaran sama Dave? Selama ini aku bohong sama papa dan mama, Dave gak sebaik yang kalian pikir. Selama aku pacaran, Dave sering banget pa pukulin aku. Dia sering lampiasin emosinya ke aku. Dan aku selama ini sembunyiin dari kalian kalau aku baik-baik aja padahal nyatanya enggak. Waktu itu aku sempet dirawat di rumah sakit, dan dokter bilang kalau aku mengalami trauma berat, biasa dokter nyebutnya PTSD. Trauma karena sesuatu yang menyakitkan. Aku selama ini bertahun-tahun sering ngalamin mimpi buruk pa karena Dave. Aku gak bisa tidur nyenyak. Pa aku minta maaf udah sembunyiin ini dari kalian." Suara Rena mendadak parau. Dia berusaha menahan tangis, tapi tak bisa. Air matanya sudah keluar. Sean pilu, dia kaget mendengar anaknya selama ini mengalami beban yang sangat berat.

Sean memeluk Rena, menepuk bahu anaknya agar tidak bersedih "Maafin papa selalu sibuk dengan urusan papa sampai-sampai tidak memerhatikan kamu. Papa tidak pernah menyangka Dave bisa berbuat seperti itu. Papa kira dia anak yang baik karena dia adalah anak dari teman papa. Kenapa kamu baru cerita sekarang Re?" ucap Sean pelan, tidak tega melihat Rena yang sudah terisak. Emilia hanya menoleh menatap Rena yang tiba-tiba menangis dipelukan Sean.

"Kenapa tidak cerita ke mama? Apa harus bercerita ke papamu? Buat apa ada mama disini kalau kamu tidak cerita?" potong Emilia cepat, tidak terima jika Rena hanya bercerita pada Sean. Dia akui memang dirinya tidak pernah ada untuk Rena, tapi apa salahnya jika anaknya bercerita padanya?

Rena terus menangis, tidak merespon ucapan Emilia yang menurutnya tidak harus dijawab. Untuk apa dia bercerita jika mamanya saja tidak pernah mau mendengarkan? Hanya terus mementingkan urusan pekerjaan yang selalu dianggapnya paling penting.

Sean melepaskan pelukannya pada Rena dan menoleh tajam menatap Emilia.

"Kamu!" teriak Sean, lalu menunjuk Emilia. Emilia tidak menghiraukan Sean yang sudah emosi. "Sudah tau anak kamu sedang ada masalah, masih saja sibuk dengan pekerjaanmu! Apa pantas kamu disebut orangtua jika waktu dengan anakmu saja tidak ada?!" Rena langsung menarik lengan Sean agar tidak memarahi mamanya. "Udah pa. Jangan marahin mama."

"Kamu tidak usah merasa benar." Emilia membalas menunjuk Sean. "Kamu sadar disini orangtuanya bukan cuma aku. Seharusnya kamu ngaca, yang sibuk bukan hanya aku. Jangan merasa dirimu paling benar disini." bentak Emilia tak ingin kalah.

Sean melayangkan tangannya ingin menampar Emilia, dan langsung dihentikan oleh Rena "Aku mohon pa jangan kayak gini. Tahan emosi papa. Jangan karna aku, kalian berantem." pinta Rena yang masih terus terisak. Sean menurunkan tangannya, tak ingin anaknya takut. Emilia hanya memalingkan wajahnya dari Sean.

Our Love Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang