Malam ini adalah malam yang panjang dan melelahkan untuk Dareen. Sudah 2 minggu Sonya masih belum sadarkan diri. Dareen terus bermalam dirumah sakit sambil memantau keadaan Sonya. Wajah tampannya kini sudah ditumbuhi rambut-rambut halus, berat badannya juga kini menurun drastis sampai tulang pipinya sekarang terlihat. Dareen memang benar-benar tidak mengurus dirinya sekarang, merasa tidak peduli karna menurutnya Sonya yang terpenting.
Sudah 2 hari ini Richard dan Erick menemani Dareen, mereka berdua juga ikut menginap. Dareen yang awalnya menolak untuk ditemani mereka akhirnya menyetujui. Erick khawatir dengan keadaan sahabatnya itu, begitupun dengan Richard. Aile dan Retta juga sudah memberikan mereka izin untuk menemani cowok itu. Sekarang mereka bertiga berada di kantin rumah sakit, sedari tadi Erick menyuruh Dareen untuk makan. Awalnya memang cowok itu menolak, karna Erick dan Richard tak henti-hentinya mengoceh akhirnya dia hanya menurut saja.
"Dimakan Ren, jangan diliatin aja tuh nasi. Nanti jadi bubur baru tau rasa lo." Kata Richard pada Dareen, Dareen hanya melamun sambil mengaduk-aduk nasi yang ada dihadapanya.
"Iya, Lo makan gih Ren. Nanti kalau lo sakit kita-kita juga yang repot." Erick menambahkan, menyuruh agar Dareen makan. Aile sudah memberi pesan padanya agar mengurus cowok itu, tidak mau jika nanti Rena akan sedih lagi melihat keadaannya yang sekarang.
"Gw gak laper." Ucap Dareen cepat. Erick dan Richard saling menatap, tak mengerti lagi dengan jalan pikiran Dareen.
"Lo percuma kayak gini, gak bakal bisa bikin nyokap lo bangun. Yang ada nanti pas nyokap lo bangun dan tau tiba-tiba lo sakit, dia juga bakal sedih Ren." Erick mengambilkan sesendok nasi dan diberikan pada Dareen "Nih makan. Apa mau gw yang suapin?"
Richard tersendak, lucu dengan perlakuan Erick. "Mampus lo, makanya gak usa demen ngetawain orang. Untung aer, kalau sendok gimana?" Cibir Erick, sudah bosan dengan kelakuan bodoh Richard.
"Kalau sendok yang ketelen yauda, kok susah amat." Jawab Richard cepat, Erick yang tadinya sedang memakan roti langsung memukul kepala Richard kencang. "Gini nih cowok yang gak punya hati, gak mikirin perasaan Retta nanti gimana kalau lo mati."
"Kok nyambung ke Retta?"
"Iyalah, masa ke Aile? Itu mah punya gw. Enak aja lo."
Erick merasa lega, akhirnya Dareen mau makan walau cuma beberapa suap. Erick yang tadinya mau menjahili Richard lagi, langsung mengajak Dareen berbicara.
"Ren, lo tau gak kalau Rena sedih lo putusin waktu itu?" Erick memelankan suaranya, ingin Dareen tau jika Rena merasa terpukul.
"Rena bisa bahagia sama yang lain, gak harus sama gw." Jawab Dareen cepat, Richard yang tadinya hanya mendengarkan pembicaraan mereka, langsung mendekat menatap Darren. "Jangan sampe Rena udah dapet yang lain baru nanti lo nyesel."
Nyesel? Bukannya yang harusnya menyesal itu Rena? Menyesal karna memilih Dareen sebagai pacar?
Dareen diam, tidak menangapi ucapan Richard. Karena dia sudah tau, jika yang seharusnya menyesal adalah Rena.
"Kita cuma sahabat lo, gak berhak ikut campur sama masalah lo berdua. Inget Ren, lo sama Rena udah sama-sama dewasa. Bukan anak kecil yang baru ngerti arti cinta, seharusnya lo tau apa yang harus lo lakuin dan dampaknya apa untuk Rena." Richard melanjutkan ucapannya, sedikit kesal dengan Dareen yang menurutnya terlalu lemah dalam mempertahankan hubungan. "Rena down Ren sekarang, Retta bilang dia lebih banyak murung dan diam. Dia udah gak kayak Rena yang dulu, sekarang dia udah persis kayak dulu saat Dave buat dia ancur."
Mendengar nama Dave, Dareen langsung teringat. Bagaimana jika Dave nantinya akan datang dan menyakiti Rena lagi? Sekarang ia sudah tidak bisa melindungi Rena, dia bukan siapa-siapa gadis itu lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Love Story
Teen FictionBercerita tentang mereka. Kehidupan, percintaan dan keluarga. Tidak semulus harapan mereka. Mereka dua insan yang tanpa sadar dipertemukan oleh takdir, Siapa sangka suatu keadaan mempertemukan mereka? "Tanpa sadar kau membawa bahagia ku yang hilan...