Part 1

2.9K 401 379
                                    

Di sebuah cafe yang terlihat luas dan mewah, namun sesuai dengan kantong anak sekolahan. Terlihat dua gadis cantik yang duduk di meja nomor satu dekat pintu masuk. Setiap pelanggan cowok yang masuk ke cafe tersebut langsung terpana akan pesona mereka. Bahkan cowok yang sedang menggandeng kekasihnya masih sempat curi-curi pandang, yang mengakibatkan kekasihnya dilanda cemburu dan memilih keluar dari cafe tersebut dalam keadaan kesal.

Nadiya Fahriza adalah gadis cantik berkulit putih, berhidung mancung dengan tinggi badan mencapai 168 Cm. Sempurna. Itu yang dikatakan murid SMA di sekolahnya. Gadis itu sedang menopang dagunya dengan pandangan hampa ke arah lantai.

Nadiya tengah meratapi nasibnya karena ditinggal tanpa alasan oleh mantanya yang bernama Angga. Nadiya sempat berfikir kenapa bisa cowok itu meninggalkannya saat ia mencoba untuk menerima perubahan sikap Angga. Apa kurangnya Nadiya?

"Gue harus apa Nad?" tanya Sarah.

Sarah Sarasvati. Yang sering dipanggil Sarah, Rah. Gadis cantik, berkulit putih, hidung kecil, dengan tinggi badan mencapai 163 Cm.

Laila yang saat ini tidak bisa datang karena ada urusan keluarga. Mereka bertiga sudah berteman dari masa SMP sampai sekarang duduk dibangku SMA kelas Xl IPA 1. Takdir seakan tak ingin memisahkan mereka.

Sarah yang mendapati Nadiya sedang melamun, ia hanya mendesis sebal karena sedari tadi bercerita tentang perasaannya, ternyata tidak didengarkan oleh Nadiya.

"NADIYA!" panggil Sarah keras hingga membuat pengunjung cafe menatap ke meja mereka.

Nadiya langsung tersentak dari lamunannya dan menoleh menatap Sarah yang berteriak keras kepadanya.

"Kenapa sih Rah, sakit telinga gue tau?" Nadiya menatapnya malas.

"Ck! Biar lo itu bangun dari lamunan lo. Abisnya lo nyebelin tau gak, dari tadi gue udah cengar-cengir cerita tapi nggak didengerin." Sarah gemes melihat Nadiya.

Hufft

"Move on dong. Seharusnya lo itu bersyukur karena hubungan kalian udah berakhir, si Angga emang berengsek sok kecakepan lagi. Dan lo harus tau kalau stok cogan di sekolah kita masih banyak!" jelas Sarah serius.

"Hmm," gumam Nadiya malas.

"Lo mau enggak gue carikan cowok?"

Nadiya menatapnya sengit. Apa-apaan sih Sarah, dia pikir Nadiya tidak laku apa sampai dicarikan cowok segala.

"Makasih loh ya Sarah Sarasvati, gue tidak berminat!" ucap Nadiya sewot.

"Yehhh, biasa aja kali!"

Sarah mengaduk-aduk minumannya dengan sedotan dan pandangannya tak luput dari Nadiya yang kembali diam seperti semula.

Benar-benar galau nih anak, batin Sarah.

"Nad."

"Hmm?" sahut Nadiya malas.

"Jangan murung dong, kan gue mau curhat sama lo." Sarah menggenggam tangan Nadiya sembari memasang wajah memohon.

Nadiya mendesah berat, matanya menatap Sarah yang berusahan membujuknya.

Sarah itu sahabatnya atau tidak sih? Sangat tidak peka dengan kondisi Nadiya yang ingin diam adem sembari meresapi hubungannya yang sudah berakhir.

Nadiya juga perlu waktu untuk tidak memikirkan masalah orang lain, sedangkan masalahnya saja belum kelar.

"Please..."

Kalau sudah begini mana tega Nadiya menolak Sarah, ia hanya berharap ada seseorang yang membawanya pergi dari tempat ini.

"Cerita apa?" Nadiya menegakkan tubuhnya siap untuk mendengarkan sepanjang apa Sarah bercerita nantinya.

Sarah nyengir tanpa dosa. Sarah menarik bangkunya agar lebih dekat ke depan Nadiya.

"Gue mulai dari mana ya?" bingung Sarah.

"Mana gue tau," jawab Nadiya mencoba untuk tetap jadi pendengar yang baik di mata Sarah.

Sarah menarik napas dalam kemudian membuangnya. Entah kenapa setiap ingin bercerita tentang dia Sarah dilanda kegugupan dan berakhir degup jantungnya berdebar lebih cepat.

Dan perasaannya ini sangat lebih baik dibicarakan dengan baik-baik dari hati ke hati.

Lelah?

Lebih dari kata lelah, namun Sarah menikmati semua ini. Karena ia yakin setiap hal yang dilakukan dengan terburu-buru hasilnya tidak akan baik.

Mungkin Sarah akan memperpanjang status cinta dalam diam.

"Sebenarnya, gue suk-"

Derrtt!

"Bentar bentar, gue angkat telpon Mama dulu." Nadiya segera menjauh dari meja mereka.

Huff

Sarah membuang napas panjang, sesekali melirik Nadiya yang tampak serius dengan lawan bicaranya.

Nadiya kembali dengan wajah murung. "Maaf Rah, gue harus pergi," ujar Nadiya jadi tidak enak hati.

"Iya gue ngerti Nad."

"Gue janji kapanpun lo mau cerita gue bakal denger deh."

Sarah mengangguk paham. Kapan Nadiya menolaknya untuk menjadi pendengar Sarah? Tidak pernah, dalam keadaan apapun Nadiya selalu menerimanya.

"Yaudah lo pergi aja."

Setelah membereskan barangnya Nadiya langsung pergi. "Makasih Rah."

BERSAMBUNG...

Hallo semua!
Jangan lupa Voment ya :)

Tanya Hati [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang