Part 7

877 224 136
                                    

Semua siswa merasa bahagia mendengar bel yang bunyinya lama, bel yang bunyinya lama itu menandakan kegiatan sekolah sudah berakhir. Semua berlomba-lomba untuk duluan sampai gerbang sekolah yang sudah terbuka lebar, menghirup udara yang berada di luar lingkungan sekolah rasanya bebas dari beban.

"Gini kan enak pulang cepat."

"Sering-sering aja kek gini Bu!"

"Dasar pemalas! Mending lo gak usah sekolah."

"Hahaha, bercanda elah." Curahan hati seorang siswa yang kegirangan.

Setelah mendengar bunyi bel, Nadiya dan dua sahabatnya keluar dari UKS menuju kelas mereka. Nadiya dibantu Sarah dan Laila untuk berjalan, Nadiya sempat menolak untuk dibantu berjalan, namun Sarah dan Laila tak menghiraukan ucapan Nadiya. Semua siswa yang melihat keadaan Nadiya cukup prihatin.

"Semangat, GWS Nad, gue sedih lihat lo kek gini Nad." Berbagai support dari mereka untuk menyemangati Nadiya.

Nadiya membalas semua itu dengan senyuman yang tulus, teman dan adik kelasnya sangat baik kepadanya.

"Cie cie, fansnya banyak," goda Sarah. Namun Nadiya hanya diam.

"Iya Nad, hebat lo hanya pingsan aja udah banyak yang ngucapin. Apa lagi kalau lo ma–"

"Udah deh jangan mikir yang aneh-aneh Laila," ucap Nadiya yang sudah sampai di kelas.

Laila menyuruh Nadiya untuk duduk, Sarah memasukkan peralatan sekolah ke dalam tas milik Nadiya.

"Lo pasti udah dijemput sama bokap lo Nad, tadi Ibu Melody yang ngabari sama orang rumah lo," jelas Sarah.

Nadiya hanya mangguk mengerti, Nadiya sangat yakin pasti berbagai pertanyaan yang akan ia dapat kalau sudah sampai rumah nanti. Betapa sayangnya keluarganya kepada Nadiya.

"Udah yuk kita langsung aja ke gerbang kasihan Papa lo Nad, pasti udah nunggu lama," ucap Laila. Mereka bertiga berjalan menuju mobil milik Papa Nadiya yang berada dekat dengan gerbang sekolah.

"Lo masih sakit Nad?" tanya Sarah khawatir karena sepanjang perjalanan menuju gerbang Nadiya terus diam.

"Masih pusing."

"Nih tasnya." Sarah memberikan tas Nadiya. "Jangan lupa istirahat Nad, biar kita bisa main lagi."

"Makasih ya nak, udah mau bantu Nadiya."

"Iya Om, itu udah kewajiban kita sebagai sahabatnya Nadiya," jujur Laila.

"Kalian belum pulang? Sekalian bareng sama Nadiya mau?" tawar Rizal.

"Makasih Om, tapi saya udah dijemput Om," jawab Sarah asal.

"Kalau gitu Om duluan ya nak, Laila tidak mau ikut ke rumah?"

"Iya Om," ucap Sarah.

"Kapan-kapan aja Om, Laila mungkin dijemput Papa." Rizal hanya tersenyum.

"Rah, Lai, gue pulang duluan ya?"

"Bye." Mereka berdua melambaikan tangan ke mobil Nadiya yang mulai menjauh.

Laila menatap Sarah lekat. "Rah, lo beneran dijemput?" tanya Laila berbinar.

"Ck. Boro-boro gue dijemput, semua pada sibuk sama urusan masing-masing, gue kadang iri sama keluarga Nadiya," adu Sarah dengan wajah lesuh.

Laila yang mendengar ucapan Sarah turut sedih. Aneh memang melihat keluarga Sarah yang hanya mementingkan pekerjaan, dan tidak pernah ada orang tua Sarah kalau Nadiya atau Laila main ke rumah Sarah. Rumahnya selalu terlihat sepi, tak ada kehidupan di dalamnya. Apa lagi kalau orang tua Sarah lagi bertengkar, pasti Sarah memilih menginap di rumah Nadiya atau Laila. Dengan senang hati mereka menerima Sarah dan membantu Sarah untuk menenangkan hatinya. Itulah gunanya sahabat, saling membantu dan mensupport satu sama lain. Bukannya malah ninggalin saat dia lagi butuh kita.

Tanya Hati [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang