Di sebuah ruangan musik Nadiya duduk berhadapan dengan Valdo. Cowok itu sedang mendata nama-nama yang akan mengikuti perlombaan bernyanyi solo dan juga grup.
Nadiya, Valdo, dan Laila akan menyeleksi dan berlatih untuk perlombaan.
Laila memerintah adik kelas yang ikut lomba agar duduk dibangku yang sudah tersedia. Sesekali Laila menegur siapa yang tidak mendengarkannya.
Laila menghela napas, mic yang ia pegang didekatkan ke bibir. “Itu yang di belakang ngapain makan-makan? Nggak sopan.” Laila menunjuk cowok yang bernama Vidi. Laila tahu kalau Vidi sedari tadi memperhatikannya sambil mengunyah makanan.
“Lapar kak. Kakak udah makan?” tanya Vidi perhatian hingga membuat yang lain menjadi recok.
“Bisa diem nggak?” ucap Laila penuh penekanan.
“Bisa kak!” ucap mereka bersamaan.
“Baiklah kita mulai dari yang paling.” Laila menatap satu per satu wajah mereka. “Lo, maju.” Sepertinya Laila punya dendam dengannya, sampai cowok itu yang duluan maju.
“Gue kak?” Vidi menunjuk dirinya sendiri.
“Iya.”
Sebelum maju ke depan, Vidi menyisir rambutnya ke belakang dengan lima jarinya. Kemudian tersenyum hingga terlihat lesung pipinya. Vidi itu ganteng kaya ada manis-manisnya.
Vidi duduk di samping Laila sambil memangku gitarnya. “Selamat siang semua! Gue akan menyanyikan lagu yang berjudul, cantik.” Saat mengatakan cantik kedua mata Vidi beralih menatap Laila.
“Wooohhhh!” seru anak cewek.
“Bisa aja nih bocah, anak siapa sih ini?” ucap Laila pelan namun masih bisa didengar oleh Vidi. Vidi menyunggingkan senyumnya.
Jreng!
“Cantik.”
Vidi mulai menyanyikan lagu itu dengan suara serak yang terdengar sangat indah.
“Makasih,” sahut yang cewek-cewek kemudian mereka tertawa.
Nadiya memperhatikan dua orang yang berada di depan. Entah kenapa wajah Laila terlihat merah menahan agar dia tidak tersenyum karena ulah Vidi.
“Kak gue permisi bentar, mau beli minum,” pamit Nadiya.
“Iya, hati-hati.”
Nadiya melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu. Nadiya melihat lorong atas yang terlihat sepi, mungkin lagi belajar.
Brak!
Di persimpangan perpustakaan Nadiya mempercepat langkahnya, barusan ia mendengar suara aneh dari dalam perpustakaan yang terkunci dari luar. Kalau dilihat-lihat lorong sepi seperti ini serem banget, apalagi berjalan sendiri ditengah hari.
Kalau di sekolah ini tempat yang paling angker itu sekitar perpustakaan. Kemarin Ibu Mita penjaga perpustakaan sempat digangguin sama penunggu tempat itu waktu tengah hari. Ibu Mita yang sedang menghitung buku baru seorang diri, tiba-tiba buku yang tersusun padat di rak buku terbang ke lantai. Padahal tidak ada cela untuk buku itu bisa jatuh. Saat kejadian itu Bu Mita tidak pernah masuk sendirian kalau ke perpustakaan.
Bahkan kepala sekolah juga pernah bertemu langsung dengan penunggu itu di ruangan komputer. Penunggu itu berjenis kelamin laki-laki, mengenakan baju sekolah. Dia sedang duduk di depan komputer membelakangi kepala sekolah dan cuma komputer itu yang menyala. Saat kepala sekolah menghidupkan lampu, penunggu itu pun menghilang entah kemana, tetapi komputernya masih menyala.
Tap
Tap
Tap
“Whooh!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanya Hati [END]
Ficção Adolescente"Mungkin seperti ini akan lebih baik untuk kita berdua, tak perlu ada hubungan spesial lagi, dan semua akan kembali seperti semula. Saat di mana aku dan hanya Tuhan yang tahu kalau hanya kamu yang ada dalam hatiku. Maka tidak ada lagi yang terluka k...