Part 42

569 77 157
                                    

Pandangan lurus ke depan dan tidak berkedip sama sekali, lengan hoodie coklatnya ia tarik sampai menutupi setengah telapak tangannya. Berjalan santai saat melewati beberapa murid yang berbicara sambil meliriknya secara terang-terangan. Ia sangat tahu apa yang sedang mereka bicarakan, hanya saja ia sudah menutup kedua telinganya, apalagi saat menemui manusia seperti mereka. Karena mereka itu seperti pepatah bilang.

Bisul di wajah sendiri tak tampak, jerawat di wajah orang kelihatan jelas.

Melihat kesalahan orang lain itu jauh lebih mudah ketimbang melihat kesalahan diri sendiri.

Hampir setiap lorong yang ia lalui selalu saja ada yang menatapnya seperti manusia yang menjijikkan. Kalau boleh jujur ia sudah tidak tahan dengan semua ini, rasanya ia hidup pun tak ada lagi artinya. Sekali lagi, jika saat ini dan juga detik ini nyawanya diambil oleh sang pencipta, dengan sangat senang hati ia menerimanya.

Saat sampai di pintu kelas matanya melirik ke penjuru ruangan, terlihat teman-temannya yang sedang sibuk mengerjakan tugas Kimia. Ada yang berkerumun di meja belakang, ada yang mengerjakan sendiri, dan si ketua kelas yang selalu mengganggu temannya yang belum selesai.

“Rah lo udah siap PR?” tanya Laila saat Sarah melewati mejanya.

“Belum,” ujar Sarah, lalu berjalan ke mejanya.

“Gue udah selesai, buruan salin gih lima menit lagi bel.” Laila melempar bukunya tepat di meja Sarah.

“Makasih Lai.” Sarah mulai menyalin jawaban Laila sebanyak tiga halaman.

“Iya.” Laila meneguk minumnya sambil melirik jam dinding yang terletak di atas papan tulis. “Woi buruan dua menit lagi!” teriak Laila. Yang lain langsung mengeluh dan berdoa berjamaah.

“Semoga Ibu itu datangnya telat, amin semua?”

“Amin!”

Tettttttt

“Yahhhhh sialan!”

“Siapa yang mencet belnya oy!”

Tap

Tap

Suara gesekan sepatu dengan lantai semakin terdengar, semua langsung ngacir ke bangku masing-masing dan tidak lupa duduk manis.

“Pagi anak-anak alhamdulillah Ibu tidak telat,” ucapnya dengan senyum yang mengembang. Sedangkan semua murid di dalam kelas itu saling melirik satu sama lain.

Benar kata guru BK, kalau mendoakan guru yang iya-iya. Pasti tak terkabulkan.

Laila memutar kepalanya ke belakang, ia baru sadar kalau Nadiya belum juga datang.

Apa mungkin Nadiya terlambat, ah kayanya gak mungkin, batin Laila.

“Laila kamu kumpulkan tugas yang ada di barisan kamu. Begitu juga dengan yang duduk di depan.”

“Siap Bu.” Laila mulai berjalan ke belakang. Terlihat jelas wajah kesal Sarah yang belum siap tugas. “Kerjain cepat biar gue kumpuli tugasnya dari belakang dulu.”

“Percuma Lai, gue masih banyak yang belum kesalin. Nih buku lo. Makasih ya,” ucap sarah tersenyum.

Laila tak berkata apa-apa, melainkan merasa curiga dengan Sarah akhir-akhir ini. Sarah selalu menyendiri, tidak siap PR, jarang ke kantin, dan tidur saat jam pelajaran.

Tanya Hati [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang