Nadiya beranjak dari kasur tidurnya, mimpi buruk mampu membangunkannya. Mata indahnya melirik jam weker yang berada di atas meja kecil dekat kasur.
“Jam setengah tujuh!” ucapnya kaget.
Tanpa pikir panjang Nadiya langsung masuk ke kamar mandi. Hanya perlu sepuluh menit berada di dalam sana, dan lima menit memakai seragam sekolahnya dengan lengkap. Ia pun keluar dari kamar lalu menuruni anak tangga dengan terburu-buru.
“Mama ke mana ya?” tanya Nadiya saat sampai di ruang makan.
Tiba-tiba Bi Atik yang sudah lama bekerja di kediaman Fahriza, datang dari arah belakang. “Mbak, tadi Ibu katanya pergi ke butik ada pelanggan khusus yang ingin bertemu.”
“Yaudah Bi, aku pergi sekarang. Assalamu'alaikum!” Nadiya berjalan keluar menunggu taxi karena semua mobil yang ada di rumahnya sedang dipakai kerja.
“Wa'alaikumsalam. Mbak tidak makan dulu?” tanya Bik Atik setelah melihat makanan yang ada di meja belum ada sedikitpun tersentuh.
“Enggak Bi, nanti sarapan di kantin sekolah saja aku lagi buru-buru Bi,” teriak Nadiya yang kebetulan taxi baru datang memasuki pekarangan rumahnya.
Nadiya melirik Arloji ditangannya yang sudah menunjukkan pukul tujuh lewat sepuluh menit.
Dalam hati Nadiya selalu memanjatkan doa agar keajaiban berpihak kepadanya.
“Nggak bisa lebih cepat lagi Pak?” tanya Nadiya mulai panik.
“Duh... gimana ya neng, ini lagi macet.”
"Kalau jalan kaki dari sini lama gak Pak?"
"Lama neng. Neng sabar, bentar lagi juga lancar itu juga karena ada bis di depan sana yang lagi muter neng."
*****
"Makasih Pak."
Nadiya turun dari taxi dan berjalan menuju gerbang sekolah. Langkahnya terhenti begitu saja saat melihat seluruh murid sudah berbaris rapi di lapangan yang sangat luas.
“Mati gue,” desis Nadiya sambil menepuk jidatnya.
Matanya melirik kiri ke kanan, tidak mungkin Nadiya masuk lewat pintu depan. Itu sama saja kalau ia sedang menyerahkan diri ke kandang macan. “Semua sudah pada baris segala lagi, gue harus cari jalan untuk bisa masuk supaya gue gak dapat hukuman.”
Nadiya berjalan menuju lorong belakang dengan sangat hati-hati, karena ia harus melewati ruang guru dari belakang. Nadiya pikir dengan lewat belakang akan aman, ternyata salah. Nadiya harus berjalan jongkok, ada banyak jendela yang harus dilalui.
“Astaga!” ucap Nadiya sambil menutup mulut. Kakinya mulai gemetar saat tau kalau guru killer yang bernama Pak Somat ada di dalam ruangan itu.
“Ya Allah tolongin Nadiya,” ucapnya penuh harap. Ini kali pertamanya Nadiya terlambat datang ke sekolah, dan Nadiya adalah notabene murid pintar dan teladan di SMA Pelita.
Nadiya mondar-mandir mencari cara untuk lolos dari tempat yang sangat menyeramkan baginya. Tak ada pilihan lain, ia berjalan merangkak bak kucing yang diam-diam ingin mengambil ikan.
Nadiya tidak mungkin harus menunggu Pak Somat pergi, yang ada semua murid keburu bubar dan Nadiya akan mendapat hukuman.
Big no!
“Yeah! Ayo Nad satu jendela lagi pasti bisa.”
Brak!
Entah apa yang terjadi sehingga Nadiya bisa menabrak tong sampah di depannya.
“Siapa di sana?!” Suara Pak Somat terdengar sangat keras.
Dengan sangat cepat Nadiya langsung berlari menuju kelasnya yang berada di lantai tiga dengan seribu bayangan sampai-sampai Pak Somat tidak mengenalinya. Karena Nadiya punya seribu bayangan dari buyutnya yang diturun-temurunkan padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanya Hati [END]
Teen Fiction"Mungkin seperti ini akan lebih baik untuk kita berdua, tak perlu ada hubungan spesial lagi, dan semua akan kembali seperti semula. Saat di mana aku dan hanya Tuhan yang tahu kalau hanya kamu yang ada dalam hatiku. Maka tidak ada lagi yang terluka k...