"Aku memang begini, terserah kau menilai apa"
——————————————————Ettan bangun dari tidurnya setelah ia mendengar suara alarm dari gadgetnya. Dengan malas, ia mematikan alarmnya tersebut dan bangun dari kasurnya. Ia masih menatap gadgetnya tersebut, tidak ada lagi pesan ucapan selamat pagi yang biasa ia dapat dari Freya, mantan kekasihnya. Sebuah kebodohan yang ia lakukan membuat hubungannya berakhir begitu saja.
Meskipun ia harus bertatap muka setiap hari dengan Freya karena kebetulan mereka satu kelas, ia tidak pernah lagi menatap mata Freya yang menurutnya paling indah itu. Freya kini hanya sibuk tertawa bersama teman-temannya dan asik mengobrol di barisan depan dan tidak pernah lagi menengok ke belakang sekedar melihatnya.
Waktu memang terus bergulir dan membuatnya harus terus berjalan meskipun hubungannya telah berakhir. Hal yang paling ia selalu nantikan saat bersama Freya adalah saat dulu ia menjemput dan mengantarkan Freya. Sekarang ia tidak melakukannya lagi.
Dengan tergesa-gesa ia menuruni tangga dengan cepat.
"Pagi Yah, Bun" sapa Ettan seperti biasanya.
Ettan duduk di kursinya seperti biasa.
Ia juga sudah melihat Darla, dan kedua adik kembarnya Poppy dan Jasmine duduk di kursinya masing-masing.
"Sudah siap melakukan keributan lagi?" tanya Ayahnya tanpa melihat ke arahnya.
"Aku gak mungkin ribut kalau gak ditantangin duluan" gumam Ettan "Kalau aku diam saja yang ada aku keliatan lemah dan bisa jadi bonyok sana-sini atau kemungkinan mati karena dikeroyok. Emang Ayah mau?" lanjutnya dengan santai.
"Kamu tidak perlu membalasnya dengan kekerasan, Ettan" ujar Ayahnya.
"Udah lah, Yah, aku gak apa-apa. Nanti kalau aku sakit kan ada Ayah juga" Ettan melemparkan senyumannya.
"Benar-benar kepala batu" ujar Ayahnya dengan tenang "Sehabis lulus sekolah, kemana tujuanmu?"
Ettan yang sedang asik memoles selai kini melirik kanan kirinya "Ayah nanya aku?"
"Kamu pikir Ayah bicara dengan siapa?"
"Mungkin dengan si kembar atau dengan kak Darla" ujar Ettan dengan ringan "Lagian Yah, aku baru saja naik kelas 11 dan belum tau kemana akan lulus nanti"
"Kamu harus memikirkannya dari sekarang" tegas Ayahnya "Kalau kamu bertengkar terus, sepertinya setelah lulus kamu memang harus ikut seleksi kepolisian atau kemiliteran sekalian"
Ettan terbatuk-batuk mendengarnya.
"Wah Ayah, kak Ettan akan jadi polisi atau tentara ya? Seperti Papa Davie?!" ujar Jasmine dengan semangatnya "Aku setuju kalau kakak seperti itu, sangat cocok" ia mengangkat satu jempolnya.
"Ayah... Aku tidak mungkin mengambil itu" gumam Ettan yang tiba-tiba menjadi lemas.
"Kau harus mencobanya, Ettan. Mungkin itu memang bagus dan cocok untukmu" ujar Ayahnya.
Darla sejak tadi hanya terkekeh mendengar obrolan mereka.
"Puas?!" ujar Ettan ke arah Darla.
"Belum terlalu. Kalau beneran terjadi baru aku akan puas!" Darla memeletkan lidahnya.
"Memangnya kau ingin mengambil apa, Nak?" tanya Bundanya.
"Mungkin bisnis, akuntan atau yang gampang lah" ucap Ettan dengan asal.
Ettan memang cukup cerdas namun sesungguhnya ia amat malas belajar. Mungkin jika ia rajin belajar peringkatnya akan naik, minimal ia akan mendapatkan peringkat di bawah Juna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vandra & Ettan
Teen FictionCERITA SUDAH LENGKAP DAN TIDAK DI PRIVATE YAA! FREE FOR READ! Ettan Orlando Janes: Ettan Orlando Janes adalah siswa laki-laki yang takut akan Tuhan, taat pada agama, sayang dengan keluarganya, dan pengamal pancasila yang baik. Kehidupannya berjalan...