Vandra keluar dari rumahnya dengan langkah yang gontai, ia begitu tidak bersemangat dan tidak berselera untuk melakukan sesuatu apapun. Vandra menatap gerbang rumahnya sebentar, biasanya Ettan sudah menunggunya dari luar gerbang jika Ettan tidak masuk ke dalam rumah, namun sekarang rasanya berbeda. Bahkan Ettan tidak menghubunginya sama sekali.
Vandra jadi enggan untuk meminta maaf dan mengalah, ribuan kali lagi ia berpikir untuk melakukan hal konyol semacam itu. Dirinya tidak bersalah lalu untuk apa meminta maaf? Agar keadaan baik-baik saja? Tetapi bukan dengan cara mengemis meminta maaf dengan apa yang tidak pernah Vandra lakukan sebuah kesalahan meskipun sebutir jagung. Tidak akan pernah, meskipun presiden pun yang meminta, ia tidak akan menurutinya.
Apa yang dilakukan oleh Ettan baginya sudah cukup jelas. Vandra hanya menunggu keputusan Ettan dan ia sudah siap dengan semua keputusan itu, apapun keputusannya, Vandra siap. Hanya saja ada sedikit rasa kegelisahan, lebih tepatnya ia malu dengan keadaan dirinya. Dulu ia begitu dipuja dan dilindungi oleh Ettan namun kini semua lenyap dan sirna. Kini Vandra mengerti apa yang dirasakan oleh Freya, namun rasanya sekarang sudah cukup dan jangan sampai terlalu jauh. Mungkin, Ettan hanya sebuah titipan sementara dan sekarang harus diberikan kembali kepada Freya. Masa menjaga Ettan untuknya telah selesai, kini biar orang lain yang menjaganya. Mungkin itu yang terbaik meski terdengar menyakitkan.
Vandra menelusuri jalanan ibukota pagi ini dengan sendirian mengendarai sepeda motor yang ia pinjam dari Bi Eni, itupun agak sedikit memaksa. Biasanya ia dibonceng Ettan pagi ini, namun sekarang tidak. Mungkin Ettan membonceng Freya pagi ini. Entahlah, Vandra tidak ingin terlalu memusingkan hal-hal seperti itu. Jika memang Ettan bahagia, ia akan mencoba mengikhlaskannya meskipun rasanya akan sulit, terlebih ia dan Ettan bertemu hampir seharian di sekolah. Vandra harus kuat-kuat akan masalah itu.
Di parkiran sekolah ia mematikan mesin motornya, biasanya ia dibonceng dan duduk tenang di belakang lalu turun dari motor dengan gembira. Namun kali ini rasanya berbeda, tak ada rasa gembira sedikitpun di dirinya. Hanya perasaan yang penuh pertanyaan yang sangat ia ingin tamparkan langsung ke wajah Ettan. Lagi-lagi Vandra memilih sabar untuk hal itu.
"Van...lo sendirian?"
Vandra tersenyum miris dan mengangguk pelan. Rasanya ia tidak kuat menanggung malu dengan apa yang terjadi sekarang ini.
"Ettan gak masuk sekolah?"
Vandra mengangkat bahunya dan berusaha untuk tetap tegar. Sakit sekali rasanya ketika Juna menyebut nama Ettan.
"Masih bertengkar?"
"Gue gak mau bahas Jun, ke kelas aja yuk" ajak Vandra yang langsung berjalan meninggalkan Juna.
Semua mata memandangnya sejak Vandra berjalan di loronh sekolah hingga sampai ke kelas. Bahkan hingga masuk ke kelas semua orang di kelas menatapnya, tatapan mereka sama seperti tatapan beberapa waktu lalu saat pertama kali Vandra dibonceng Ettan pertama kali. Mungkin mereka kebingungan karena Ettan tidak berada di sisinya.
Vandra mencoba untuk duduk tenang dan diam. Ia memasang earphone di telinganya, setidaknya beberapa lagu membuatnya terhibur dengan sendirinya.
Pandangannya menjadi teralihkan ketika Freya masuk ke dalam kelas. Freya tersenyum padanya, namun senyum itu mengartikan bahwa Freya menang padanya. Memang Freya menang dan Vandra telah mengakui kekalahannya pada semesta kemarin sore. Vandra hanya menunggu keputusan dari Ettan, meskipun ia sendiri bisa menebaknya. Setidaknya apa yang dilakukan Ettan akan menjadi totalitas untuk menyakitinya dan Vandra tidak ingin memutuskannya duluan karena ia tidak ingin membalas kejahatan Ettan dengan kebencian dan kemarahan, itu saja.
Vandra meneduhkan pandangannya ketika seseorang yang ia hindari datang. Vandra segera menundukkan kepalanya, ia tidak ingin melihatnya untuk sementara. Rasanya sakit jika membayangkan melihat foto yang kemarin Freya kirim padanya. Dunia telah berubah dan tidak memihak padanya lagi. Vandra merasa menjadi orang paling tidak beruntung di dunia ini, padahal baru kemarin ia merasakan menjadi orang paling bahagia di dunia ini. Waktu dapat membuatnya bergulir dengan cepat dan ia benci itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vandra & Ettan
Novela JuvenilCERITA SUDAH LENGKAP DAN TIDAK DI PRIVATE YAA! FREE FOR READ! Ettan Orlando Janes: Ettan Orlando Janes adalah siswa laki-laki yang takut akan Tuhan, taat pada agama, sayang dengan keluarganya, dan pengamal pancasila yang baik. Kehidupannya berjalan...